Melatih Diri Mengendalikan Hawa Nafsu

 
Melatih Diri Mengendalikan Hawa Nafsu
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni ID, Jakarta - Ada pepatah mengatakan, musuh terbesar dalam hidup kita bukan datang dari luar. Musuh berbahaya bukan berada di sekeliling kita, tetapi justru di dalam diri kita. Tidak lain, musuh yang dimaksud tersebut adalah hawa nafsu dengan beragam kondisinya.

Hawa nafsu merupakan salah satu jalan masuknya pengaruh setan untuk menjerumuskan manusia kepada jurang kenistaan, pembangkangan dan kemaksiatan. Inilah sifat utama hawa nafsu secara umum, kecuali "jiwa-jiwa bersih", yang dirahmati oleh Penciptanya, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla.

Akibat yang lebih parah lagi, ternyata hawa nafsu itu mampu membuat seseorang menganggap baik sesuatu yang sebenarnya dianggap sebagai sebuah hal yang buruk. Selalu menemukan pembenaran untuk melakukan hal itu. Apapun akan dilakukan demi membenarkan hal yang hakikatnya adalah sebauh keburukan.

Imam Ibnu Baththah rahimahullah, dalam Kitab Syarhu wal Ibanah 'ala Ushulis Sunnah wad Diyanah, menukil satu keterangan sebagaimana berikut ini:

"Imam Abdullah Ibnu ‘Aun rahimahullah mengatakan bahwa ketika hawa nafsu sudah menguasai hati, maka seseorang akan menilai baik dan bagus terhadap hal-hal yang sebelumnya dia anggap buruk atau hina.”

Tapi dalam konteks tulisan ini, akan dibatasi pada pengertian "hawa nafsu" yang terkait dengan hal buruk yang harus dikendalikan, sehingga perilaku buruk tadi tidak semakin menumpuk. Hal buruk yang dimaksud tersebut, selain sifat serakah yang melahirkan perilaku korup, juga sifat kehendak untuk menang sendiri, benar sendiri, sombong dan tinggi hati.

Dalam cakupan yang lebih luas, termasuk juga perbuatan buruk lainnya yang tidak saja melanggar norma hukum dan agama, tetapi juga etika, adat dan budaya. Meremehkan orang lain, merendahkan orang lain, dan menganggap dirinya paling baik memperlihatkan belum adanya niat pengendalian diri. Menganggap orang lain sebagai penghambat lajunya prestasi, menuduh orang lain sebagai penyebab kegagalan, mencerminkan belum adanya upaya mawas diri atas kegagalan diri sendiri.

Selagi masih terus menghakimi orang lain, mencari aib orang lain, tapi lupa atas aib diri sendiri, itu semua mencerminkan masih rendahnya kemampuan mengontrol diri (self control), terhadap hawa nafsu yang bersemayam dalam diri.

Maka sebagaimana dijelaskan dalam pernyataan ulama tabi'in di atas, bahwa efek negatif dari hawa nafsu ternyata dapat membutakan dan membuat tuli seseorang. Hawa nafsu dapat membutakan seseorang dari kebenaran, sehingga dia tidak mampu melihatnya. Hawa nafsu pun dapat membuat tuli seseorang sehingga dia tidak mampu mendengar kebenaran. Hawa nafsu juga dapat membisukan seseorang sehingga dia tidak mampu mengatakan kebenaran.

Jika hati seseorang telah dikalahkan hawa nafsunya, maka dia akan menganggap baik perbuatan maksiat. Namun, bila hawa nafsu sudah menguasai hatinya maka dia akan menganggap baik dan memandang indah suatu maksiat, padahal sebelumnya ia mengerti akan hal itu dan tahu bahwa maksiat itu adalah hina dan buruk. Karena tidak bisa terkendali, maka jadilah kemaksiatan itu dianggap sebagai sebuah kebaikan dalam jiwanya.

Maka, hukumnya wajib bagi setiap Muslim untuk mengekang dan mengendalikan hawa nafsunya dari dalam jiwanya. Allah SWT berfirman :

فَأَمَّا مَنْ طَغَى. وَآَثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى. وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى.

“Adapun orang yang melampaui batas. Dan lebih mengutamakan kehidupan duniawi. Maka sesungguhnya, nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga adalah tempat tinggalnya.” (QS. An Nazi’at: 37-41)

Karena itu kita haru berhati-hati dalam menilai sesuatu hanya berdasarkan hawa nafsu. Boleh jadi ketika kita lemah dari mengekang hawa nafsu yang buruk dalam hati dan jiwa kita, bukan tidak mungkin kita akan terjerumus dalam sikap "menganggap baik" suatu maksiat yang pada hakikatnya kita tahu tentang keburukannya.

Ada nasihat yang sangat filosofis yang sekiranya dapat menjadi inspirasi, yakni "Kendalikan hawa nafsumu sebelum ia menghancurkanmu!" Dan kita tentu sepakat untuk terus menjadi hamba Allah SWT yang baik, bukan menjadi hambanya hawa nafsu yang cenderung pada keburukan.

Mari kita meminta kepada Allah SWT agar hati kita senantiasa dijaga dan selalu menetap di atas agama-Nya. Ya Muqollibal Qulub, Tsabbit Qolbi ‘ala Dinik. Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu. Amin. Wallahu A'lam. 

Semoga bermanfaat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 30 Desember 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ahmad Zaini Alawi (Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik)

Editor: Hakim