Jalan Menuju Makrifat (bagian 2)
Laduni.ID, Ngawi – Ma’rifah diartikan Al-Ghazali sebagai ilmu yang tidak menerima keraguan. Lebih dari itu, ia juga mengatakan bahwa ma’rifah merupakan ilmu yang meyakinkan, sehingga dengannya dapat diketahui rahasia Allah dan peraturan-peraturan-Nya tentang segala yang ada.
Karena itu, proses menuju ma’rifah harus melalui beberapa tahapan, yang dalam terminologi sufisme dikenal dengan sebutan al-maqamat. Beberapa tahapan atau al-maqamat yang dimaksud adalah taubat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakkal, dan cinta.
1. Tobat
Dalam pandangan Al-Ghazali, tobat secara ideal harus mencakup kesadaran terhadap bahaya dosa yang menimbulkan penyesalan dan segera diikuti dengan tindakan-tindakan konkret. Artinya, harus meninggalkan semua perbuatan dosa serta mengisinya dengan berbagai kebajikan sebagai penggantinya. Bahkan lebih jauh Al-Ghazali mengatakan, secara hakiki kita harus bertobat dalam setiap keadaan.
2. Sabar
Menurut Al-Ghazali sabar adalah menangnya penggerak agama (ba'itsud din) atas penggerak hawa nafsu (ba'itsul hawa) yang berada di dalam diri kita. Bagi Al-Ghazali, sabar juga merupakan perbuatan kebajikan yang bersumber dari keyakinan bahwa perbuatan maksiat membawa mudharat, dan perbuatan taat membawa manfaat. Sehingga tidak mungkin meninggalkan maksiat dan rajin melakukan ketaatan kecuali dengan kesabaran, yakni menggunakan penggerak agama dalam menundukkan penggerak hawa nafsu.
- Baca juga: Jalan Menuju Makrifat (bagian 1)
3. Kefakiran
Bagi Al-Ghazali, kefakiran diartikan sebagai kekurangan harta yang dibutuhkan. Menurutnya, banyak harta (kaya) sering mendorong manusia untuk melakukan kejahatan, atau paling tidak akan membuatnya tertambat kepada sesuatu selain Allah. Ia juga mengaitkan kefakiran dengan ilmu, pembawaan, dan amal.
4. Zuhud
Secara umum, zuhud diartikan sebagai pengabaian dunia demi kepentingan akhirat. Dunia yang diabaikan itu terutama berkaitan dengan hal-hal yang dibolehkan syariat (mubahat).
5. Tawakkal
Secara etimologis, tawakkal berasal dari kata wakala yakilu yang berarti “mewakilkan”, dan dari kata ini juga terbentuk kata wakil yang bisa diterjemahkan dengan “pelindung”. Menjadikan Allah sebagai Wakil (mewakilkan kepada Allah), dengan makna bahwa menyerahkan segala persoalan kepadanya.
6. Cinta
Cinta (mahabbah) merupakan sifat terpuji yang tertinggi bagi seorang sufi sebelum mencapai ma’rifah. Paling tidak kata Al-Ghazali, setiap orang wajib mencintai Allah lebih dari apapun yang lain. Mencintai di sini terutama berkaitan dengan ketaatan dan kepatuhan manusia kepadanya.
Al-Ghazali menilai bahwa ma’rifah dalam artian mengenal Allah secara hakiki baru akan didapat setelah seseorang mencintai Allah sepenuhnya. Klaim bahwa Allah merupakan puncak tujuan cinta seorang hamba bukan hanya monopoli kaum sufi saja, melainkan juga setiap manusia harus memprioritaskan Allah dalam kecintaannya.
Cara untuk merealisasikan itu semua dalam bertasawuf menurut Al-Ghazali diantaranya adalah dengan cara Takhalli (pengkosongan diri terhadap sifat-sifat tercela), Tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji) dan Tajalli (tersingkapnya tabir).
Kamis, 28 Oktober 2021
Oleh: Salman Akif Faylasuf
Editor: Daniel Simatupang
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...