Habib Neon dan Rahasia di Balik Kisah Karomahnya

 
Habib Neon dan Rahasia di Balik Kisah Karomahnya

LADUNI.ID, Jakarta - Beliau masyhur disebut Habib Neon. Nama aslinya adalah Habib Muhammad bin Husein al-Aydrus. Nama Habib Neon bukanlah sebatas nama biasa. Tapi itu sebuah nama yang berawal dari kisah menakjubkan, betapa cahaya sang habib memang luar biasa.

Adapun kisah ini adalah disarikan dari buku 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia. Saat itu, pada sebuah majelis di kota Surabaya, tiba-tiba lampu padam!

Seketika keadaan pun menjadi gelap gulita. Padahal ketika itu para jama’ah sedang khusyu’ mengaji bersama.

Tiba-tiba datanglah sepercik cahaya yang makin bersinar terang! Tampak sesosok lelaki memakai pakaian serba putih yang lengkap dengan jubbah dan sorbannya berjalan menuju masjid! Beliau adalah Habib Muhammad bin Husein al-Aydrus.

Seketika itu, bagian dalam masjid terang benderang! Cahaya yang terpancar dari wajah beliau bisa membuat seisi masjid menikmati cahayanya. Semenjak itulah gelar itu diberikan kepadanya. Dan gelar itu sekaligus memberi arti bahwa nasehat dan ucapannya menerangi hati para umat yang membutuhkannya.

Nama lengkap beliau adalah Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad bin Husein bin Mustafa bin Syeikh bin Muhammad Mustafa bin Ali Zainal Abidin, sampailah rantaian emas nasabnya hingga ke Rasulullah SAW.

Nama beliau adalah Muhammad al-Masyhur al-Aydrus. Beliau lahir di Tarim, 1902 M. Beliau memiliki akhlak serta budi pekerti yang luhur. Setiap orang yang duduk di sampingnya pasti merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling dicintai beliau. Beliau terkenal murah tangan dan menebarkan kasih sayang terhadap sesama.

Parasnya elok, wajahnya enak dipandang, tutur katanya lemah lembut serta penuh dengan hikmah dan selalu tersenyum bila bertemu siapapun. Beliau tipe orang yang pendiam, sedikit makan dan tidur. Waktu-waktunya selalu dipenuhi dengan dzikir dan bersholawat kepada Rasulullah SAW. Di antara mujahadahnya adalah berpuasa selama 7 tahun dan tidak berbuka kecuali dengan 7 butir kurma. Pernah juga selama satu tahun ia tidak makan kecuali lima mud saja.

“Di masa permulaan menuntut ilmu, aku gemar menelaah kitab-kitab tasawuf. Aku juga senantiasa menguji nafsuku dengan mengikuti perjuangan mereka (salafunassholihin),” tutur beliau.

Setelah berhasil memancarkan cahayanya di kota Palembang, berpindahlah cahaya dakwahnya ke kota Pekalongan. Inilah awal mula pertemuannya dengan Habib Abu Bakar as-Segaf (Gresik). Dan di sinilah pula beliau berguru ke Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas. Dan ia selalu mendampingi Habib Ahmad di setiap perjalanan dakwahnya. Setelah beberapa waktu menetap di Pekalongan, barulah beliau berhijrah ke Surabaya.

Nama-nama guru beliau adalah 1) Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Surabaya), 2) Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdor (Bondowoso), 3) Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf (Gresik), 4) Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya (Surabaya).

Semasa beliau berdakwah di Palembang. Di situlah Allah memulai awal kisah rumah tangganya. Beliau menikahi anak dari pamannya. Wanita beruntung itu bernama Syarifah Aisyah binti Mustafa al-Aydrus. Dari pernikahan itu, beliau dikaruniai 3 anak laki-laki & seorang anak wanita.

Dalam berdakwah, awalnya beliau merantau ke negeri Singapura, setelah itu beliau menyeberang ke Indonesia dan sampailah beliau di kota ‘Pempek’ Palembang.

Setiap malam Jum’at beliau mengadakan pembacaan burdah di tempat tinggalnya yang dihadiri banyak orang. Beliau mulai merintis majelis burdah ini semenjak tahun 1950-an. Majelis ini dipimpinnya hingga wafat. Hingga saat ini, majelis burdah itu dilanjutkan oleh para keturunannya. Di antaranya putra serta khalifahnya, al-Marhum Habib Syekh al-Aydrus.

Setelah ajal kian dekat menghampirinya, disertai kerinduan berjumpa dengan penciptanya, Allah pun rindu bertemu dengan beliau. Maka ia pasrahkan ruhnya yang suci kepada Tuhannya dalam keadaan ridha & diridhai. Setelah menghabiskan waktunya untuk berdakwah & mengabdi kepada umat, dalam usia 71 tahun pada 30 Jumadil Awwal 1389 H yang bertepatan pada 22 Juni 1969 M, Habib Muhammad bin Husein al-Aydrus meninggalkan dunia yang fana ini. Namun cahaya & jasa beliau senantiasa membekas pada setiap hati pecintanya.

Beliau dimakamkan di Pegirian Surabaya. Berdampingan dengan makam pamannya Habib Mustafa al-Aydrus. Meskipun jasadnya telah tiada, namun tak sepi para pengunjung yang ingin mendapatkan barokah dengan menzi

Begitulah untaian indah dari cahayanya. Semoga dengan membaca sedikit dari manaqibnya bisa menambah rasa cinta kita kepada para habaib, para kekasih Allah.