Dekonstruksi Stigma Malam Jumat

 
Dekonstruksi Stigma Malam Jumat
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Setahu saya malam Jumat selalu identic dengan seram, angker dan keramat. Dari kecil di otak saya, deskripsi atas penyebutan tersebut mulai tertanam. Singkatnya malam Jumat dibuat seolah horor, dan dalam situasi mistik. Pertanyaan timbul sekarang, dari mana asal usulnya malam Jumat identik dengan seram, angker dan keramat itu?

Dulu, 1988 masih gemar nonton layar tancep, giliran malam Jumat, banyak alasan jika diajak kawan nonton film layar tancep di tetangga kampung atau desa. Faktanya dulu memang tempat-tempat tertentu masih angker, namun beda jika bukan malam Jumat, nonton pun sampai tengah malam, kita sekawanan tidak beranjak pulang sebelum selesai.

Hingga kini stigma horor di malam Jumat masih saya dengar, mulai cerita hantu gentayangan di malam Jumat sampai soal tuyul dan babi ngepet, tiba-tiba bekumpul di malam Jumat. Faktanya saya tungguin malam Jumat tidak ada apa-apa, justru yang saya dengar suara pengajian, suara baca dalailan, manaqiban, dan juga marhaban. Sampai begadang pun saya lakukan, demi melihat fenomena gentayangan dari makhluk-makhluk itu. Namun itu nonsense.

Lalu, saya kini berfikir untuk keluar dari paham keliru itu, paham bahwa malam Jumat adalah angker. Ada tawaran dekonstruksi atas keadaan tersebut sebagai sesuatu yang perlu dikaji ulang. Maka saya memilih diksi dekonstruksi. Apa itu dekonstruksi?

Dekonstruksi adalah suatu pemikiran untuk memahami kontradiksi yang ada di dalam teks dan mencoba untuk membangun kembali makna-makna yang sudah melekat dalam teks tersebut. Pemikiran mengenai dekonstruksi tidak menerima suatu teks secara konstan sesuai dengan makna teks tersebut. Pemikiran dekonstruksi percaya bahwa suatu teks pasti memiliki makna-makna yang tersembunyi dan memiliki arti yang berbeda.

Pemikiran mengenai dekonstruksi dirintis oleh Jacques Derrida, filsuf kontemporer Perancis 1930-2004. Pemikiran dekonstruksi merupakan kunci dari pemikiran postmodernisme. Derrida menganggap bahwa teori ilmu pengetahuan berkembang secara kaku, hingga tidak bisa dibantah. Pemikiran Derrida beranggapan suatu ilmu pengetahuan bisa dikaji ulang kebenarannya, tidak mutlak, dan harus bisa dibuktikan kebenarannya.

Meminjam konsep Derrida, saya bermaksud untuk sebagai pijakan dalam tulisan ini. Sudah menjadi nalar saya untuk menelaah soal di atas menggunakan pisau analis Derrida, dan ini tidak pada soal malam Jumatnya. Tapi lebih mendekonstruksi pemahaman atas keangkeran malam Jumat yang sebenarnya tidak seperti itu.

Jumat adalah hari istimewa yang dengannya Allah mengagungkan dan menghiasinya. Allah memuliakan umat Nabi Muhammad SAW dengan hari Jumat, yang tidak diberikan kepada umat nabi terdahulu. Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan keutamaan hari Jumat. Bahkan ada beberapa ulama yang secara khusus menjadikannya dalam satu bentuk karya, seperti kitab al-Lum’ah fi Khashaish al-Jumat, karya Syekh Jalaluddin al-Suyuthi.

Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadis:

 سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada Hari Raya Qurban dan Hari Raya Fitri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi, pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali silaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.”

Dalam kitab Manahij al-Imdad, Syaikh Ikhsan Jampes telah menjelaskan:

أَيْ يَخْلُقُ اللهُ تَعَالَى لَهَا إِدْرَاكًا لِمَا يَقَعُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَتَخَافُ...الى ان قال....وَالسِّرُّ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ السَّاعَةَ كَمَا تَقَدَّمَ تَقُوْمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بَيْنَ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ فَمَا مِنْ دَابَّةٍ اِلَّا وَهِيَ مُشْفِقَةٌ مِنْ قِيَامِهَا فِيْ صَبَاحِ هَذَا الْيَوْمِ فَإِذَا أَصْبَحْنَ حَمِدْنَ اللهَ تَعَالَى وَسَلَّمْنَ عَلَى بَعْضِهِنَّ وَقُلْنَ يَوْمٌ صَالِحٌ حَيْثُ لَمْ تَقُمْ فِيْهَا السَّاعَةُ

“Maksudnya, Allah menciptakan kepada makhuk-makhluk tidak bernyawa ini pengetahuan tentang hal-hal yang terjadi pada hari Jumat tersebut. Rahasia dari kekhawatiran mereka adalah bahwa hari kiamat sebagaimana telah dijelaskan terjadi pada hari Jumat di antara waktu subuh dan terbitnya matahari. Maka tidaklah binatang-binatang kecuali khawatir akan datangnya hari kiamat pada pagi hari Jumat ini. Saat pagi hari tiba, mereka memuji kepada Allah dan memberi ucapan selamat satu sama lain, mereka mengatakan; ini hari baik, kiamat tidak terjadi pada pagi hari ini.” (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1 )

Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abdillah bin ‘Amr bin al-‘Ash sebuah hadis:

 مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ

“Tiada seorang muslim yang mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur.”

Saking istimewanya, Jumat adalah hajinya orang miskin seperti yang telah dijelaskan oleh Imam al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 اَلْجُمُعَةُ حَجُّ الْفُقَرَاءِ

“Jumat merupakan hajinya orang-orang fakir.”

Menarik dari atas sampai bawah, saya berkeyakinan kuat bahwa anggapan malam Jumat sebagai malam angker, mistik, dan horor itu adalah bualan, dan tradisi kebodohan yang dikembangkan para dukun yang mengidentifikasikan Jumat sebagai malam horor agar korban selalu bergantung padanya.

Pada akhir kalimat, izinkan saya untuk mendekonstruksi makna Jumat tidak lagi sebagai makna yang baru diciptakan sebagai kebutuhan dunia kelenik dan mistik. Melainkan mengembalikan makna aslinya, bahwa siang atau malamnya hari Jumat adalah hari kasih sayang manusia terhadap manusia yang sudah meninggal. Hari kasih sayang suami atas istrinya, hari kepedulian yang kaya kepada yang miskin, hari silaturahminya manusia dengan manusia lainnya, hari kebaikan, hari yang dipenuhi keberkahan, kemuliaan. Al-Fatihah untuk semua manusia yang tenang di alam baka.

Ciujung, 6 Januari 2022

Oleh: Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang