Persoalan Inti dari Apa yang Terjadi di Palestina

 
Persoalan Inti dari Apa yang Terjadi di Palestina
Sumber Gambar: bbc.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Beragam peristiwa menyakitkan yang terjadi akhir-akhir ini pasti akan berlalu sebagaimana kejadian-kejadian yang telah lalu, akan tetapi sudah seharusnya kita tidak lalai di tengah-tengah mengikuti detailnya dari inti yang menjadi asal dari peristiwa-peristiwa tersebut. 

Yang sebenarnya terjadi di Palestina adalah adanya kelompok Zionis Teroris Radikal yang menyerang dan merampas tanah yang sejak dulu penduduknya hidup dengan rukun dan damai, mereka terdiri dari Muslim, Kristen, Yahudi dan Samer. Kelompok Zionis itu melakukan pembantaian massal, mengusir banyak sekali penduduk asli, dan mendeklarasikan diri sebagai negara berdaulat pada tahun 1948 yang pada akhirnya diakui oleh Masyarakat Internasional.

Kemudian pada tahun 1967 kelompok tersebut memperluas daerah jajahannya, dan mulai saat itu sampai sekarang Masyarakat Internasional hanya bisa menjadi “penonton setia” yang merasa cukup dengan klarifikasi atau interogasi memalukan, padahal mereka sendiri mengakui bahwa apa yang terjadi sejak 1967 adalah penjajahan yang tidak bisa dibenarkan. Mereka tahu bahwa mereka hidup di Zaman modern yang mereka namakan sebagai Millenium ke-3, namun sampai sekarang masih saja ada satu negara yang terang-terangan melakukan tindak kriminal dan penjajahan tanpa mempedulikan hak-hak asasi manusia, tanpa ada respons yang hakiki dari PBB dan negara-negara “maju” yang “bermartabat”. 

Kelompok penjajah itu terus menerus mendiskriminasi para penduduk Palestina dan menjadikan lebih dari 80% hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Kelompok itu juga merampas hak dan kebebasan penduduk Palestina dalam beribadah dan hidup terhormat. Mereka merampas rumah-rumah, sawah-ladang, dan melakukan tindakan rasis kepada para penduduk asli Palestina. Mereka juga memboikot kota Gaza yg merupakan kota terpadat di dunia (lebih dari 5000 penduduk dalam setiap kilo meter) di bawah blokade yang berlangsung selama 15 tahun dengan angka pengangguran mencapai 60%.  Mereka juga membangun pemukiman-pemukiman untuk para Yahudi perampas tanah yang mereka datangkan dari negara-negara luar atas dasar ras. Mereka membunuh anak-anak kecil, para wanita Palestina, menghancurkan rumah-rumah bahkan pemuka-pemuka agama mereka melegalkan pembunuhan para wanita dan anak kecil Palestina tanpa rasa malu dan menyesal terkait ajakan-ajakan teror dan radikal itu. 

Mereka juga menolak para pengungsi yang merupakan penduduk asli Palestina untuk kembali ke rumah-rumah mereka. Itu semua terjadi di bawah penglihatan, pendengaran, pengawasan bahkan dukungan negara-negara “maju” dan bermartabat yang selama ini selalu jualan "HAM" kemana-mana, yang para presidennya selalu bolak-balik ke negara kita untuk mengisi seminar dan kajian di hadapan pemerintah kita dengan tema “Menghormati Hak asasi manusia”. 

Adapun respons para pemimpin penjajahan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, serangan dan kezaliman yang selalu terulang setiap kali untuk kepentingan “pemilu” mereka, bergabungnya negara-negara besar dalam penjajahan, diam dan tunduknya negara lain karena tekanan dan ancaman yang mereka dapatkan, peristiwa-peristiwa yang dimanfaatkan oleh negara-negara besar untuk berebut kekuasaan, juga hal-hal lain yang membuat kita berpaling dari inti permasalahan.

Itu semua adalah konsekuensi yang terjadi akibat adanya penjajahan dan “pembiaran” agar penjajahan itu terus berlanjut. Jika Palestina memang merdeka dan tidak terjajah, maka hal itu tentu tidak akan terjadi. Yang juga dijadikan motif untuk membela penjajah Israel adalah adanya golongan Palestina pemberontak, radikal, teroris (seperti yang mereka namakan) yang mana jelas sekali itu merupakan siasat penjajah untuk melegalkan tindakan mereka (hal itu merupakan bukti bahwa memang benar ada penjajahan di Palestina) karena tidak mungkin suatu kelompok atau golongan dapat menguasai dan mengambil kendali sebuah negara yang kuat dan merdeka.

Pada akhirnya janji Allah pasti akan terlaksana, cepat atau lambat akan datang suatu hari yang mana Allah akan membebaskan Masjid Al-Aqsha dan setiap jengkal tanah Palestina. Tapi yg lebih penting dari itu semua adalah bagaimana melaksanakan kewajiban kita dalam mendukung Palestina, dengan cara tetap istiqomah dalam berbuat taat kepada-Nya, menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan (yang tentunya menjadi sebab banyaknya musibah di muka bumi ini), juga terus menerus bersimpuh di hadapan pintu-Nya untuk meminta yang terbaik.

Kita juga harus serius dalam membangun tanah air kita, membuat negara kita maju dan bangkit, juga menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang maju, mandiri serta bermartabat dalam segala bidang. Dalam pertaniaan, budaya, ekonomi, persenjataan, keilmuan, dll. Semua dari kita menjalankan tugas dan kewajibannya dari tempatnya masing-masing.

Kita juga harus meluhurkan tujuan dan cita-cita anak-anak kita, memberikan mereka edukasi tentang permasalah Palestina dan Masjid Al-Aqsha. Juga menanamkan dalam diri mereka kepedulian dan kecintaan terhadap Masjidil Aqsha, juga kepedulian untuk membebaskannya dari tangan para penjajah. Sebagaimana kita juga wajib menyebarkan edukasi tentang apa yang sebenarnya terjadi di Palestina dengan berbagai media dan bahasa, juga mendokumentasikannya semampu kita. Kita juga harus membantu mereka dengan menyalurkan donasi melalui lembaga-lembaga yang terpecaya dan tidak terpolitisir seperti UNRWA (The United Nations Relief and Works Agency), dll. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 19 Mei 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Habib Ali Al-Jufri

Penerjemah: Sayid Machmoed BSA

Editor: Hakim