Tauhid Aswaja Untuk Pemula (Bagian 4)

 
Tauhid Aswaja Untuk Pemula (Bagian 4)
Sumber Gambar: Kyai Taufik Damas (foto: twitter )

Laduni.ID, Jakarta - Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya, berikut sambungan penjelasan yang masih membahas sifat wajib bagi Allah yang terdiri (sifat) 20 yaitu:

7. Kuasa (Qudrah) Lawannya Lemah (al-‘Ajzu)

Sifat ketujuh yang wajib bagi Allah adalah sifat kuasa (qudrah). Sifat kuasa merupakan sifat Allah yang azali (ada tanpa awal) yang ada pada dzat Allah. Dengan sifat inilah Allah menciptakan atau meniadakan segala sesuatu yang mungkin adanya. Penting untuk dipahami dengan baik, bahwa sifat kuasa Allah hanya berhubungan (efektif) dengan segala sesuatu yang mungkin ada dan mungkin tidak ada (al-mumkinat). Sifat kuasa Allah tidak berhubungan dengan sesuatu yang wajib ada, seperti dzat dan sifat-sifat Allah. Sifat kuasa Allah juga tidak berhubungan dengan sesuatu yang mustahil, seperti sekutu (syarik) bagi Allah.

Fungsi sifat kuasa Allah adalah menciptakan atau meniadakan. Maka, menciptakan sesuatu yang sudah ada adalah kemustahilan. Mengadakan sesuatu yang sudah ada disebut dengan istilah “tahshilul hashil”. Dengan demikian, fungsi sifat kuasa Allah tidak berhubungan dengan adanya Allah atau tidak adanya Allah. Dan tidak adanya Allah adalah mustahil. Jika ada yang bertanya: apakah Allah mampu menciptakan sekutu, istri atau anak, maka tidak bisa dijawab “Allah mampu”. Karena, adanya sekutu, istri atau anak bagi Allah adalah kemustahilan. Kuasa (qudrah) Allah tidak berhubungan dengan kemustahilan.

Tidak bisa juga dijawab dengan jawaban “tidak mampu”, karena jawaban ini mengesankan bahwa Allah lemah (al-‘ajzu). Sedangkan sifat lemah adalah mustahil bagi Allah.

Maka pertanyaan di atas harus dikembalikan pada kesimpulan bahwa sifat kuasa Allah tidak berhubungan dengan sesuatu yang mustahil. Hal ini harus dipahami dengan baik. Argumentasi bahwa Allah memiliki sifat kuasa (qudrah) adalah adanya alam raya. Jika Allah tidak punya sifat kuasa, berarti Allah lemah. Jika Allah lemah, berarti tidak akan ada alam raya. Alam raya tidak ada adalah tidak sesuai fakta: alam raya nyatanya ada. Adanya alam raya ini membuktikan tidak mungkin Allah bersifat lemah. Maka, kesimpulannya adalah Allah memiliki sifat kuasa (qudrah) dan lawannya sifat lemah (ajzu).  

8. Iradah (Berkehendak) Lawannya Karahah (Terpaksa)

Sifat wajib yang kedelapan bagi Allah adalah iradah (berkehendak). Sifat berkehendak ini bersifat azali (ada tanpa permulaan) dan ada pada dzat Allah, seperti sifat qudrah (kuasa). Seandainya tirai (hijab) dibuka, maka manusia akan melihat sifat berkehendak ini. Sifat berkehendak berhubungan dengan segala sesuatu yang mungkin ada (mumkinaat), dan tidak berhubungan dengan yang wajib dan yang mustahil. Sifat berkehendak berfungsi menyeleksi (menentukan) salah satu dari berbagai kemungkinan.

Pada dasarnya semua makhluk, sebelum ada, bisa ada tidak seperti yang ada sekarang ini. Benda berwarna putih bisa saja adanya menjadi berwarna merah, hitam, hijau dan lain-lain. Benda yang berbentuk panjang bisa saja adanya menjadi berbentuk pendek. Langit di atas bumi bisa saja adanya di bawah bumi. Begitu pula dengan benda-benda lainnya yang tidak terhingga. Yang menentukan semua benda seperti adanya sekarang ini adalah sifat iradah ini.

Ada yang perlu diperhatikan: secara logika sifat berkehendak (iradah) mendahului sifat kuasa (qudrah). Secara logika, sifat berhendak ini berhubungan dengan sesuatu kemudian menentukan salah satu dari berbagai kemungkinan terhadap sesuatu itu. Contoh: orang bernama Jamal. Sebelum adanya, Jamal mungkin berkulit putih, hitam, pendek, tinggi, ada di wilayah barat, ada wilayah di timur. Ketika faktanya Jamal berkulit putih, bertubuh tinggi, dan ada di wilayah barat, maka fakta ini merupakan pengaruh dari sifat berkehendak (iradah). Setelah pengaruh sifat berkehendak, baru ada pengaruh sifat kuasa (qudrah) terhadap Jamal sebagai implementasi dari sifat berkehendak.

Namun, soal urutan sifat berkehendak kemudian baru sifat kuasa adalah menurut ukuran logika manusia. Sementara pada hakikatnya, tidak ada urutan sifat-sifat Allah dalam mengimplementasikan segala sesuatu menjadi faktual. Urutan sifat-sifat merupakan karakter makhluk, maka tidak boleh diyakini bahwa sifat-sifat Allah berurutan dalam implementasi. Segala sesuatu yang mungkin ada dan mungkin tidak ada (al-mumkinaat) yang merupakan implementasi dari sifat kuasa (qudrah) dan kehendak (iradah) ada enam: ada, tidak ada, sifat (seperti tinggi atau pendek), waktu, tempat, arah dan ukuran.

Sifat kehendak (iradah) memiliki dua implementasi (ta’alluq): implementasi kepantasan yang terdahulu (shaluhi qadim) dan implementasi faktual yang terdahulu (tanjizi qadim). Yang dimaksud dengan implementasi kepantasan terdahulu adalah, bahwa semua makhluk mungkin diadakan dalam keadaan tertentu yang besifat masuk akal untuknya sejak masa azali. Contoh: Jamal bisa diadakan sebagai orang yang bertubuh tinggi atau bertubuh pendek; berkulit putih atau berkulit hitam; dan lain-lain. Semua ini masih bersifat potensial.  Yang dimaksud dengan implementasi faktual yang terdahulu (tanjizi qadim) adalah ketentuan/kepastian adanya Jamal memiliki sifat tertentu pada masa azali. Contoh: faktanya Jamal ada dalam bentuk bertubuh tinggi, bukan pendek; berkulit putih, bukan berkulit hitam. Ketentuan ini kemudian menjadi faktual bagi Jamal.

Ada yang penting untuk diperhatikan, bahwa sifat kehendak (iradah) dinyatakan sebagai penentu ke-ada-an makhluk adalah sebentuk majaz (kiasan), karena penentu sesungguhnya adalah Allah. Sifat kehendak hanya merupakan sebab saja. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan. Sifat kehendak ini tidak berarti perintah. Allah berkehendak adanya kebaikan dan keburukan, tapi Allah tidak memerintahkan kecuali kepada kebaikan. Argumentasi adanya sifat kehendak (iradah) adalah adanya alam raya. Urutan logisnya sebagai berikut: jika Allah tidak memiliki sifat berkehendak, berarti Allah terpaksa (mukrah); jika Allah terpaksa, berarti Allah lemah (‘ajiz); jika Allah lemah, berarti Allah tidak punya sifat kuasa (qudrah); jika Allah tidak punya kuasa, maka tidak akan ada apapun dari alam raya ini. Dan, tidak ada apapun dari alam raya ini adalah tidak sesuai fakta (batil) karena faktanya alam raya ada.

Kesimpulannya, alam raya ini ada karena Allah punya kuasa; Allah punya kuasa, berarti Allah tidak terpaksa alias punya sifat berkehendak bebas. Allah memiliki sifat bekehendak dan lawannya adalah sifat terpaksa.

-Bersambung....

Oleh   : Taufik Damas, Lc (Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta). Disadur dari FB Taufik Damas  

Editor : Ali Ramadhan