Bagaimana Hukum Berangkat Haji dari Hasil Arisan Haji

 
Bagaimana Hukum Berangkat Haji dari Hasil Arisan Haji
Sumber Gambar: Pixabay, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sebagian besar umat Islam mempunyai niat untuk bisa menunaikan ibadah haji. Tapi terkadang terkendala faktor finansial.

Dalam rangka mewujudkan niat untuk bisa berangkat haji ini, sebagian masyarakat Indonesia mempunyai inisiatif arisan haji. Dana yang terkumpul dalam arisan ini, kelak akan digunakan berangkat haji bagi yang mendapatkan undiannya. Konsep undian arisan ini bukanlah seperti judi, melainkan iuran bagi setiapa anggotannya, yang tentu semuanya kelak akan mendapatkan gilirannya masing-masing.

Praktek inisiatif arisan haji ini kian diminati oleh masyarakat. Tapi bagaimana pandangan hukum islam terkait hal ini. Berikut uraiannya, beserta dalil yang bisa dijadikan argumen.

Pandangan hukum islam terkait arisan adalah sebagaimana muamalah yang diperbolehkan, meskipun ONH-nya sering berubah, sehingga setoran yang harus diberikan oleh peserta arisan juga harus disesuaikan berubah. Sebab, pada dasarnya arisan itu menggunakan akan qiradl (hutang piutang), sehingga perbedaan jumlah setoran tidak mempengaruhi keabsahan akad tersebut.

Penjelasan ini sesuai dengan keterangan yang ada dalam kitab Hasyiyah Qalyubi, juz 2, halaman 258. Berikut ini teksnya;

(فَرْعٌ) الجُمْعَةُ المَشْهُورَةِ بَيْنَ النِّسَاءِ بِأَنْ تَأْخُذَ امْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فِى كُلِّ جُمْعَةٍ أَوْشَهْرٍ فَتَدْفَعَهُ لِوَاحِدَةٍ إلَى آخِرِهِنَّ جَائِرَةٌ كَمَا قَالَهُ الوَلِيُّ العَرَاقِيُّ

Artinya: Kerukunan yang sudah terkenal di antara para wanita, dengan gambaran bahwa salah seorang wanita mengambil dari para jamaah mereka sejumlah uang tertentu pada setiap hari Jumat atau setiap bulan, kemudian wanita tersebut memberikan jumlah yang terkumpul kepada seseorang sesudah wanita yang lain sampai yang terakhir dari mereka, adalah boleh, sebagaimana pendapat Al-Wali Al-Iraqi.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa, jika yang mendapat arisan haji itu adalah orang yang masih harus melunasi setoran berikutnya, maka dia tidak wajib melakukan ibadah haji karena sebagian dari uang yang diterima adalah uang pinjaman. Kecuali, apabila dia memiliki kelebihan yang cukup untuk membayat hutangnya, atau dia menerima giliran terakhir, sehingga dia tidak lagi menanggung hutang, maka dia wajib haji.

Keterangan ini bisa dilihat dalam kitab Al-Mahalli, juz 2, halaman 287. Berikut ini penjelasannya;

الإِقْرَاضُ هُوَ تَمْلِيْكُ الشَّيْءٍ عَلَى أَن يُرَدَّ بَدَلَهُ

Artinya: Akad hutang piutang itu adalah pemberian milik terhadap sesuatu dengan dasar akan dikembalikan penggantinya.

Sedangkan terkait dengan ibadah haji yang ditunaikan dari hasil arisan haji ini tetap sah, baik yang menerima giliran pertama maupun yang terakhir. Pandangan ini bisa dianalogikan dengan orang yang sakit tapi tetap memaksakan diri untuk berangkat shalat jumat, maka tetap dihukumi sah. Sebagaimana keterangan di dalam kitab Nihayatul Muhtaj, juz 3, halaman 233.

فَيَجْزِيْ حَجُّ فَقِيْرٍ وَكُلُّ عَاجِزٍ حَيْثُ اجْتُمَعَ فِيْهِ الحُرِّيَّةُ وَالتَّكْلِيْفِ كَمَا لَو تَكَلَّفَ المَرِيْضُ حُضُورَ الجُمُعَةُ

Artinya: Mencukupi haji dari orang fakir dan setiap orang yang tidak mampu ketika berkumpul padanya kemerdekaan dan sifat mukallaf, sebagaimana andaikata orang yang sakit memaksakan diri menghadiri Jumat.

Dengan demikian, bisa dipahami bahwa berangkat haji dengan biaya dari hasil arisan haji diperbolehkan dan dihukumi teta sah, dengan ketentuan yang telah diuraikan di atas. []

Sumber: Kiyai Masduqi Menjawab; Tanya Jawab Hukum Islam Bersama KH. Achmad Masduqi Mahfudh, Hasyiyah Qalyubi, Al-Mahalli, Nihayatul Muhtaj.

___________

Catatan: Tulisan ini telah diterbitkan pada 21 Februari 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor: Abd. Hakim Abidin