Ziarah Wali Songo: Maqbarah Sunan Kudus

 
Ziarah Wali Songo: Maqbarah Sunan Kudus
Sumber Gambar: dok. pribadi/FB Hamdan Suhaemi

Laduni.ID, Jakarta – Selasa sore (23/11/2021), kami tiba di Kudus, kota yang dikenal kota kretek. Di sini yang dirasa adalah kesejukan, kedamaian, ketenangan, serta keindahan yang dibalut nuansa khas Jawa yang masih kental dengan jejak Kerajaan Majapahit.

Melihat gapura di seputar area maqbaroh Kanjeng Sunan Kudus memang mirip di Trowulan Mojokerto, dulu pusat ibukota Majapahit. Kesan awal terasa akan romantisme sejarah, alam fikiran terlempar di masa pra-Islam, begitu hebatnya sang Sunan membumikan Islam di daerah Kudus melalui pendekatan budaya, pendekatan kesenian, masyarakat di sekeliling Kudus merasa dekat dengan kanjeng sunan, meski keyakinan berbeda-beda.

Menara, yang dikenal sebagai menara Kudus menjadi magnet kuat bagi peziarah dari berbagai daerah. Tidak kurang ratusan peziarah silih berganti memandangi menara yang unik, artistik, dan khas Majapahit itu. Ada kerinduan menggebu untuk menjumpai dan sungkem kepada Kanjeng Sunan.

Samping kanan menara adalah masjid kuno yang dibangun oleh Syaikh Ja'far Shodiq bersamaan dengan menaranya. Belakang masjid kuno, terdapat Puri, atau kesantrian, atau bekas kediaman sang Sunan yang dikelilingi gapura-gapura seperti bentuk candi Bentar. Paling belakang adalah maqbaroh Kanjeng Sunan Kudus, alias Syaikh Ja'far Shodiq bin Haji Usman alias Sunan Ngundung, sang Panglima Kesultanan Demak.

Jasad harum yang terkubur di belakang menara Kudus yang eksotis itu adalah Syaikh Ja'far Shodiq, atau masyhur Sunan Kudus. Sang pendakwah Islam yang Istiqomah dengan dakwahnya yang rahmatan lil alamin, sang alim yang pakar ilmu fiqih dan Ushul fiqh, sang sufi yang pengayom, sang pendekar pilih tanding, dan adalah panglima perang kesultanan Demak Bintoro.

Dalam Ensiklopedi Nasab Imam Al-Husain, Shohibul Faroji Azmatkhan (2011) menuliskan garis nasab sang Sunan, yaitu Sunan Kudus (Sayyid Ja'far Shadiq) adalah putra Sayyid Utsman Haji atau Sunan Ngudung. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad.

Sayyid Ja'far Shodiq (Sunan Kudus) bin Utsman Haji Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadho bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar As-Samarqandi bin Husain Jamaluddin Al-Akbar Jumadil Kubro bin Ahmad Jalaluddin Syah bin Abdullah Amirkhan bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi Ba 'Alawi bin Muhammad Maula Ash-Shouma'ah bin Alwi Al-Mubtakir bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad.

Kelahirannya diperkiran tahun 1500 M, saat kesultanan Demak tegak di bawah kepemimpinan Raden Fatah atau Sultan Demak I. Putra Sayyid Usman ini sosok tangguh yang banyak melakukan perjalanan rihlah ilmiah di negeri Arab dan negeri Tan, di bawah didikan dan bimbingan ayahnya, dan Sunan Kalijaga, The Ling Sing (sang alim yang ahli ukir), serta guru-gurunya yang asli Timur Tengah mengantarkan sang Sayyid ini sebagai yang alim, soleh, zahid, faqih dan sufi, sekaligus menjadi figur sentral di kesultanan Demak sejak 1518-1550. Karena beliau didaulat sebagai Panglima perang kesultanan Demak, masyhur dikenal Senopati ing alaga.

Sekali lagi Kudus, sisi lain dari peradaban Islam di tanah Jawa yang sarat akan makna, satu hal dari itu adalah makna toleransi yang diajarkan oleh sang sunan, hingga kini sikap tersebut telah menjadi tradisi yang kuat dan tetap dijaga. Disamping makna toleransi, sang Sunan telah mewariskan seni dan budaya sebagai cara dalam mengajarkan agama. Suatu metode moderat agar Islam diterima dengan baik oleh masyarakat setempat, karena tanpa ada paksaan dan kekerasan.

Setelah "sungkem" kepada Kanjeng Sunan Kudus, dalam batin ini seperti ada lapisan-lapisan lembut yang menempel, suatu getaran magis hingga menyadarkan sisi batin untuk mengamalkan agama dengan ikhlas, soleh, dan memberi manfaat kepada umat manusia.

Dari Kudus, kami lanjutkan perjalanan menuju Gunung Muria, di kaki gunung itu kami sholat magrib dan makan malam khas soto Kudus. Benar-benar ekspresif dan romantic, padahal kami ini lanangan semua. Tiba di gunung Muria pukul 20:30, Selasa malam Rabu.

Kudus, 24-11-2021

Oleh: Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang