Mewaspadai Gerakan Ibnu Muljam Gaya Baru

 
Mewaspadai Gerakan Ibnu Muljam Gaya Baru
Sumber Gambar: Foto (Ist)

LADUNI.ID, Jakarta- Jum’at waktu Subuh, 17 Ramadhan sekitar tahun 40 Hijriah, duka menyelimuti hati kaum muslimin. Bulan Ramadhan, dimana tidak diperbolehkan makan dan minum apalagi membunuh, justru menjadi petaka berdarah. Sebuah peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam Al Muradi kepada Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib.

Nyawa kemenakan Rasulullah itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh atas nama Hukum Allah, dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Saat melakukan aksinya, Abdurrahman Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207:

ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻣَﻦْ ﻳَﺸْﺮِﻱ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﺍﺑْﺘِﻐَﺎﺀَ ﻣَﺮْﺿَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ۗ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺭَﺀُﻭﻑٌ ﺑِﺎﻟْﻌِﺒَﺎﺩِ

“Dan di antara Manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari Keridhoan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada Hamba-hamba-Nya.”

Sebagai hukuman atas aksinya itu, Ibnu Muljam dieksekusi mati dengan cara Qishas. Prosesi hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam berlangsung dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya, dia masih berpesan kepada algojo; “Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit, hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di Jalan Allah.”

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati, bahwa aksinya mencabut nyawa suami Sayyidah Fathimah Az Zahra, menantu dan sepupu Rasulullah SAW, serta ayah dari Hasan dan Husein itu adalah sebuah aksi Jihad Fi Sabilillah. Seorang ahli surga harus meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu karena kehendak Allah, jalan kebenaran dan untuk meraih surga-Nya.

Siapa Abdurrahman Ibnu Muljam?

Dia adalah lelaki yang shaleh, zuhud dan bertakwa, bahkan mendapat julukan ‘al-Muqri--pembimbing. Abdurrahman Ibnu Muljam juga seorang Tahfidz alias penghafal Al-Quran, sekaligus motivator yang kerap mendorong sesama muslim untuk menghafalkan Kitab Suci tersebut. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan sahabat Nabi, Gubernur ‘Amr bin ‘Ash, untuk mengajarkan hafalan Al-Quran kepada penduduk negeri piramida itu. Seturut itu, Umar bahkan sempat menyanjung Ibnu Muljam kepada sang gubernur, Amr bin Ash. Dalam pernyataannya, Umar bin Khaththab menegaskan: “Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Al-Quran yang aku prioritaskan untukmu daripada untuk diriku sendiri. Jika Dia telah datang kepadamu, maka siapkan Rumah untuknya, untuk dia mengajarkan Al-Quran kepada kaum muslimin, dan muliakanlah dia wahai ‘Amru bin ‘Ash”.

Meskipun Ibnu Muljam seorang Tahfidz Qur’an, dia mati dalam kondisi suul khatimah, tidak membawa iman dan Islam, akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Pemahamannya kepada paham Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit.

Ibnu Muljam menetapkan Klaim terhadap Surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal, sehingga ia dengan sembrono melakukan aks yang bertentangan dengan nilai dan keluhuran Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela ajaran Allah dan Rasulullah.

Potret Ibnu Muljam adalah Realita pada Sebagian Umat Islam

Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka umumnya berlatar dari kaum muslim yang terbilang saleh dan kerap menyuarakan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama umat muslim.

Generasi yang mewarisi watak Ibnu Muljam itu giat memprovokasi untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, bahkan teramat ringan untuk membunuh nyawa sesama kaum muslimin. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni kelompok generasi muda Islam. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim. Mereka dengan ringan menuduh, memvonis, sesat kepada ulama, kyai dan tokoh agama. Raut wajah mereka memancarkan kesalehan, bahkan tampak pada bekas sujud di dahi mereka. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi.

Rasulullah dalam sebuah Hadits telah memperingatkan watak dan karakter generasi Ibnu Muljam ini: "Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Alquran. Dimana bacaan Alquran kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Alquran, dan mereka menyangka bahwa Alquran itu adalah Hujjah bagi mereka, namun ternyata Alquran itu adalah bencana atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya." (Hadits Sahih Riwayat Imam Muslim)*

Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama, padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin. Wahai Kaum Muslimin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam. Siapkan generasi muda kita, agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru. Islam itu Agama Rahmatan Lil Alamin. Islam itu Agama Keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul. Ihdinash Shiratal Mustaqiim.

Oleh : KH. AZIZI HASBULLAH (Alumni Pon-Pes Lirboyo Kediri/Komisi Fatwa MUI Jatim/Dewan Mushohih dan Perumus Senior Bahtsul Masa-il Jawa-Madura).

Editor; Ali Ramadhan