Kembali ke Ulama untuk Belajar dan Memahami Al-Qur’an dan Hadits

 
Kembali ke Ulama untuk Belajar dan Memahami Al-Qur’an dan Hadits
Sumber Gambar: ilustrasi Al-Qur’an dan Hadits/GR Stocks/Pexels/Laduni.ID

Laduni.ID Jakarta – Kita akan sulit sekali nantinya jika hanya mengandalkan semangat “Kembali ke Al-Quran dan Sunnah” tanpa ada bimbingan mereka yang memang mengerti betul tentang syariah. Dan rasanya slogan “Kembali ke Al-Quran dan Sunnah” itu juga mesti diluruskan.

Redaksi kalimatnya berubah menjadi “Kembali ke Ulama”. Karena sejatinya kembali kepada ulama itu juga kembali kepada Al-Quran dan sunnah yang sesungguhnya. Kita tidak bisa dengan gampang memahami teks ayat dan hadits tanpa bimbingan dan tuntunan mereka yang memang mengerti.

Jadi satu-satunya jalan ialah mengikuti mereka kalau memang kita tidak tahu. Karena ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi itu bukanlah seperti teks bahasa arab biasa yang jika sudah ditemukan terjemahannya maka langsung bisa dipahami. Tidak begitu!!

Baca Juga: KH Mohammad Said Sang Kiai Low Profile, yang Jadi Delegasi Ulama ke Rusia

Kalau memang bisa dengan bebas dipahami, lalu buat apa sejak 13 abad yang lalu, para ulama salaf bersusah payah mengerahkan pemikiran dan tenaga, dalam menulis Tafsir Al-Qur’an dan juga kitab-kitab syarah (penjelasan) hadits.

Menggiring Kalangan Awam

Kalangan awam semacam ini menurut ustadz tertentu, terus menggiring mereka, agar dalam beragama tidak perlu mengikuti petunjuk ulama, tidak usah taat pada para kyai, dan bahkan mengharamkan mengikuti ulama madzhab seperti al-Imam Abu Hanifah rahimahullah (wafat 14 Juni 767 M / 8 Jumadal Awwal 150 H Bagdad, Irak), al Imam Malik bin Anas (wadat 179 H / 795 M Jannatul Baqi' Madinah), al-Imam al-Syafi'i (wafat 4 Sya'ban 204 H / 20 Januari 820 M, Fustat, Mesir) dan al Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 11 Rabbi'ul Awwal 241 H / 2 Agustus 855 M, Bagdad, Irak), padahal keeempatnya termasuk ulama salafus sholeh, masa hidup para imam madzhab ini lebih dekat dengan masa sahabat dan masa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam yg merupakan sebaik-baik masa.

Kualitas minimal seorang Imam Madzhab diatas hafal Al Qur’an dan menguasai 500 ribu hadits. Para Imam Madzhab boleh dikata hidup 2-3 generasi setelah Nabi. Jadi ajaran Islam masih relatif murni. Belum terlalu menyimpang. Jadi, mereka mengatakan bahwa taqlid itu haram secara mutlak dan bermadzhab itu bid'ah.

Para Imamnya madzab sendiri, baik Imam Ibnu Hanifah, Imam Malik, Imam As Syafi’i serta Imam Ahmad sama-sama memiliki periwayatan hadits musnad. Imam Abu Hanifah memiliki musnad Abu Hanifah yang dikumpulkan oleh Al Hafidz Abu Muhammad Al Haritsi. Imam Malik memiliki Al Muwaththa’. Sedangkan Imam As Syafi’i memiliki Al Umm yang disamping merupakan kitab fiqih juga kitab hadits yg beliau riwayatkan, juga Musnad As Syafi’i yang dikumpulkan oleh Imam Al Muhaddits Abu Al Abbas Al Asham. Sedangkan Imam Ahmad juga memiliki musnadnya yg masyhur.

Baca Juga: Hukum Bermazhab

Ulama Salaf Bermazhab

Jika dikaji lebih dalam, ulama-ulama hadits mayoritas bermazhab, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam Ibnu Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim rahimahumullah. Semuanya bermazhab Mazhab Syafi’ii.    

A. Madzhab Hanafi   
    a. Imam As-Sarakhsi   
    b. Imam Al-Kasani   
    c. Imam Az- Zaila’i   
    d. Imam Ibnul Humam   
    e. Imam Ibnu Nujaim   
    f. Imam Ibnu Abidin, dan lain2

B. Madzhab Maliki   
    a. Imam Ibnu Abdil Barr   
    b. Imam Ibnu Rusyd   
    c. Imam Al-Qarafi   
    d. Imam Ar-Ru’aini, dan lain-lain  

C. Madzhab Syafi’iy   
    a. Imam Al-Mawardi   
    b. Imamul Haramain Al-Juwaini   
    c. Imam Al-Ghazali   
    d. Imam Asy-Syairozi   
    e. Imam Ar-Rafi’i   
    f. Imam An-Nawawi   
    g. Imam Ibnu Katsir   
    h. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani   
    i. Imam Zakaria Al-Anshari   
    j. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami   
    k. Imam As-Suyuti   
    l. Imam Taqiyuddin Al-Hisni   
    m. Imam As-Syirbini   
    n. Imam Ar-Romli, dan lain-lain   

D. Madzhab Hanbali   
    a. Imam Al-Khiraqi   
    b. Imam Ibnu Qudamah   
    c. Imam Al-Mardawi   
    d. Imam Ibnu Taimiyah   
    e. Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah   
    f. Imam Ibnu Muflih   
    g. Imam Al-Buhuti, dan lain-lain

Ulama Huffadh Hadits Bermazhab

Madzhab empat sendiri di dalamnya amat banyak para huffadz hadits. Dimulai dari madzhab Imam Abu Hanifah, sebagian hufadz hadits dalam madzhab ini antara lain Al Hafidz Abu Bishr Ad Dulabi, Al Hafidz Abu Ja’far Ath Thahawi, Al Hafidz Ibnu Abi Al Awwam As Sa’di, Al Hafidz Abu Muhammad Al Haritsi, Al Hafidz Abdul Baqi, Al Hafidz Abu Bakr Ar Razi Al Jashas, Al Hafidz Abu Nashr Al Kalabadzi, Al Hafidz Abu Muhammad As Samarqandi, Al Hafidz Syamsuddin As Saruji, Al Hafidz Quthb Ad Din Al Halabi, Al Hafidz Alauddin Al Mardini, Al Hafidz Az Zaila’i, Al Hafidz Mughulthai, Al Hafidz Badruddin Al Aini, Al Hafidz Qasim bin Quthlubugha. Syaikh Anwar Zahid Al Kuatsari dan Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menyebutkan 150 ulama hufadz dan muhadits madzhab Hanafi rahimahumullah (lihat, kitab Fiqh Alhul Iraq wa Haditsuhum, hal. 60-82).

Baca Juga: Mazhab Medsos

Sedangkan dalam madzhab Maliki sendiri, pengikutnya yg merupakan hufadz hadits antara lain Al Hafidz Hussain bin Ismail Al Qadhi, Al Hafidz Al Ashili, Al Hafidz Ibnu Abdil Barr, Al Hafidz Abu Walid Al Baji, Al Hafidz Ibnu Al Arabi, Al Hafidz Abdul Haq, Al Hafidz Qadhi Iyadh, Al Hafidz Al Maziri, Al Hafidz Ibnu Rusyd, Al Hafidz Abu Qashim As Suhaili rahimahumullah dan lainya.

Adapun dalam madzhab As Syafi’i para hufadznya antara lain adalah Al Hafidz Ad Daraquthni, Al Hafidz Al Baihaqi, Al Hafidz Ibnu Asakir, Al Hafidz Ibnu Daqiq Al Ied, Al Hafidz Ad Dimyathi, Al Hafidz Al Mundziri, Al Hafidz Taqiyuddin As Subki, Al Hafidz Al Mizzi, Al Hafidz Adz Dzahabi, Al Hafidz Ibnu Katsir, Al Hafidz Al Haitsami, Al Hafidz Al Iraqi, Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Hafidz As Suyuthi rahimahumullah dan lainnya.

Dalam madzhab Hanbali, para hufadz haditsnya antara lain Al Hafidz Abdul Ghani Al Maqdisi, Al Hafidz Ibnu Al Jauzi, Al Hafidz Ibnu Qudamah, Al Hafidz Abu Barakat Ibnu Taimiyah, Al Hafidz Ibnu Rajab rahimahumullah dan lainnya.

Empat ulama pendiri madzhab tersebut, hidup di masa generasi Thabi’it Thabiin. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah generasi terbaik yg direkomendasikan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam agar untuk diikuti. Sejarah juga telah membuktikan bahwa tradisi ulama salaf itu adalah taqlid atau mengikuti ajaran yang disampaikan oleh para Imam 4 Madzhab.

Baca Juga: Mazhab Syafi'i #1: Keagungan Mazhab Syafi'i

Kurang Tepat Kembali Ke Al-Qur'an Dan Hadits Secara Langsung

Jadi perkara “kembali ke Al-Quran dan Sunnah”, bukan perkara yg asal saja, yang semua orang bisa melaksanakan. Tidak cukup seorang mengatakan: “Cukuplah bagiku Al-Quran dan Hadits”, dan dia tidak mengetahui lewat jalur mana ia memahami maksud dan makna ayat serta hadist tersebut. Dan bagaimana pula ia bisa mengambil kesimpulan hukum dari ayat dan hadits tanpa merujuk kepada pendapat ulama?

Kita seharusnya sadar, bagaimana usaha serta perjuangan para imam mujtahd serta ulama-ulama terdahulu dalam menyampaikan pemahaman yang lurus tentang Al-Qur’an dan sunnah kepada kita semua. Mereka hidupkan malam-malamnya dan mereka habiskan siangnya dengan mencari dan meneliti guna mencapai sebuah pemahaman yang benar.

Kalau dikatakan: “Ulama itu juga kan manusia, bisa salah. Jadi kita kembali saja kepada Al-Quran dan sunnah”. Kalau ulama saja bisa salah, lalu siapa kita dengan pongah mengatakan pendapat anda yang paling benar. Justru kemungkinan untuk salah memahami maksud ayat dan hadits sangat besar sekali, karena kita juga manusia biasa. Bahkan, taraf keilmuan anda sangat jauh jika dibandingkan dengan ulama yang anda diskreditkan kapastitasnya sebagai ulama.

Banyak sekali para Ulama Salaf yang mengikuti ajaran para pendiri 4 madzhab tersebut. Mulai dari ulama ahli tafsir, ahli hadits dan yang lainnya. Mereka juga ulama besar yang keilmuannya diakui tapi juga mau taqlid kepada para pendiri 4 madzhab.

Kita bukan ulama kok gak mau taqlid? Malah kadang berusaha ingin menyalahkan pendapat ulama 4 madzhab. Taqlid itu tidak haram, jika taqlidnya kepada para ulama yang keilmuannya diakui sepanjang masa. Justru ini mengamalkan perintah ayat Al-Qur’an yang menganjurkan kita untuk bertanya kepada ahli ilmu.

Baca Juga: Mazhab Syafi'i #2: Hirarki Turast Mazhab Syafi'i

Jika Hanya Modal Bahasa Arab

Kalau memang memahami kedua sumber mulia itu hanya dengan bermodal bahasa Arab, tentu semua orang di negara-negara berbahasa Arab itu semuanya menjadi ulama Mujtahid. Tapi nyatanya tidak. Selain bahasa Arab, masih banyak ilmu-ilmu yang harus dikuasai, agar bisa menduduki kursi Mujtahid untuk menggali hukum dari Al-Qur'an dan sunnah. Karena itulah kita membutuhkan tangga sebagai wasilah mencapai tujuan; yakni memahami Al-Qur'an dan Sunnah, tentunya kepada ulama-ulama yang memiliki keilmuan dan sanad keilmuan hingga ke imam madzhab, sahabat dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Penutup

Hindarilah perilaku, yang diistilahkan dengan  tashoddur Qoblat ta'ahhul, yaitu berani menampilkan diri dan percaya diri, sebelum memiliki kematangan dan kecakapan dalam berilmu, yang hanya mengandalkan terjemahan dan penjelasan dari satu ustadz semata.

Wallahu a'lam bish shawab
---------
Oleh: Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi (Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik)
Editor: Nasirudin Latif