Mati Suul Khotimah Karena Ghibah

 
Mati Suul Khotimah Karena Ghibah
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Ghibah adalah salah satu penyakit yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, baik beriman atau tidak. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah, ghibah adalah perilaku menceritakan atau membongkar sisi kehidupan orang lain yang negatif. Seandainya orang yang diceritakan tersebut mengetahuinya maka sudah jelas ia tidak menyukainya, terlebih jika apa yang diceritakan tersebut adalah tidak benar.

Dalam kehidupan bersosial, ghibah sangat berpotensi merusak ukhuwah/ikatan persaudaraan sesama manusia. Allah SWT dalam firman-Nya bahkan menyamakan orang yang ghibah seperti orang yang memakan daging saudaranya sendiri yang telah mati.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌ‌ۖ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا‌ ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ‌ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)

Imam Nawawi dalam Al Adzkar menyebutkan:

“Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika memungkinkan hal itu. Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain, maka wajib bagi dia untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya berarti dia telah bermaksiat.”

Abah Guru Sekumpul pernah menceritakan sebuah kisah Aulia Allah dan seorang pemuda. Saat itu Aulia Allah sedang melaksanak ibadah haji, saat berada di samping Ka’bah Aulia Allah melihat seorang pemuda yang berdo’a sambal menangis dengan tersedu-sedu, “Ya Allah Yang Maha Memutarbalikkan hati, matikanlah hamba dalam keadaan iman dan Islam.”

Mendengar doa itu, Aulia mendekati pemuda tersebut dan bertanya, “Hai pemuda, kenapa kamu berdo'a seperti itu, padahal kamu sudah menunaikan kelima rukun Islam itu?”

Lalu pemuda itu menceritakan tentang kehidupannya selama ini. Ia adalah anak terakhir dalam keluarganya, dan ia memiliki dua orang kakak yang kesehariannya menjaga masjid. Kakaknya yang pertama adalah seorang bilal dan selama 30 tahun lamanya menjadi tukang jaga masjid, begitu juga dengan kakaknya yang kedua.

Saat ini dirinyalah yang melanjutkan sebagai bilal dan penjaga masjid, melanjutkan apa yang telah kedua kakaknya kerjakan selama ini. Namun ia memiliki kekhawatiran besar akan berakhir sama seperti kedua kakaknya ketika kematian menjemput.

Aulia bertanya, “Apa yang terjadi dengan kedua kakakmu sehingga kau begitu khawatir?”

Pemuda tersebut menjawab dengan tangis yang menyertainya, “Waktu akhir hayat, mereka minta ambilkan Al-Qur'an, saya kira mereka mau membacanya, ternyata mereka minta kesaksian mereka berlepas dari Al Qur'an.”

Kemudian Aulia Allah bertanya, “Apa yang mereka kerjakan selain jadi kaum masjid dan penjaga masjid itu?”

“Mereka Ya Aulia selepas di sela-sela waktu sholat, membicarakan orang-orang sekitar, menggibah orang. Maka dengan itu saya berdo'a, supaya tidak berakhir seperti mereka,” jawab pemuda itu seraya menangis di depan Ka’bah.

Semoga kita semua dijauhkan dari perilaku ghibah, dimudahkan dalam sakaratul dan dimatikan dalam keadaan Iman dan Islam. Aamiin.


Editor: Daniel Simatupang