Laskar Kyai-Santri Melawan Lupa, Menguak Sejarah 5 Oktober menuju 22 Oktober 1945 tentang Hari Lahir TNI hingga Resolusi

 
Laskar Kyai-Santri Melawan Lupa, Menguak Sejarah 5 Oktober menuju 22 Oktober 1945 tentang Hari Lahir TNI hingga Resolusi
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID Jakarta - Tanggal 5 Oktober 1945 diperingati sebagai Hari Lahir TNI. Tanggal tersebut adalah awal baru sejarah terbentuknya jaringan santri dan tentara nasionalis, yang dimulai dari kemunculan basis kaderisasi kemiliteran di Jawa Timur. Kekuatan ini solid dibangun dalam pesantren di bawah komandan KH. Wahab Chasbullah dan KH. Masjkoer dan basis-basis laskar dan sebagian dari kader-kader Peta dulu.

Ada penelitian dari seorang peneliti Inggris, David C. Anderson tentang konsolidasi dan peta jaringan kultural dan kemiliteran aliansi santri dan tentara nasionalis yang menjadi embrio TNI ini. 

Satu fakta yang harus dikuak adalah bahwa jaringan ini kemudian berhimpun bersama Panglima Besar Jendral Soedirman. Tokoh-tokohnya pun jadi penasehat sang jendral besar nasionalis ini; KH. Wahid Hasyim, Dokter Moewardi dan Bung Tomo.

Konsolidasi laskar kyai-santri dengan TNI ini tentu berbahaya bagi masa depan tentara-tentara kader KNIL dan politisi-politisi sisa pendukung-pendukung Neokolonialisme-Imperialisme pasca Perang Dunia II. Skema Neokolonialisme negara-negara pemenang Perang Dunia ke-II juga tidak suka aliansi nasionalis dari Jawa Timur ini yang disebutnya "aliansi muslim fanatik dengan tentara kader fasis Jepang".

Provokasi di Solo lalu ke Madiun, September 1948, hingga Musso dimunculkan untuk dipancing bikin makar. Korban pertama adalah Dokter Moewardi. Korban berikut adalah laskar-laskar santri dan tentara nasionalis Jawa Timur yang saling bentrok. Saat itu kantor PBNU ketika Musso berontak, telah ada di kota Madiun.

Usai Musso dan Amir syarifuddin provokasi, maka ada pembenaran masuknya tentara Siliwangi dan kader-kader KNIL menguasai keadaan. Maka terciptalah kekuatan baru di Jawa Timur merontokkan aliansi lama di atas.

Kekuatan baru ini kemudian mendiktekan jalannya "Re Ra" di tangan Hatta dan Nasution dengan target pertama; para anggota laskar santri dan kyai-kyai komandan mereka di Jawa Timur. "Re Ra" menuntut pembubaran laskar kyai-santri, lalu integrasi kader-kader KNIL ke dalam TNI. Setelah Jendral Soedirman wafat di tahun 1950, maka berakhir pula "bulan madu" aliansi santri dan tentara nasionalis ini.

Orang-orang militer KNIL (terutama sayap kader tentara Belanda/Amerika) lalu membaptis dirinya yang paling absah menjadi pembela negara, yang paling berjasa untuk membela NKRI, dan mengklaim paling banyak pahlawannya. Dan bukan laskar kyai-santri.

Mereka lalu membuktikan itu dengan menulis buku sejarah perang di Republik ini dalam versi mereka. Salah seorang sejarawan tentara itu adalah Jend. A.H. Nasution, yang menulis 11 jilid Sejarah Perang Kemerdekaan RI 1945-1949. Dalam buku ini dipastikan tidak ada kontribusi laskar rakyat, seperti laskar Sabilillah/Hizbullah, tidak ada pahlawan yang paling berjasa dari kyai atau orang-orang pesantren, apalagi, jangan harap ada nama KH. Wahab Chasbullah dan KH. Wahid Hasyim disebut.

Itulah alasan mengapa Suharto dulu tidak mengakui Mbah Wahab sebagai pahlawan. Mengapa? Ya, karena Mbah Wahab dan generasi pesantren tidak punya bukti tertulis. Sementara para tentara punya bukti sebagai pahlawan, terutama dari buku Nasution itu.

Padahal salah satu kekuatan terbesar pada diri Mbah Wahab yang mau diingkari oleh versi resmi tentara dalam Sejarah Perang Kemerdekaan itu adalah posisi beliau sebagai pimpinan nasional tentara rakyat Sabillah/Hizbullah dalam perang gerilya melawan tentara Sekutu/Nica-Belanda. Tentara atau laskar rakyat ini yang dihina oleh sejarawan orde baru maupun orientalis sebagai "tentara kampungan", "milisi-penjegal yang tangannya berlumuran darah", atau "laskar preman yang amburadul". Bisa saja dianggap preman atau tukang pembunuh, seperti dituduhkan banyak sejarawan bule. Tapi kalau mereka diorgansiasikan di bawah satu komando barisan kyai, di bawah kendali Mbah Wahab, Kyai Masjkoer dan Kyai Wahid, ceritanya akan lain, pasti mereka bersatu di bawah panji-panji patrotisme kaum santri jihad bela agama dan negara! Dan efeknya sangat dahsyat, Kompeni dan agen-agaennya pasti ketakutan. Sebab kontribusi para kyai-santri ini melebihi tentara berseragam seperti halnya yang disanjungkan oleh Nasution atau Suharto.

Sebagai perbandingan, cobalah ingat film The Patriot yang dibintangi Mel Gibson yang bercerita tentang peran dahsyat para milisi dan laskar dalam perjuangan kemerdekaan Amerika Serikat di tahun 1770-an.

Nah, tugas anak-anak pesantren kini menulis buku berjilid-jilid tentang kiprah Mbah Wahab dan para kyai kita sebagai komandan nasional tentara rakyat itu. Ini untuk mengimbangi versi menyesatkan dari bukunya Nasution yang bercerita tentang sejarah TNI dan buku-buku sejenis lainnya yang mengaburkan sejarah peran para laskar kyai-santri. Dan sudah memang sudah tepat, bahwa tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Peringatan Hari Santri Nasional sebagai penghormatan serta pengakuan negara atas jasa para kyai-santri dalam memperjuangkan dan mepertahankan kemerdekaan Indonesia yang ditegaskan dengan adanya fatwa resmi Resolusi Jihad! []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 06 Oktober 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ahmad Baso

Editor: Hakim