Menjaga Tiga Prinsip Keimanan

 
Menjaga Tiga Prinsip Keimanan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ada tiga prinsip keimanan dalam tataran sosial yang harus dipegang teguh oleh setiap orang agar itu tidak mengganggu dan merusak keimanannya.

Pertama, dalam Hadis shahih riwayat Abu Hurairah, “Rasulullah menerangkan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam.”

مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَو لِيَصْمُتْ

Di media sosial banyak orang yang tidak tahan untuk tidak mencaci-maki orang lain karena perbedaan pendapat, sikap politik sampai pemberian label. Padahal, ucapan baik atau diam juga dikaitkan dengan persoalan keimanan seseorang.

Jadi, jangan disangka perbuatan mencaci maki, menghina, mengeluarkan kata kasar itu tidak akan mengganggu keimanan kita, salah. Karena itu, kita harus menghormati orang lain meskipun penampilannya berbeda, sebab hal itu bisa mengganggu dan merusak keimanan kita.

Kedua, orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah menghormati tetangganya. Dalam hal ini, jika ada sebuah lingkungan yang masyarakatnya rusak, kita tidak perlu membencinya apalagi sampai tidak mau menghormati tetangga. Menghormati tetangga tidak hanya yang seagama saja. Siapapun (tetangga kita) wajib dihormati dan dimuliakan.

Jangan kemudian, semakin alim malah semakin rusak hubungannya dengan sesama manusia. Misalnya, kerap menatap orang lain dengan pandangan curiga, “makhluk berdosa yang harus masuk neraka”, ini berbahaya dan bisa mengurangi keimanan.

Ketiga, orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah memuliakan tamu. Cara kita memuliakan tamu merupakan bagian dari keimanan kita.

Oleh karena itu, kita semua agar bisa berbuat baik kepada tamu, baik tamu yang masuk ke rumah, lingkungan atau negara. Tiga hal ini menunjukkan bahwa hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan juga bagian dari aplikasi keimanan.

Dan di luar itu, kita pun jangan menghakimi keimanan orang lain apalagi hingga mengkafirkan sebab Rasulullah sudah mewanti-wanti jika ucapan kafir tidak terbukti akan kembali kepada orang tersebut.

أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا

"Siapa saja yang berkata kepada saudaranya; "Wahai Kafir" maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya." (HR. Bukhari) []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 02 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Prof. Nadirsyah Hosen

Editor: Hakim