Menelaah Istilah "'Asyaul Walidain", Haul Versi Saudi yang Difatwakan

 
Menelaah Istilah
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Di Desa Pakong, Bangkalan, ada sebuah pesantren besar bernama Darus Sholah An-Nawawiyah, didirikan oleh KH. Nawawi bin KH. Sholeh. Saya kepada beliau bernasab sama, kakeknya kakek saya dari jalur ibu.

Alhamdulillah, dalam sebuah kesempatan, beberapa keturunan KH. Nawawi bin KH. Sholeh berkumpul untuk melaksanakan peringatan haul. Di dalam agenda tersebut, diisi dengan pembacaan dzikir, doa dan sedekah yang pahalanya diperuntukkan bagi para orang tua dan sesepuh kami.

Apakah ini bid'ah? Saya akan mengatakan dengan tegas, bahwa peringatan tersebut tidaklah bid'ah! Jika orang yang mengkritik tradisi haul itu adil, maka ia akan menemukan banyak bukti yang mematahkan persepsinya itu, bahkan dari banyak ulama yang selama ini mereka jadikan rujukan.

Di Arab Saudi ada kebiasaan yang sama seperti tradisi haul, yang disebut dengan istilah "'Asyaul Walidain" yang difatwakan oleh para ulama di sana. Di antara ulama mereka yang selama ini dijadikan rujukan pernah berfatwa tentang hal ini. Berikut di antaranya: 

Syaikh bin Baz

اَﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻟِﻠْﻮَاﻟِﺪَﻳْﻦِ ﺃَﻭْ ﻏَﻴْﺮِﻫِﻤَﺎ ﻣِﻦَ اﻷﻗَﺎﺭِﺏِ ﻣَﺸْﺮُﻭْﻋَﺔٌ

“Sedekah untuk kedua orang tua atau kerabat yang lain adalah disyariatkan.”

ﻭَﻫَﺬِﻩِ اﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻻ ﻣَﺸَﺎﺣَﺔَ ﻓِﻲ ﺗَﺴْﻤِﻴَّﺘِﻬَﺎ ﺑِﻌَﺸَﺎءِ اﻟْﻮَاﻟِﺪَﻳْﻦِ، ﺃَﻭْ ﺻَﺪَﻗَﺔِ اﻟْﻮَاﻟِﺪَﻳْﻦِ ﺳَﻮَاءٌ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻓِﻲ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺃَﻭْ ﻏَﻴْﺮِﻫِﻤَﺎ

“Sedekah ini boleh disebut 'Asya Al-Walidain atau sedekah untuk kedua orang tua, baik di bulan Ramadhan atau lainnya.” (Syaikh bin Baz, Majmu' Fatawa, juz 13, hlm. 253)

Syaikh Utsaimin

ﻓَﺄَﺟَﺎﺏَ ﻓَﻀِﻴْﻠَﺘُﻪُ ﺑِﻘَﻮْﻟِﻪِ: اَﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻟِﻠْﻮَاﻟِﺪَﻳْﻦِ اﻷَﻣْﻮَاﺕِ ﺟَﺎﺋِﺰَﺓٌ، ﻭَﻻ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﻬَﺎ، ﻭَﻟَﻜِﻦَّ اﻟﺪُّﻋَﺎءَ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﻣِﻦَ اﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﻟَﻬُﻤَﺎ

Syaikh Utsaimin menjawab, “Sedekah untuk kedua orang tua yang wafat adalah boleh, tidak apa-apa. Namun mendoakan keduanya lebih utama daripada bersedekah.” (Syaikh Utsaimin, Majmu' Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin, juz 18 hlm. 458)

Jadi dari sini sudah jelas sekali, meski disebut dengan istilah yang berbeda tetapi substansi agendanya sama. Karena itu, seharusnya sinisme orang terhadap agenda haul, dengan bepedoman pada para ulama rujukan mereka, terpatahkan dengan argumen fatwa ulama rujukan mereka itu sendiri. Tapi, kalau sudah tidak menerima perbedaan, maka di sinilah akar masalah yang akan mengusik keharmonisan hidup bersama.

Kembali pada cerita saya, di agenda haul keluarga sesepuh kami itu, Alhamdulillah dihadiri oleh KH. Muktafi Ashchol, cicit Syaikhona Kholil Bangkalan yang menikah dengan salah satu keturunan Kyai Nawawi Pakong. [] 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 Agustus 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Ma’ruf Khozin

Editor: Hakim