Anjuran Menampakkan dan Menceritakan Amal Baik ke Publik

 
Anjuran Menampakkan dan Menceritakan Amal Baik ke Publik
Sumber Gambar: istockphoto, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Rata-rata orang akan bilang, "Ibadah itu tidak perlu di pamerkan ke publik!" Karena menurutnya ibadah cukuplah dia dan Allah SWT yang tahu. Lalu ada yang juga berkata, "Masak, baca Al-Qur'an, shalat dan belajar harus diumbar ke sosial media!?" Bahkan kalau dipamerkan, menurutnya hal itu justru dapat menghilangkan semua pahal karena dianggap tidak ikhlas dan hanya ingin pamer semata.

Pada dasarnya memahami persoalan tersebut tidak bisa sesederhana itu. Justru kita terkadang haram, lebih utama, atau bahkan wajib untuk menampakkan dan menceritakan semua amal ibadah kita ke publik. Semua itu berangkat dari ayat Al-Qur'an Surat Ad-Duha yang memerintah untuk menceritakan nikmat Tuhan.

Allah SWT berfirman:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka sampaikanlah (dengan bersyukur)." (QS. Ad-Duha: 11)

Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna dari lafadh "nikmat" dalam ayat itu. Menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya Mafatih Al-Ghaib, beliau mengatakan bahwa seharusnya amal baik itu diceritakan kepada publik agar manusia bisa menirunya. Dan pendapat ini banyak disetujui juga oleh banyak mufassir yang lainnya.

Mengenai hal itu, Imam Fakhruddin Ar-Razi menyitir Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berikut ini:

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيْلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيْرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ، وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ

"Barang siapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit maka dia tidak mensyukuri nikmat yang besar. Sedangkan menceritakan nikmat Allah merupakan bentuk syukur kepadanya. Dan barang siapa yang tidak menceritakannya, maka ia di anggap kufur terhadap nikmat Allah SWT. Dan hidup berjamaah itu adalah rahmat, sedangkan perpecahan adalah petaka."

Namun perkataan orang-orang itu tidak semuanya salah dan tidak juga semuanya benar. Karena seperti apa yang sudah di jelaskan di atas bahwa hal itu terkadang haram, tapi terkadang juga lebih utama bahkan wajib untuk diceritakan.

Berikut penjelasan Imam Abdul Wahhab As-Sya'rani dalam kitabnya Lathaiful Minan wal Akhlaq fi Wujub At-Tahadduts bi Ni'matillah 'alal Ithlaq. Kitab ini menjelaskan tentang nikmat-nikmat Allah yang wajib untuk diceritakan kepada publik.

Menurut beliau, berdasarkan ayat Al-Qur'an Surah Ad-Duha itu, manusia terbagi menjadi tiga bagian dalam menyikapi nikmat Allah SWT.

Pertama, adalah mereka yang sama sekali tidak di perbolehkan untuk menceritakan amal baiknya. Yaitu orang-orang awam yang nantinya mereka akan merasa riya' dan sombong dengan amal baiknya.

Kedua, adalah mereka yang hukumnya lebih utama untuk menceritakan amal baiknya. Yaitu orang-orang yang tidak akan merasa riya' atau sombong. Hanya saja mereka merasa takut riya' atau sombong jika menceritakannya.

Ketiga, adalah orang-orang yang wajib baginya untuk menceritakan amal baiknya. Yaitu orang-orang yang sudah sampai pada maqam atau kedudukan tinggi (Al-'Arif Billah) di mana mereka sama sekali tidak akan merasa riya' atau sombong jika menceritakannya.

Lalu pada akhir pembahasannya, beliau menyimpulkan:

فَعُلِمَ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى صَاحِبِ هَذَاالْمَقَامِ إِظْهَارُ جَمِيْعِ نِعَمِ اللهِ عَلَيْهِ، وَالتَّحَدُّثُ بِهَا وَعُلِمَ أَيْضًا أَنَّ كُلَّ مَنْ لَمْ يَصِلْ إِلَى هَذِهِ الْحَالَةُ الثَّالِثَةُ فَكِتْمَانُ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَالْأَخْلَاقِ الْحَسَنَةِ فِي حَقِّهِ وَاجِبٌ أَوْ أَوْلَى خَوْفًا عَلَيْهِ مِنْ دُخُوْلِ الْأَفَاتِ

"Kendati demikian, wajib bagi manusia yang sudah sampai pada maqam ini (maqam ketiga) untuk menampakkan dan menceritakan semua nikmat Allah. Begitu juga wajib bagi manusia yang belum sampai pada maqam ini (maqam pertama) untuk tidak menceritakan nikmat-Nya. Sedangakan untuk maqam kedua, baginya lebih utama untuk tidak menceritakannya karena khawatir akan merasa sombong."

Kenapa harus diceritakan? Kenapa harus di umbar? Karena dengan itu orang lain akan mengambil manfaat dan pelajaran, agar orang lain dapat meniru kebaikan-kebaikan yang ditampakkah itu. Agar orang lain dapat menyampaikan kembali kebaikan itu pada orang lain juga. Minimal, agar orang lain senang pada orang yang berbuat kebaikan. Atau setidaknya itu bermanfaat untuk diri kita sendiri, istri dan anak cucu kita kelak. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 27 Mei 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ahmad Mu'afi Jazuli

Editor: Hakim