Setelah Kiamat, Apakah Tuhan Akan Pensiun?

 
Setelah Kiamat, Apakah Tuhan Akan Pensiun?
Sumber Gambar: Pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan Indramayu, Kiai Buya Syakur Yasin (Foto: YT Wamimma TV)

Laduni.ID, Jakarta - Bagi seorang muslim, meyakini datangnya hari akhir merupakan fondasi kepercayaan yang wajib diyakini dan menjadi bagian dari rukun iman. Pertanyaan klasik yang acap mengemuka dalam diskursus filsafat atau ruang keagamaan adalah, apakah Tuhan akan pensiun setelah kiamat itu terjadi? Dalam penafsiran lain, apakah Tuhan tidak lagi punya andil, setelah kiamat dan seluruh proses hisab sudah dilakukan?

Itulah pertanyaan yang diajukan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan Indramayu, Kiai Buya Syakur Yasin saat merespon pertanyaan dari seorang dokter kebidanan, dr. Irvan.

Apakah dalam agama, ada settingan, Tuhan akan pernah mengalami masa pensiun? Artinya, setelah kiamat datang, langit bumi digulung. Orang yang jahat masuk neraka selamanya. Orang yang baik masuk surga selamanya. Lalu Tuhan hanya manyun saja, menonton orang terbahak-bahak selamanya, dan melihat orang menangis menjerit-jerit selamanya. Setelah itu selesai, Tuhan tidak berperan sebagai Pencipta lagi? Ini pertanyaan besar bagi saya,” tutur Buya Syakur Yasin dalam sebuah diskusi dan pengajian yang ditayangkan Wamimma TV. Tayangan itu disajikan melalui platform Youtube, Minggu, 11 Juli 2021 yang berjudul; “Apakah Tuhan Akan Pensiun?”

“Sejak kapan Tuhan pensiun? Tuhan bukan hanya Kholiq, Tuhan juga Khollaq, yang artinya isi mubalaghah nya itu Selalu Mencipta. Nah, yang jadi pertanyaan, Nabi Adam yang sekarang kita pelajari, itu jujur saja, Nabi Adam episode yang ke berapa? Yang pertama, kedua, keseribu?” ucap Buya Syakur yang kembali mengajukan pertanyaan.

Menggunakan pendekatan bernalar (keilmuan), Buya Syakur menjelaskan, bahwa segala sesuatu pasti ada yang mengawali, begitu juga dalam proses penciptaan alam raya dan manusia. Namun lagi-lagi, ciri khas Buya Syakur yang khas dalam memberikan penjelasan keagamaan, kembali mengajukan pertanyaan kritis mengenai keyakinan manusia terhadap eksistensi dan manifestasi Tuhan.

“Ini kan menjadi persoalan logika kita sendiri. Logika mengatakan, bahwa segala sesuatu pasti ada awalnya. Kalau begitu, langit bumi kapan awalnya? Berbagai macam teori (penciptaan alam raya), nah kalau semesta itu ada awalnya, berarti kan pernah ada masa tertentu, pada zaman dahulu kala, Tuhan hanya sendirian tanpa mahluk. Dan ketika itu, Anda ketika ditanya, sebelum Tuhan menciptakan langit dan bumi, percaya nggak ada Tuhan? (Kalau percaya) buktinya mana? Sekarang kau katakan, percaya karena ada langit dan bumi. Apakah Tuhan itu ada setelah adanya langit dan bumi? Kemudian setelah langit dan bumi digulung, tinggal Tuhan sendirian, ‘Limanil Mulku Yaum Lillahi Wahidil Qohar’. Punya siapakah kerajaan alam semesta ini? Tuhan mengatakan, milik Ku Yang Maha Perkasa. Nah, ketika Tuhan sendirian (lagi), apakah Anda masih yakin Tuhan itu ada? Buktinya mana? Jadi orang yang tidak percaya dengan Tuhan dan yang percaya kepada Tuhan, itu fifty-fifty,” terang Buya Syakur.  

Dengan kata lain, Buya Syakur melanjutkan, keduanya sama-sama tidak bisa membuktikan secara fisik mengenai wujud Tuhan. Mengutip Quran surat Al-A’raf Ayat 143, Buya Syakur menegaskan, bahwa Nabi Musa ketika itu yang bersikeras ingin melihat wujud Tuhan pun jatuh, tersungkur pingsan saat ngotot ingin melihat wujud Tuhan.

“Nabi Musa ngotot ingin melihat Tuhan, tetap tidak bisa kok. Dan ketika Tuhan ber-Tajalli kepada gunung, setelah gunung meledak, Nabi Musa tersungkur, aku bertaubat Ya Allah, tidak lagi-lagi, sekarang aku percaya,” pungkas Buya Syakur.

Editor : Ali Ramadhan