Takwa Sosial untuk Menghadapi Corona

 
Takwa Sosial untuk Menghadapi Corona

LADUNI.ID, Jakarta -

 

Nabi Muhammad Saw diutus ke muka bumi salah satunya untuk memperingatkan manusia bahwa setelah kehidupan dunia ini ada lagi kehidupan yang lebih abadi, yakni akhirat. Menghimbau kepada manusia bahwa segala kebaikan yang dilakukan di dunia akan dibalas dengan surga dan bahwa kecurangan serta kezaliman yang dilakukan selama di dunia tak akan lepas dari pantauan Allah Swt dan akan dibalas dengan hal serupa di hari penimbangan amal kelak.

Demikian yang disinggung oleh Allah melalui firman-Nya padsa surat al-Zalzalah ayat 7-8, “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”

Syaikh Wahbah al-Zuhaily menerangkan bahwa kelak orang yang senantiasa melakukan kebaikan akan tesenyum bahagia menyaksikan rapor hasil perbuatannya di dunia dan orang yang gemar melakukan keburukan akan berwajah murung penuh duka saat mengetahui lembaran capaian dia ketika hidup di dunia.

Untuk itu manusia perlu membawa bekal yang cukup guna menghadapi perjalanan panjang pasca kematian nanti. Imam Ibnu Hajar dalam Nashahihul Ibad mengungkapkan bahwa barangsiapa yang masuk ke dalam kubur tanpa bekal, laksana seseorang mengharungi lautan tanpa bahtera. Bekal yang dimaksud adalah ketakwaan. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 197:

“Dan persiapkanlah bekal olehmu (untuk menghadap Allah), karena sungguh sebaik-baiknya bekal adalah ketakwaan (kepada Allah Swt).”

Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menguraikan ayat di atas dengan sebuah ungkapan menarik. Dalam pandangan beliau, yang dimaksud dengan bekal adalah kesiapan mental kita dalam menghadap Allah Swt yang dalam hal ini ditandai dengan mapannya pengetahuan kita atas ibadah yang kita lakukan terhadap Allah Swt.

Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa takwa bermkna upaya menghindari siksa dan sanksi Tuhan, baik duniawi akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah yang berlaku pada alam maupun ukhrawi akibat pelanggaran hukum-hukum Allah yang ditetapkan-Nya dalam syariat.

Mengenal Takwa Sosial

Takwa sebagai bekal kehidupan manusia di akhirat kelak diperjelas lagi oleh sabda Nabi yang lain. Dalam hadis riwayat Imam at-Tirmidzi dari Abu Hurairah dikatakan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda :

“Bertakwalah kamu kepada Allah Swt dimanapun kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan yang dengannya kamu bisa menghapus keburukan tersebut, dan bergaullah dengan manusia dengan cara yang baik.”

Hadis Nabi Saw tentang takwa di atas menyiratkan bahwa implementasi takwa tidak terikat pada satu tempat saja, misalnya saat di rumah ibadah melalui ritual sholat dan zikir saja, melainkan di setiap tempat yang kita diami dan singgahi disitulah kita diperintah mengekpresikan ketakwaan kita kepada Allah Swt.

Sebagai agama yang mengusung misi rahmatan lil 'alamin, Islam menempatkan kadar yang setara antara hubungan baik dengan Allah (hablun minallah) dan hubungan baik dengan manusia (hablun minannas), keduanya mesti bergerak simultan mewujudkan nilai islam yang utuh dan tidak pincang.

Dari sana kita kemudian mengenal kesalehan individual dan kesalehan sosial. Di sana Allah mengilustrasikan sebuah tamsil menarik. Dalam suatu dialog antara Allah dengan hamba-Nya dinarasikan bahwa suatu ketika Allah berkata kepada sang hamba, ”Wahai hamba-Ku, Aku sakit mengapa engkau tak menjengukku?” sang hamba menjawab, ”Bagaimana bisa Engkau sakit, sedang Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah melanjutkan, ”Wahai manusia, Aku lapar, mengapa Engkau tak memberi-Ku makan?” Sang hamba menjawab, ”Wahai Allah bagaimana bisa Engkau lapar padahal engkau Tuhan penguasa semesta alam?” Terakhir Allah berkata, ”Wahai manusia, Aku tidak berpakaian mengapa engkau tak memberi-Ku pakaian?” Sang hamba menjawab, ”Wahai Allah, bagaimana Engkau kekurangan pakaian padahal Engkau adalah Tuhan penguasa semesta alam?”

Kemudian, pada akhir dialog Allah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan diriNya sakit adalah bahwa Dia ada di antara hamba-Nya yang sedang sakit, mengapa engkau sesama saudara tidak menjenguknya? Demikian pada permisalan lapar, ada saudaramu yang kelaparan mengapa engkau tidak memberinya makan? Ada saudaramu kekurangan pakaian, mengapa engkau tak berderma dengan memberinya pakaian? Padahal jika engkau menjenguk mereka, memberikan makan pada yang kelaparan serta memberi pakaian kepada yang membutuhkan, maka kau akan mendapatkan Aku (rahmat Allah) ada sisi mereka.

Dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim di atas Allah menegaskan bahwa beriman dibangun atas dua dimensi, vertikal dan horizontal. Keduanya harus beriringan.  Dr. Ahmad Luthfi Fathullah, ahli hadis di Indonesia, menjelaskan bahwa dalam menolong orang kita tidak harus memandang latarbelakangnya. Tidak mesti melihat bagaimana latarbelakang agama dan sukunya, saat seseorang membutuhkan pertolongan maka kita perlu mengulurkan bantuan untuknya. Dalam ceramahnya beliau menyitir hadis Nabi riwayat Imam Muslim yang sangat populer, “Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya.”

Umat manusia kini tengah diuji dengan musibah berupa penyebaran wabah virus corona. Segala pencegahan baik yang sifatnya fisik seperti tindakan medis, gerakan social distancing (berjarak secara sosial) maupun metafisik yang dilakukan khusus umat Islam seperti doa dan istighotsah perlu dilakukan. Menghadapi ujian ini kita perlu bekerjasama melakukan pencegahan yang telah dianjurkan para ahli. Pemerintah sudah mengeluarkan protokol penanggulangan wabah Covid 19 ini dan sudah melakukan berbagai upaya penanggulangannya. Seyogyanya semua warga negara mematuhi sebagai bentuk ketaatan kepada ulil amri. Melaksanakan upaya ini termasuk bagian pengekspresian takwa kita kepada Allah Swt. Insya Allah. Wallahua’lam bisshowab.

Oleh : Ustadz Jafar Tamam