Jihad Birahi Kaum Teroris

 
Jihad Birahi Kaum Teroris

LADUNI.ID, Jakarta - Indonesia, yang kata Koes Plus negeri subur makmur,  tongkat kayu dan batu saja jadi tanaman ini, tiap tahun tidak absen dari kejadian-kejadian teror. Bahkan awal munculnya aksi terorisme di Indonesia telah menimbulkan stigma bagi umat Islam Indonesia, yaitu sebagai sarang teroris. Hal ini didasari karena pelaku (teroris) beragama Islam sehingga masyarakat luar berasumsi bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan. Kalau saja pelakunya bukan orang Islam, mungkin akan ada cerita lain dari aksi-aksi teror di Indonesia.

Dalam sejarah Islam terorisme pertama kali muncul pada akhir masa khalifah Utsman bin affan. Sebagai korban pertama kali adalah sang khalifah Sendiri. Aksi terorisme ini semakin gencar pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada waktu itu, ditempat mulia, masjid agung Kuffah, pada waktu mulia, subuh,  pada hari yang mulia, Jumat; pada bulan mulia; Ramadlan. Tepatnya pada tanggal 21 ( atau 19) Ramadlan 40 hijriyah,  menantu kanjeng Nabi ini ditikam oleh Abdur-Rahman bin Muljam Al-Muradi.

Siapakah Abdur-Rahman bin Muljam Al-Muradi, psikopatkah?, atau orang kafirkah?. Bukan, Abdur-Rahman bin Muljam adalah sosok yang dikenal sebagai ahli ibadah, gemar berpuasa dan menghabiskan malamnya untuk ibadah. Ia hafal Al-Qur’an dan dipandang sebagai ahli agama. Kemampuan agamanya ini, Khalifah Umar bin al-Khaththab sendiripun mengakuinya. Khalifah Umar pernah mengirim dia ke Mesir untuk memberi pengajaran Al-qur`an disana, memenuhi permintaan Gubernur Mesir, Amr bin-Aash.

Dari awal munculan terorisme, sampai saat ini (di Indonesia), alasan yang melatar belakangi meraka untuk melakukan aksinya tidak ada bedanya. Mereka mengklaim bahwa perbuatannya merupakan berjuang dijalan Allah. Mereka melakukan atas nama agama. Mengkafirkan orang-orang yang bertentangan dengan mereka, dan berlanjut menghalalkan darahnya. Terutama pemerintah Muslim, yang telah mereka vonis kafir.

Lucunya lagi para teroris yang merasa dirinya paling suci dan mengklaim bahwa perbuatan yang dilakukan hanya untuk berjuang di jalan Allah (fisabilillah) ternyata hanya bualan mereka saja. Konon Abdur-Rahman bin Muljam selain karena dangkalnya pengetahuanya dalam memahami teks wahyu, alasan untuk membunuh sang Khalifah kian menguat setelah dia kepencut seorang perempuan cantik jelita, bernama Fitham. Perempuan ini memasukkan membunuh terhadap khalifah  Ali sebagai syarat, jika ingin menikahinya.

Jihat keblinger yang sebenarnya dilandasi dengan nafsu birahi ini juga masih berlaku untuk para grombolan teroris pada zaman now. Mereka meyakini setelah melakukan jihat (fersi mereka) melalaui bom bunuh diri, mereka akan mendapatkan hadiah berupa 72 bidadari yang cantik-cantik. Mereka membayangkan kecantikanya pasti melebihi para artis sehingga semakin nafsu untuk melakukan bom bunuh diri.  

Konsep jihat, grombolan teroris ini jelas sangat bertolak belakang dengan konsep jihat dalam Islam. Islam memposisikan jihat fisik sebagai maqom (tingkatan) yang lebih rendah, dibandingkan dengan jihat mengendalikan hawa nafsu. Hal ini bisa dilihat ketika sepulang dari perang badar, kanjeng Nabi pernah berujar: kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran akbar. Lalu para sahabat bertanya,“Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai rasullullah? Rasul menjawab, “ jihat (memerangi) hawa nafsu.”

Kalu membahas pahala yang cantik-cantik (bidadari), teringat cerita mbah Yai Arwani al-hafidz, Kudus, Jawa tengah, kiyai ngetop pengasuh pesantren Yanbu’ul Qur’an ahli qiraa’ah sab’ah sekaligus mursyid thariqoh Naqsabandiyah Kholidiyah. Ceritanya begini, kiyai Arwani Arwani, beserta putra-putranya tidak habis pikir mengapa akhir-akhir ini istri beliau sering uring-uringan. Padahal sebelum Kiyai Arwani sakit, beliau  justru menjadi istri yang sangat lembut. Namun  setelah Kiyai Arwani sakit keadaan menjadi berubah.

Karena kebingungan para putra Kiyai Arwani sowan kepada Maulana Habib Lutfi bin Yahya Pekalongan, untuk mohon petunjuk. “ ini bagaimana, Bib” keluh mereka. Habib Lutfi tidak langsung menjawab. Sejenak beliau terdiam lalau tersesnyum.“nggak apa-apa,” kata beliau. “Ummi kalian itu uring-uringan itu wajar. Dia lagi cemburu.” “cemburu bagaimana, Bib?”. Allah memberikan kasyaf (terbukanya tabir) kepada ummi kalian sehingga dapat melihat abah kalian, sedang menjadi rebutan para bidadari ,” jelas Habib Lutfi.

Ketika putra Kiyai Arwani sampai rumah mereka menanyakan kepada umminya perihal sering uring-uringan itu. Sang ummi dengan tegas menjawab, “bagaimana tidak marah, la wong abahmu setiap hari aku lihat dipeluk perempuan cantik-cantik!”. Masih hidup saja sudah dikrubuti bidadari apalagi nanti kalau sudah meninggal.

Kisah Mbah Arwani yang populer di kalangan santri itu memberikan pelajaran pada kita bahwa ibadah yang dilandasi keikhlasan tanpa ada embel-embel nafsu duniawi akan mendapatkan balasan sesui amalnya disisi-Nya. Maka dari itu, bagi para teroris maupun yang menyusun rencan menjadi teroris berikirlah seribu kali, apa yang akan anda lakukan itu benar-benar  jihat untuk mati syahit atau  mati sangit (gosong)?. Wallahu a’lamu bis-shawab.

Penulis: Rohmad Arkam