Tujuan dan Pandangan Ulama tentang Doa

 
Tujuan dan Pandangan Ulama tentang Doa
Sumber Gambar: ilustrasi doa/RODNAE Productions/Pexels/Laduni.id

Laduni.ID Jakarta – Tujuan berdoa adalah memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT, agar selamat dunia akhirat, untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT, dan meminta perlindungan Allah dari setan yang terkutuk.

Orang yang sedang berdo’a kepada Allah SWT. itu tujuan utamanya adalah bukan hanya sekedar mengajukan permohonan atau pun permintaan saja kepada Allah SWT., akan tetapi tujuan utamanya adalah menyerahkan segala perkara itu hanya kepada Allah SWT. serta-rela untuk menerima atas pembagian Allah SWT, tidak merasa kurang atau pun merasa kecil, serta tidak meminta apa yang bukan menjadi haknya.

Dan sesungguhnya Allah SWT. mengharapkan kepada hamba-Nya dikala berdo’a atau bermunajat itu adalah adab kesopanan atau pun budi pekerti seorang hamba.

Baca Juga: Hukum Berdoa dengan Permohonan yang Mustahil Tercapai

Dalam hal semacam ini adalah bagaikan seorang majikan akan memenuhi segala kebutuhan atau keperluan dari budak nya, jika si budak atau pembantunya itu telah menyerahkan sepenuhnya kepada majikannya.

Demikian halnya dengan Allah SWT., akan memenuhi segala hajat hamba-Nya jika hamba itu mau menyerahkan secara bulat-bulat kepada kekuasaan Allah SWT. serta tidak mau minta-minta apa yang bukan menjadi hak milik dari si hamba tersebut.

Berdo’a merupakan suatu kebutuhan rohani yang sangat diperlukan oleh manusia di dalamkehidupan di dunia, lebih ketika si hamba itu saat ditimpa suatu musibah atau kesusahan.

Orang yang sedang berdo’a kepada Allah, merasa bahwa antara hamba dan Allah SWT. itu tidak ada lagi hijab atau dinding yang menghalangi, sebab memang seharusnya demikian bahwa orang yang berdo’a kepada Allah SWT. itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalang-halanginya.

Di samping itu do’a juga berfungsi sebagai alat komunikasi antara hamba dengan Allah SWT., manusia yang berdo’a dan Allah jualah yang mengabulkannya.

Dalam qadla’ dan qadar Allah, telah tertulis kehidupan manusia, hanya melalui do’a sajalah yang dapat mengubah tulisan tersebut demi untuk memperbaiki akan nasib yang telah tertulis tersebut.

Baca Juga: Bolehkah Mengubah Doa Dari Rasulullah Saw, Inilah Jawabannya

Adapun kegunaan dari do’a itu adalah sangat banyak sekali, antara lain yaitu dapat menguatkan iman, menenangkan hati juga menjernihkan hati, menghilangkan rasa putus asa, mengurangi hati yang sedang gundah-gulana, menggiatkan dalam bekerja, menambah kegemaran dalam beribadah demi untuk meningkatkan amal sholeh, membuat mudah di dalam mendapatkan rizqi, membuat adat dan juga akhlak lebih baik, membuat orang jadi lebih sabar, menghilangkan was-was dalam hati, menyembuhkan penyakit, membuat hubungan antara hamba dengan Allah itu tambah lebih dekat, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Karena begitu pentingnya do’a, maka sudah menjadi amalan yang sangat tetap bagi seorang hamba, kapan saja, di mana saja berada, maka selalu memanjatkan do’a itu hanya kepada Allah SWT.

Memohon pertolongan di dalam mencari rizqi yang halal, memohon ampunan dari segala macam dosa, memohon keselamatan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Agar dijadikan atau dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang sholeh- sholeh.

Pendangan Ulama tentang Doa

1. Jika Anda berkata, ‘Apa faedahnya doa, sedangkan qadha (putusan takdir) itu tidak bisa ditolak?’, maka ketahuilah bahwasanya termasuk bagian dari qadha adalah menolak bala (petaka) dengan doa. Jadi doa itu merupakan penyebab untuk menolak bala dan untuk menghadirkan rahmat, sebagaimana sebuah tameng yang menjadi penyebab untuk menghalau anak panah, dan air yang menjadi penyebab tumbuhnya tanaman. Maka sebagaimana tameng itu menolak panah, yang berarti saling mendorong, begitu pula antara doa dan bala. (Al-Ihya, 1/328).

2. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Doa itu adalah satu penyebab yang bisa menolak bala. Jika doa lebih kuat darinya maka ia akan mendorongnya, dan jika penyebab bala yang lebih kuat maka ia akan mengusir doa. Karena itu diperintahkan ketika ada gerhana dan bencana besar lain untuk shalat, berdoa, beristighfar, sedekah dan memerdekakan budak. (Al-Fatawa, 8/193)

3. Ibnul Qayyim berkata, “Doa termasuk obat yang paling bermanfaat, ia adalah musuh bala, ia mendorongnya dan mengobati, ia menahan bala atau mengangkat atau meringankannya jika sudah turun.”

Baca Juga: Doa Bersama Antar Umat Beragama

4. Ibnul Jauzi berkata, “Ketahuilah bahwa doa orang mukmin itu tidak akan ditolak, hanya saja terkadang yang lebih utama baginya itu diundur jawabannya atau diganti dengan yang lebih baik dari permintaannya, cepat atau lambat.” (Fathul Bari, 11/141)

5. Ibnul Qayyim berkata, “Termasuk penyakit yang menghalangi terkabulnya doa adalah tergesa-gesa, menganggap lambat pengabulan doanya sehingga ia malas untuk berdoa lagi. Padahal bisa jadi antara doa dan jawabannya memerlukan waktu 40 tahun, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas.” (Abu Laits As-Samar-qandi dalam Tanbihul Ghafilin)

6. Syaikh Al-Mubarak Furi mengatakan bahwa Syaikh Al-Qari berkata, “Yang dimaksud dengan kalimat tersebut adalah tidak melihat hasil doa saya. Terkadang merasa doanya lambat dikabulkan atau putus asa dari berdoa dan keduanya tercela. Perlu diketahui, ada waktu tertentu untuk terkabulnya doa, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa doa Musa dan Harun agar Fir’aun dihancurkan oleh Allah baru terkabul setelah empat puluh tahun. Adapun berputus asa dari rahmat Allah tidak akan terjadi kecuali atas orang-orang kafir.” [Mura’atul Mafatih 7/348]

7. Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa di dalam hadits di atas terdapat etika berdoa yaitu terus mengajukan permohonan dan tidak berputus asa dalam berdoa sebab demikian itu merupakan bagian dari sikap ketundukan dan penyerahan diri kepada Allah serta merasa membutuhkan Allah, oleh karena itu sebagian ulama salaf berkata, “Kami lebih takut dihalangi untuk berdoa daripada dihalangi terkabulnya doa.”

8. Imam Ad-Dawudi berkata, “Dikhawatirkan orang yang mengatakan bahwa dia selalu berdoa tetapi tidak dikabulkan maka doanya benar-benar tidak dikabulkan, atau benar-benar tidak dikabulkan penangguhan siksa akhirat atau pengampunan dosa-dosanya.”

Wallahu A’lam

---------
Editor: Nasirudin Latif