Fakhr Al-Din Al-Razi : Sang Filsuf dan Mujaddid

 
Fakhr Al-Din Al-Razi : Sang Filsuf dan Mujaddid
Sumber Gambar: Kyai Husein Muhammad (Foto: dok Husein Muhammad))

Laduni.ID, Jakarta - Suatu saat aku diminta pendapat karya siapa yang penting untuk dibaca dan dikaji dengan serius? Aku menjawab : Imam Fakhr al Din al- Razi. Mengapa?

Al-Razi adalah tokoh pemikir dan ilmuwan Islam lain yang sangat menarik, meski kalah popular dari Ibnu Sina (Avicenna), Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Rusyd (Averoes), Ibnu Arabi, al-Hallaj atau Abu Bakar al-Razi (Razes), untuk menyebut beberapa saja. Namun seperti mereka, Fakhr al-Din al-Razi, lahir di Ray, Persia, Iran (543 H/1148 M), juga sangat controversial. Ia dipuja dan disanjung setinggi langit para pengikutnya, tetapi juga sekaligus dicaci-maki, dikutuk dan dikafirkan para pembencinya. Para pengagum al-Razi pada umumnya adalah kaum rasionalis. Beberapa di antaranya adalah Ibnu Abi Ushaibi’ah dan Syihab al-Din Suhrawardi. Sementara pengecamnya adalah kaum ahli fiqh tradisionalis dan terutama ahli hadits, semacam Syahrzuri, Ibnu Taymiyah, al-Dzhabi dan Ibnu Hajar al-Asqallani.

Yang menarik adalah Ibnu Taimiyah, pemimpin aliran salafi tekstualis itu. Meski acap mengutip pikiran-pikiran Al-Razi dalam sejumlah hal, tetapi ia juga menuduh Al-Razi sebagai kafir, musyrik dan murtad. Dia mengatakan : Dia (al-Razi) menulis buku agama orang-orang musyrik dan murtad. Dia membela mereka mati-matian”.

Kecaman Ibnu Taimiyah ini, disebabkan oleh tulisan-tulisan Razi tentang astrologi, sihir dan sejenisnya terutama bukunya ;”Al-Sirr al-Maktum fi Mukhathabah al-Syams wa al-Qamar wa al-Nujum”.

Salah seorang pengagum sekaligus muridnya, Ibnu Abi Ushaibi’aih mengatakan:
فخر الدين الرازى افضل المتأخرين وسيد الحكمآء المحدثين. قد شاعت سيادته وانتشرت  فى الافاق مصنفاته وتلا مذته
 “Fakhr al-Din adalah tokoh mutakhir paling terkemuka, pemimpin para filsuf muslim kontemporer. Kepemimpinannya meluas. Karya-karya dibaca oleh masyarakat luas dan para mahasiswanya menyebar ke perbagai penjuru dunia).

Ibnu Abi Ushaibi’ah (668 H/1270 M), adalah adalah seorang ahli kedokteran Muslim Arab dan ahli bibliografi serta merupakan Seorang ahli sejarah kedokteran pertama yang menulis sejarah kedoktoran Arab(‘Uyun al-Anba fi Thabaqat al-Athibba).

Imam Jalal al-Din al-Suyuthi, ulama Ensiklopedis dan penulis sangat produktif memasukkan Imam al-Razi sebagai “Mujaddid” (pembaru) abad VI H. Dalam puisinya ia mengatakan:
والسادس الفخر الامام الرازى     والرافعى مثله يوازى
Syaraf al-Din Ibnu Anin, seorang penyair terkemuka, menyampaikan pujian kepadanya dalam sebuah puisi yang manis:
ماتت به بدع تمادى عمرها    دهرا وكاد ظلامها لا ينجلي
فعلا به الإسلام أرفع هضبة   ورسا سواه في الحضيض الأسفل
غلط امرؤ بأبي علي قاسه    هيهات قصر عن مداه أبو علي
لو أن رسطاطليس يسمع لفظة    من لفظه لعرته هزة أفكل
ولحار بطليموس لو لاقاه    من برهانه في كل شكل مشكل
ولو أنهم جمعوا لديه تيقنوا     أن الفضيلة لم تكن للأول
Di hadapan dia, segala kesesatan lenyap
Segala kegelapan terkuak
Namanya abadi sepanjang masa
Berkat dia Panji Islam berkibar menjulang tinggi
Para tokoh besar lain tampak tak lagi berarti
Keliru besar orang yang berkata tentang Ibnu Sina
Jauh benar dia dibanding Razi
Betapa dangkal ilmu Abu Ali
Andaikata Aristoteles mendengar dia bicara
Dia merasa ditelanjangi dan dada bergetar
Bila Ptolemqeus bertemu dia
Dia akan bingung pada argumen-argumennya yang detail
Andai mereka berkumpul
Niscaya mereka yakin
Keunggulan tidak selalu orang zaman dulu

Sementara Syahrzuri (687 H), salah seorang pengkritik Razi mengatakan:
فالرجل لم يحصل شيئا من سرائر الحكماء المتألهين، ولم ينل مكنون علوم العلماء الأقدمين بل اشتغل طول عمره بجمع أقاويل الناس وتفريعها وﺗﻬذيبها وإيضاحها
Orang ini (al-Razi) tak memeroleh pengetahuan esoteris para filosof ketuhanan. Tak juga memperoleh inti pengetahuan para cendikiawan awal.  Seluruh hidupnya hanya sibuk mengumpulkan omongan orang, mengurai dan menjelaskan karya orang-orang kuno
Umumnya para ulama aliran salafi dan ahli hadits mengecam al-Razi telah melecehkan Islam bahkan menuduhnya sebagai orang yang sangat pandai mengubah-ubah teks-teks agama. Ia, sengaja melakukannya untuk menarik simpati dan dukungan penguasa dan orang asing: Tartar-Mongol.
Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa mereka; pengagum dan pembencinya sepakat menyebut dan mengakui al-Razi sebagai seorang ulama dengan talenta multidisplin (‘Alim Mausu’i). Pengetahuannya meliputi berbagai disiplin Ilmu pengetahuan humaniora dan sain: teologi, tafsir, hukum, bahasa, sastra, tasawuf, filsafat, kedokteran, fisika, astronomi,astrologi, matematika dan lain-lain. Penguasaannya atas berbagai cabang ilmu pengetahuan ini dia tulis dalam buku-bukunya. Penanya mengalir begitu subur. Sami Nasyar menyebut karya intelektual al-Razi sebanyak 98. Orang lain menyebut sekitar 200. Dr. Toha Jabir Fayyad al-Alwani yang menulis tokoh ini berikut karya-karyanya: Al-Razi Wa Mushannafatuh”, menuturkan sekaligus merincinya sebanyak 229 buah. Sebagian karya-karyanya masih dalam bentuk Manuskript dan sebagian dihubungkan dengan namanya. Beberapa karyanya yang sering disebut orang, adalah :
1. Tafsir Mafatih al-Ghaib, atau Al-Tafsir al-Kabir
2. Al-Mathalib al-Aliyah min al-Ilmi al-Ilahi
3.  Asas al-Taqdis,
4. Al-Mahshul fi Ilm al-Ushul,
5. Muhasshal Afkar al-Mutaqaddimin wal al-Mutaakhirin,
6. Al-Ma’alim fi Ushul al-Fiqh,
7. Lubab al-Isyarat (ringkasan kitab al-Isyarat wa al-Tanbihat,  
8. Syarh al-Isyarat wa al-Tanbihat,
9.  Syarh ‘Uyun al-Hikmah, keduanya karya Ibnu Sina,
10. Al- Mabahits al-Masyriqiyyah fi 'Ilm al Ilahiyat wa al-Thabi'iyyat
11. Manaqib al-Syafi’i, dan lain-lain.  

Di samping sebagai ilmuwan, Razi juga dikenal sebagai orator ulung, ahli pidato (al-Khatib) dan ahli debat (jadal). Al-Razi selalu disebut  ‘Al-Imam’ dalam tiga bidang ; Ushul Fiqh, Kalam (teologi) dan Fiqh. Di Herat, ia disebut “Syaikh al-Islam”. Hampir tak ada ilmu yang tidak dikuasainya. Mungkin satu-satunya yang kurang dimiliki Razi adalah Hadits. Ini menjadi titik kritikal para ahli hadits. Al-Dzahabi, ahli hadits, memasukkan dia dalam kelompok perawi yang lemah (al-dhu’afa), karena hafalannya yang minim. Razi berpendapat bahwa informasi melalui orang (rawi) itu subyektif.

Oleh : Husein Muhammad (Fahmina Institute). Tulisan yang diunggah di FB Husein Muhammad, 3 Juli 2021