Perbedaan Hizib dan Ratib Menurut Habib Luthfi bin Yahya

 
Perbedaan Hizib dan Ratib Menurut Habib Luthfi bin Yahya
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam sebuah kesempatan, Habib Luthfi bin Yahya menjelaskan tentang perbedaan antara hizib dan ratib. Beliau mengatakan bahwa walaupun sama-sama dapat menyembuhkan dan memulihkan, setiap obat memiliki kegunaan dan dosis yang berbeda-beda. Terkadang satu obat tidak cocok diminum oleh orang dengan gejala tertentu, sehingga diperlukan obat yang tepat agar orang yang sakit dapat lekas sembuh. Begitu juga halnya ibarat ratib dan hizib.

Dilihat dari susunannya, ratib dan hizib merupakan kumpulan ayat, dzikir, shalawat dan doa yang dipilih dan disusun oleh ulama yang termasyhur sebagai waliyullah (kekasih Allah). Pada dasarnya yang membedakan satu ratib dengan ratib lainnya, juga satu hizib dengan hizib lainnya adalah asrar (rahasia) yang terkandung di dalam kumpulan ayat, doa, dzikir, shalawat dan hadis yang disesuaikan dengan latar belakang penyusunnya (waqi’iyyah).

Ratib dan hizib memiliki perbedaan pada penggunanya. Ratib dirancang oleh para auliya untuk menjadi konsumsi umum, karena itu semua orang bisa mengamalkannya untuk memperkuat banteng dirinya, bahkan tanpa perlu menggunakan ijazah, walaupun memang lebih afdhal kalau disertai dengan menggunakan ijazah.

Sedangkan hizib sejak awal memang dirancang khusus untuk kalangan tertentu. Para wali tidak merancang dan memberikan hizib pada sembarang orang, karena hanya individu yang memiliki kemampuan lebihlah yang dapat mengmalkan hizib ini. Perlu dipahami, karena selain mengandung "dosis" yang tinggi, hizib juga memiliki rahasia yang tidak mudah dipahami oleh orang awam.

Hizib juga mengandung banyak Ismul A’dzham (Asma Allah yang Agung) yang tidak ditemukan pada ratib, karena hizib tidak disusun berdasarkan waqi’ atau keinginan penyusunnya melainkan sebagian darinya merupakan ilham dari Allah SWT. Bahkan dikisahkan bahwa Hizbul Bahr disusun oleh Syaikh Abul Hasan Ali As-Syadzili Rahimahullah berdasarkan yang didapat langsung dari Rasulullah SAW.

Selain tidak sembarang orang bisa mengamalkan hizib, ada syarat usia yang cukup bagi pengamal hizib. Sebab ketika seseorang telah mengamalkan hizib, dirinya juga tak lepas dari ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Di antara ujian tersebut ialah hati yang mudah panas, mudah marah, kehilangan kontrol atas hatinya sehingga timbul kesombongan dalam dirinya, dan lain sebagainya.

Sehingga diperlukan seorang mursyid atau guru yang benar-benar memahami hizib dengan baik untuk membimbing si pengamal agar tak kehilangan arah. Artinya diperlukan sanad yang bersambung dan guru yang sholeh, yang memahami dosis, agar terhindar dari efek samping atau hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana dijelaskan di atas. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 10 Agustus 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Editor: Hakim