Kisah KH. Abdul Hayyie Naim Sebagai Murid Kesayangan KH. Idris Kamali Cirebon

 
Kisah KH. Abdul Hayyie Naim Sebagai Murid Kesayangan KH. Idris Kamali Cirebon

LADUNI.ID, Jakarta - KH. Abdul Hayyie Naim adalah salah satu santri yang sangat diistimewakan dan disayangi oleh KH. Idris Kamali (Menantu KH. Hasyim Asy'ari asal Cirebon).

Dalam beberapa kisah yang diceritakan, misalnya, setiap kali makan malam, Kiai Idris selalu menyisakan separuh dari sepiring porsi yang disantapnya. Menjelang tengah malam, santri yang sudah dianggap putra sendiri itu dipanggil dan disuruh menghabiskan sisa makan malam dari piring gurunya tersebut. Dalam tradisi pesantren, makanan sisa guru ini dianggap membawa berkah tersendiri.

Belakangan, Abdul Hayyie juga dipercaya mengurus berbagai hal pribadi sang guru, termasuk urusan cuci pakaian, atau, untuk pakaian-pakaian tertentu, laundry. Bahkan ia dibelikan gunting cukur dan diminta untuk belajar memangkas rambut dengan KH. Idris sebagai modelnya. Selama kurang lebih empat tahun, Abdul Hayyie menjadi tukang cukur kiainya itu.

Saking sayangnya, kiai yang hanya memiliki seorang putra itu juga mencukupi seluruh kebutuhan Abdul Hayyie di pesantren. Hayyie juga dilarang terlalu sering pulang.

Kamu pulang mau apa? Kalau kamu kangen pada orangtuamu, saya akan minta mereka datang kemari. Kalau kamu butuh uang, saya beri. Kamu butuh pakaian, saya belikan,” ujar ayah angkatnya itu setiap kali Abdul Hayyie pamit pulang.

“Maka saya pernah dua tahun lebih tidak pulang dari pesantren... he he he,” tutur Kiai Abdul Hayyie.

Hal yang paling mengesankan dari Kiai Idris, yang dianggap paling berjasa dalam mendidik Abdul Hayyie, adalah dalam hal kedisiplinan dan kerapian. Dalam berpakaian, misalnya, sang guru selalu tampil dandy dengan baju disetrika licin dan sepatu yang hitam berkilat, meski nyaris tidak pernah meninggalkan kompleks pesantren.

Selai itu, Kiai Idris juga mempunyai cara mengabsen yang unik. Jadi setiap akan mengajar, ia memberikan dua bungkus rokok kepada Abdul Hayyie dan menyuruhnya membagikan kepada murid-murid yang akan mengaji. setiap murid hanya berani mengambil satu batang, sisanya akan dikembalikan pada sang kiai. Maka, dari sisa rokok, Kiai Idris akan segera tahu berapa orang santri yang saat itu bolos mengaji.

“Santri yang ketahuan membolos dengan sengaja akan diskors tiga hari tidak diizinkan mengaji. Dan bila sampai tiga hari tidak minta maaf secara pribadi, ia tidak akan diizinkan mengaji selamanya”.

Pengalaman menarik di masa mondok lainnya, setiap kali baru pulang atau akan berangkat ke pesantren, Abdul Hayyie selalu dibawa sang ayah sowan kepada Habib Ali Al-Habsyi, Kwitang, dan Habib Ali Alatas, Cikini, untuk dimintakan doa. Ia juga diharuskan pamit kepada seluruh paman dan bibinya setiap kali akan berangkat.