11 Syawal 1374 H Mengenang Wafatnya KH Hasan Sepuh Genggong Probolinggo

 
11 Syawal 1374 H Mengenang Wafatnya KH Hasan Sepuh Genggong Probolinggo
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Syekh Hasan Genggong atau Kiai Hasan Genggong atau Kyai Hasan Sepuh. Nama lengkapnya adalah al-Arif Billah Asy-Syaikh Haji Asy-Syarif Muhammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoyiduddin Al Qodiri Al Hasani Quddasallahu Sirruhu  (lahir di Sentong, Krejengan, Probolinggo, 27 Rajab 1259 H / 23 Agustus 1840 M dan meninggal di Genggong, 11 Syawal 1374 H / 1 juni 1955 M), adalah seorang guru sufi yg terkenal sbg salah satu Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah.

Beliau salah satu Mursyid dari tatanan Naqsyabandi dan pendiri Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah adalah cabang dari tarekat Naqsyabandiyah yaitu perpaduan dari dua buah tharekat besar, penyatuan dua sanad tarekat, yaitu Thariqah Naqsyabandiyah dan Thariqah Ali Ba 'Alawiyah, Beliau juga terkenal sbg salah satu Wali Quthub di Indonesia. Beliau merupakan seorang Ulama dari para Wali dan seorang Wali dari para Ulama.

Kiai Hasan Genggong, begitu dikenal luas, salah satu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo ini, merupakan sosok panutan di zamannya. Kealiman dan kewalian Kiai Hasan tak diragukan lagi. Bahkan, pengasuh kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong ini juga dikenal sbg wali kutub.

Ulama besar sufi

Beliau termasuk 'Arif kamil dalam sufisme dan ma'rifat. Para ulama yg menguasai hikmah spiritual, banyak yg menggali dari ladang ilmunya, adalah seorang ulama Indonesia yg terkenal.

Beliu adalah Kholifah kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong dan intelektual yg produktif menulis kitab, yg meliputi bidang2 fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Salah satu karyanya adalah kitab Nadham Safinatun Najah.

Keluarga Alawiyyin

Beliau berasal dari keluarga Alawiyyin dari marga Al Qodiri Al Hasani yg merupakan keturunan dari Sultanul Awliya al-Quthub al-Kabir Syekh Abi Muhammad Muhyidin Abdul Qadir al-Jailani, keturunan Hasan bin Ali, Beliau menerima sebagian besar pendidikan sufi awal dari gurunya, Syekh Jazuli. Beliau dilatih dalam semua perintah tasawuf dan diberi izin untuk memulai dan melatih pengikut dalam Tarekat Naqshbandi.

Sebelum Kelahiran

Keistimewaan Kiai Hasan Genggong sudah tampak sejak ia masih di dalam kandungan sang ibu. Ketika hamil sang ibu bermimpi menelan bulan, mimpi itu diartikan jika kelak anak dalam kandungannya akan menjadi orang yg mulia.

Sementara itu, Kiai Syamsuddin ayahnya, yg lebih akrab disapa Kiai Miri adalah seorang pembaca sejarah Nabi dan para Wali, juga mengalami hal unik serupa sang istri. Suatu ketika, Kiai Syamsuddin mengisi ceramah di desa lain dan pulang larut malam.

Di jalan mendaki, Kiai Syamsuddin melihat cahaya dari kejauhan memancar dari arah timur. Rupanya, sinar itu berasal dari rumahnya. Saat sang ayah sampai rumah, Kiai Hasan Genggong rupanya sudah lahir.

Kelebihan sejak kecil

Dalam diri KH Hasan Genggong telah nampak adanya kelebihan2 sejak kecil dari saudara2nya serta kerabat2nya. Sifat2 yg melekat tidak terdapat pada diri saudara2 dan kawan2nya. Sikap sopan, tawadhu’, ramah tamah pada semua pihak, dermawan, cerdas pikirannya, cepat daya tangkap hafalannya serta teguh daya ingatannya, merupakan sifat yg memang dimiliki oleh beliau sejak kecil lebih2 sikap qana’ah (menerima apa adanya).

Di masa mudanya, KH Hasan Genggong pernah mengenyam pendidikan baik di dalam negeri dan di luar negeri, diantaranya; Pondok Pesantren Sentong, Krejengan dibawah asuhan KH. Syamsuddin, Pondok Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH. Mohammad Tamin, Pondok Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil dan selama 3 tahun di Mekkah Al Mukarramah.

Dalam proses menempuh jenjang pendidikan itu muncul kebiasaan yg tidak lazim dari dalam diri KH Hasan Genggong. Kebiasaan bangun malam hingga tembus menjelang Subuh. Kebiasaan tsb dimanfaatkan untuk melakukan solatullail antara lain Sholat Tahajut, Sholat Hajat. Kebiasaan ini dilaksanakan secara istiqomah setiap hari.

Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba'alawiyah

Thariqah Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah atau Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawi adalah cabang dari tarekat Naqsyabandiyah yaitu perpaduan dari dua buah tharekat besar, penyatuan dua sanad tarekat, yaitu Thariqah Naqsyabandiyah dan Thariqah Ali Ba 'Alawiyah yg didirikan oleh Syekh Hasan Genggong di Genggong (kompleks). Keberadaan tarekat ini berpusat di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Indonesia Dan termasuk tarekat yang mu'tabarah (diakui keabsahannya).

Syekh Hasan Genggong q.s merupakan penerus Syekh Jazuli q.s, ini mungkin bisa dianggap sbg penanda pengikutnya kelak disebut pejalan thoriqoh Naqsyabandiyah Ali Ba'alawiyah, yg ajarannya didapat dari Syeikh Muhammad Mudzhar Al-Ahmadi Qs., yg ujungnya berasal dari Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu, diperoleh dari Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Sedangkan Tarekat Ali Ba 'Alawiyah atau Tarekat Bani Alawi adalah sebuah metode, sistem atau cara tertentu yg digunakan oleh Bani Alawi dalam perjalanannya menuju Allah SWT. Dan Tarekat Alawi ini mereka warisi dari leluhurnya yg tiada lain adalah anak cucu Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Kholifah Kemursyidan

Dalam mengembangkan ajaran Tarekat, Kiai Hasan Genggong memiliki banyak penerus khalifah Mursyid yang dilatih dalam semua perintah tasawuf dan diberi izin untuk memulai dan melatih pengikut dalam Tarekat Naqshbandi, Ada 4 yang diketahui antara lain:

  1. Syekh Tuqi al-Bujuri
  2. Syekh Chozinudin Aẓamāt Khān al-Kraksani
  3. KH. Salman al-Farisi Betohgeje
  4. KH. Asmuni Karang Duwek

Santri awal Mbah Kholil

Menurut Kiai Hasan Saiful Islam (wafat 17 Oktober 2020 M), Almarhum Kiai Hasan sepuh adalah salah satu santri angkatan pertama Kiai Kholil, Bangkalan, Madura. “Pada tahun 1860, almarhum ikut membantu mendirikan pondoknya Kiai Kholil,” terangnya.

Saat beliau menjadi santri Kiai Nawawi Banten di Mekkah, Kiai Hasan Genggong bermimpi Rasulullah. Dalam mimpinya, beliau memohon agar Nabi Muhammad SAW menginjak kepalanya, sbg andalan kelak di akhirat. “Rasul bersedia menginjak kepala Almarhum Kiai Sepuh,” jelas Non Beng.

Spiritualis Berdirinya NU

Di kalangan ulama sepuh NU, Kiai Hasan Genggong senantiasa dijadikan sbg sosok yg selalu diminta nasihat dan pertimbangan persoalan jam’iyah dan umat. NU didirikan melalui tahapan proses musyawarah alim ulama, istikharah para ulama dan stempel pada ahli mukasyafah seperti Mbah Kholil Bangkalan, Kiai Hasan Genggong dan ulama kekasih Allah yg lain. Prosesnya memakan waktu berbulan2, sampai benar2 siap lahir batin.

Saat proses awal pendirian NU, Kiai Hasan Genggong juga diminta pendapat dan nasihat oleh almarhum Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah, KH As’ad Syamsul Arifn dan para pendiri NU lain atas rekomendasi dari syaikhona Kholil Bangkalan dan hadratus syeikh KH. Hasyim Asy’ari. Kiai yang dikenal juga dgn sebutan KH Hasan Sepuh ini dikenal sbg sosok ulama zuhud, sehingga tidak heran bila selalu menjadi tempat rujukan ketika ulama pendiri NU akan mengambil keputusan.

Ketika NU lahir tahun 1926, pada saat bumi Nusantara masih dicengkeram penjajah Belanda, Kiai Hasan Genggong menjadikan pesantrennya sbg basis perjuangan kemerdekaan. Sosoknya memang bermental baja, percaya diri, ditakuti oleh penjajah dan dikenal apa adanya. Segala bujuk rayu dan siasat Belanda tak mampu menembus hatinya.

Pada tahun 1952, Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ (NU) keluar dari partai masyumi, yg ketika itu mewadahi organisasi massa islam. Kiai Asnawi, Putra Kiai Sepuh, kecewa terhadap Kiai2 NU karena keluar dari barisan islam yaitu masyumi. Lalu Kiai Asnawi protes kepada Kiai Sepuh dan bahkan Kiai Asnawi menyatakan akan keluar dari NU. “jangan kecewa kepada NU nak, jangan keluar. NU adalah Jam’iyah yang diridhoi (Allah)” dawuh Kiai Sepuh seperti yg ditirukan oleh KH Moh Hasan Saiful Islam.

Kiai Hasan Genggong pernah menyatakan bahwa berjuang ikhlas di NU akan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Insyaallah

من اعان نهضةالعلماء، فقد سعد فى الدنيا والأخرة

“Barangsiapa yg menolong (berjuang ikhlas) NU, maka hidup beruntung di dunia dan di akhirat.”

Penjajahan Belanda

Pada jaman penjajahan Belanda, Kiai Sepuh pernah didatangi tamu Van Der Plas dan rombongan, dalam buku sejarah dia pernah menjabat sbg Gubernur Jawa Timur di era penjajahan Belanda, Van Der Plas sempat minta didoakan oleh Kiai Sepuh saat bertamu dan Kiai Sepuh mendoakannya.

Kiai Hasan Saifouridzall yg melihat hal tersebut merasa aneh dan bertanya pada Kiai Sepuh, beliau menjawab doa tsb adalah doa qunut. “Doa qunut ini tujuannya agar Van Der Plas dan rombongannya mendapat hidayah,” jelas Non Beng.

Sebagai ulama yg saban hari menerima keluh kesah masyarakat maka beliau dengan tegas selamanya bersikap non cooperation (Uzlah) dgn pihak pemerintah India-Belanda. Oleh karenanya, segala unsur yg berbau penjajah ditolak dan dilarang oleh beliau. Betapapun kondisi fisik beliau pada saat2 memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Al Marhum tetap berusaha menghadiri rapat2 akbar di pelosok2 tanpa mengenal payah.

Begitu juga pada masa penjajahan Jepang, beliau dgn sikap tegas melawannya. Ketika itu musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok genggong. Ditambah lagi keganasan serdadu Jepang mengumbar nafsu merampasi kekayaan yg ada pada masyarakat. Peristiwa yg cukup rumit ini, menyebabkan penderitaan kekurangan pangan terhadap penduduk di sekitar Genggong.

Tuhan Maha Pengasih dan Maha penyayang. Dan kasih sayang Tuhan yg di salurkannya lewat KH Hasan Genggong. Sebab tidak jauh dari kediaman beliau telah diketemukannya sejenis tumbuhan yg berbentuk bulat2 di sawah yg dinamakan anggur bumi. Buah anggur bumi inilah yg akhirnya menjadi pelepas haus dan makanan masyarakat. Anehnya, walaupun anggur itu berulangkali di ambil malah bertambah banyak. Karna masyarakat benar2 merasakan manfaatnya, maka merekapun bersyukur dan berterimakasih kepada beliau.

Perjuangan Kemerdekaan

Perjuangan KH Hasan Genggong melawan penjajah mengembara hingga detik2 kemerdekaan bangsa Indonesia. Sinyal kemerdekaan itu jauh sebelumnya telah dirasakan oleh beliau. Hal ini menjadi jelas ketika beliau memerintahkan kepada putranya yg bernama K. Nasnawi (wafat), untuk membentuk barisan perjuang dengan nama “Anshorudinillah”, sbg barisan untuk memepertahankan Negara Agama. Dan ini terbukti. Sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan, Abd. Karim, untuk menjadikan barisan tsb sbg pasukan inti digaris depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama Anshorudinillah itu diganti menjadi “Barisan Sabilillah”. Barisan Sabilillah ini kemudian dikirim ke tulangan Sidoarjo antara lainnya di dalam barisan tsb terdapat Non Akhsan dan Lora Sufyan.

Dalam situasi yg gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yg datang kepada beliau untuk memohon do’a restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yg akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta ini. Lebih2 disaat berkobarnya api perjuangan menghadapi aksi penjajah Belanda dalam class I dan II. Pondok Genggong juga dijadikan sbg kubu pertahanan gerilyawan2. Disini KH Hasan Genggong memberikan gemblengan kepada santri2nya memberikan santapan bathin serta mendo’akan bagi gerilyawan2 demi keselamatan mereka.

Suatu ketika, ada seorang ulama yg sowan, berniat tabayun mengenai hukum melawan penjajah. Belum sempat pertanyaan diajukan, Kiai Hasan Genggong menggunakan peci hitam dan membawa keris (hal yg sangat jarang dilakukan), dan si tamu tsb dgn bangga merasa sudah menemukan jawaban, tanpa harus mengajukan pertanyaan.

Welas Asih

Kiai Hasan Sepuh, sapaan akrab beliau, mempunyai budi pekerti yg sangat tinggi serta welas asih. Tak hanya kepada sesama manusia, Kiai Hasan juga memberikan kasih sayangnya kepada makhluk lain seperti binatang. 

Berdasarkan situs resmi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, diungkapkan bahwa banyak kisah yg umum di masyarakat tentang kasih sayang dan akhlak Kiai Hasan. Salah satunya, saat Kiai Hasan bepergian ke suatu daerah, beliau mendapati ada semut angkrang di bajunya. 

Mendapati itu, Kiai Hasan Sepuh meminta kusir delmannya berhenti. Kiai Hasan Sepuh berpikir sejenak di mana kira2 semut itu bisa menempel dibajunya.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya Kiai Hasan meminta kusirnya mengembalikan semut itu ke tempatnya semula, yakni ke tempat di mana mereka berhenti sebelumnya.  

Ternyata, jarak tempat itu sekitar tiga kilometer dari tempat Kiai Hasan Sepuh berada. Alasannya sederhana, khawatir sanak keluarga dari semut itu kebingungan. Itulah kasih sayang yg ditunjukkan Kiai Hasan kepada semut, apalagi ke manusia.

Isyarat wafat

Saat mengisi pengajian kitab tafsir di bulan puasa pada tahun 1955, Kiai Sepuh mengatakan bahwa santri kembali ke pondok Genggong kala itu diganti tanggal 10 Syawal yang biasanya tanggal 15 Syawal karena menurut Kiai Hasan Genggong tanggal 11 Syawal akan ada pengajian besar. “Ternyata pada pada tanggal 11 Syawal tsb Kiai Sepuh wafat, Beliau wafat ditengah2 santri yg sudah kembali ke pesantren,” jelas Non Beng.


Sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik