Mengenal Karomah yang Lebih Besar

 
Mengenal Karomah yang Lebih Besar

LADUNI.ID, Jakarta - Karomah seringkali dipahami sebagai kejadian atau hal yang berada di luar kemampuan manusia, di mana orang yang memilikinya adalah orang-orang tertentu dan luar biasa. Akan tetapi, dalam tulisan yang ditulis oleh Syihab Asy Syaibani (Beben) ini mencoba membahas karomah dalam perspektif yang berbeda bahwa ada karomah yang lebih besar dan ‘bisa’ semua orang memilikinya. Karomah apakah itu?

***

Saya menyangka dulu karomah hanya terbatas hal-hal di luar adat manusia seperti bisa terbang, jalan di atas air, bisa menempuh perjalanan jauh dengan sekejap mata, tahan bacok, mengubah kacang hijau jadi tentara, dan hal-hal yang lain yang berada dalam dimensi pancaindera. Demikian yang sering diceritakan oleh para guru-guru di pesantren.

Namun sebenarnya, karomah lebih luas dari hal tersebut. Ada karomah yang lebih besar dari hal-hal tersebut: karomah ilmu. Syaikh Abdul Wahab Sya'rani dalam Thabaqat Sughra-nya mengatakan tentang salah satu guru beliau Imam Suyuthi.

"Sekiranya Imam Suyuthi tidak punya karomah selain kitab-kitab beliau, maka itu sudah cukup."

Syaikh Abdul Wahab Sya'rani menganggap bahwa kitab-kitab ulama termasuk karomah bagi mereka.

Saya suka sekali dengan penjelasan ini. Karomah hissi (panca Indra) jauh berada di bawah karomah Maknawi yaitu karomah ilmu. Syaikh Sayyid Abdurrahim, ketika menjelaskan biografi Imam Syatibi, menyebutkan  karamah imam Syathibi. Lalu beliau mengatakan bahwa karomah terbesar yang dimiliki imam Syatibi adalah al-Syathibiyah (Nazam Qiraat yang berjumlah seribu seratus lebih).

Imam Ibnu Malik memiliki karomah yang tinggi yaitu Alfiyah. Meski beliau diriwayatkan tak memiliki karomah terbang, atau jalan di atas air, Alfiyah Ibnu Malik merupakan karomah yang lebih besar dari itu. Nazam berkah ini disyarah, diikhtisahar, dihasyiahi dengan ulama-ulama setelahnya. Ratusan kitab ditulis untuk nazaman berkah ini. Jutaan orang dari berbagai generasi membacanya. Di madrasah al-Azhar, di Hijaz, di Zaitunah, di pesantren-pesantren Indonesia, nazaman Alfiyah dihafal, dipahami, bahkan dijadikan wirid hingga meninggal. Bukankan ini juga karomah?

Imam Baidhawi juga memiliki karomah yang luar biasa menakjubkan. Tafsir beliau dihasyiahi hingga mencapai ratusan Hasyiah! Demikian ungkap guru saya. Bukanlah ini juga karomah? Demikian pula imam Nawawi yang kitabnya: Minhaj disyarah 200 lebih syarah oleh para ulama dan ulama-ulama lain yang kitab-kitabnya dibaca berabad-abad di berbagai madrasah dunia.

Abu Thayyib al-Mutanabbi, panglima para penyair juga tak kalah saing dengan Diwan-nya yang menginspirasi banyak penyair setelahnya. Diwan Mutanabbi merupakan Diwan yang paling banyak disyarah. Demikian kata Yaqut al-Hamawi. Saya kira Diwan beliau juga karomah yang dimilikinya.

Ibnu Ajjurum, pengarang kitab Jurumiyah karomahnya ya di kitab beliau yang tipis, tapi disyarah, dihasyiahi oleh puluhan bahkan ratusan ulama. Bahkan tak ada satupun ulama di awal-awal masa tahsil ilm kecuali telah membaca matan penuh berkah itu. Karomah Jurumiyah jauh lebih besar dari karomah-karomah yang berbentuk indrawi.

Dan masih banyak lagi karomah-karomah ulama yang terinterpretasi dari karya-karyanya yang berkah.

Karomah hissi berhenti ketika orang yang diberi karomah meninggal. Karomah maknawi tetap mengalir keberkahannya meski orang-orangnya telah berada di bawah tanah. Bukankah Imam Nawawi, Imam Ibnu Malik, Ibnu Ajjurum dan lain-lain masih hidup bersama kita dengan kitab-kitabnya?

Madinatul Buuts, 7 Agustus 2020

(Oleh Syihab Asy Syaibani “Beben”)

 


*) Keterangan foto: Makam Imam Ibnu Ajjurum, pengarang kitab berkah Jurumiyah di Maroko. Rahimahullah.