Syari'at, Adat dan Bid'ah

 
Syari'at, Adat dan Bid'ah
Sumber Gambar: dok. pribadi

Laduni.ID, Jakarta – Belakangan, marak kata syariah jadi kata imbuhan bagi nama lembaga, nama program, bahkan nama proyek. Seperti kita lihat ada BRI Syariah, Mandiri syariah, BNI Syariah, ini bagi lembaga keuangan. Ada pula nama proyek seperti perumahan syariah, wisata kuliner syariah. Bahkan pada sistem ketatanegaraan kita ada Perda (Peraturan Daerah) syariah. Yang paling menyita istilah kulkas syar'i, AC syar'i, bedak syar'i.

Kaum Adam mungkin tersentak dengan istilah poligami syariah, dengan ada embel-embel syariah seolah sudah agamis, sudah berbau surga. Terakhir kita lihat tayangan video pendek ada telinga syar'i, karena mengharamkan musik, hingga telinga ditutup rapat-rapat. Nasibnya apes lagu itu tidak didengar, entah kalau lagunya Bang H. Rhoma Irama, apa masih disebut maksiat.

Berpuluh-puluh tahun, baru ini saya mendengar syariah jadi kedok untuk membohongi umat Islam. Ada gerakan sistemik agar umat Islam mengenali Islam dari beranda mereka (kelompok cingkrang bin stres), penjelasan hukum agama pun dari ceramah mereka, medsos sudah dipegang kendalinya. Gerakan tersebut bagian dakwah sepanjang masa kelompok tersebut dalam upayanya merebut negeri ini dan merubahnya menjadi negeri khilafah (khilafah cap kuda terbang).

Kini, masih kita lihat sebagai minoritas. Mereka jika sudah mayoritas akan menerapakan ajaran Islam versi Abu Jahal dan Abu Lahab, sementara bangsa kita bukan bangsa Arab, kita asli Indonesia. Padahal kanjeng Nabi Muhammad SAW mengajarkan ajaran Islam dengan cara bijaksana (hikmah), dengan pitutur yang lemah lembut, sopan dan beradab (mau'idhoh Hasanah), dengan bagus, baik dan benar (Hasanah), tentu untuk seluruh manusia di muka bumi ini.

Syariah, syar'i, hijrah dan sunnah telah menjadi trend kalangan muslim cap celana cingkrang. Sepertinya ingin sekali memisahkan umat Islam dari fiqih, dari madzhab, dari syari'at Islam yang sebenarnya. Bahkan kejamnya mereka itu menjual ayat, menjual fatwa, menyingkirkan Islam dari spiritualitas sufistiknya, mereka begitu benci dan mengumpat "haram jadah" bagi kalangan mayoritas muslim yang sejak dulu berpegang teguh pada aqidah Islam ahli Sunnah wal Jama'ah. Dagangan mereka sebenarnya rongsok bin rungseb. Tidak ada bagus-bagusnya.

Syari'at Islam hendaknya dibedakan dulu dengan adat, meski adat termasuk sumber hukum Islam yang tidak dipakai sebagai landasan afsahn-nya suatu hukum, karena ittifaq jumhur ulama hanya cukup 4 sebagai pedoman hukum agama, yaitu Al-Qur'an, al-Sunnah, Ijma' dan Qiyas. Adat itu kebiasaan masyarakat setempat di mana pun berada. Adat yang baik tentunya tidak akan bertentangan dengan syari'at, karena itu syari'at pun butuh wadah adat untuk kemudian dijalankan oleh penduduk setempat, berdasarkan kearifan lokal pula.

Mereka, ini kelompok minoritas yang sudah seporadis mengenalkan Islam versi mereka, dan merekalah meniupkan doktrin kebencian kepada siapaun. Karena ajaran mereka "menolak diatur pemerintahan sipil yang sah dan konstitusional". Sudah itu membenci dan mencekoki kalangan milenial.

Bid'ah dlolalah, itu yang wajib kita hindari. Namun bukan berati bid'ah semuanya dlolalah (sesat). Ada bid'ah hasanah yang kita ikuti. Di samping begitu bid'ah pun terbagi menjadi bid'ah mahmudah dan ada bid'ah madzmumah. Sekian dan terima kasih, bersatulah kaum sarungan se-Indonesia.

Serang, 15 September 2021

Oleh: Hamdan Suhaemi - Wakil Ketua PW GP Ansor, Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang