Kisah Pemintal Benang: Mutiara dari Allah SWT

 
Kisah Pemintal Benang: Mutiara dari Allah SWT
Sumber Gambar: Tim Mossholder/Pexels (foto ilustrasi)

Laduni.ID, Jakarta – Pada zaman dahulu ada seorang pemintal benang. Benang itu ia jual sendiri. Begitulah pekerjaannya saban hari. Hasil jualan benang itu ia bagi dua. Satu bagian dibelikan makanan untuk keluarganya. Sebagian yang lain ia gunakan untuk membeli kapas sebagai bahan membuat benang.

Suatu hari, saat benang buatannya laku terjual, seorang teman datang menghampiri. Teman tersebut bercerita bahwa ia sedang susah masalah ekonomi. Ia bermaksud meminta bantuan kepada pemintal benang itu. Oleh si pemintal benang, uang hasil jualan benang itu akhirnya diberikan kepadanya. Alhasil, tak ada uang yang bisa ia belikan makanan untuk keluarganya. Pun juga untuk membeli kapas.

Sesampainya di rumah dan dengan tangan kosong, istrinya bertanya, ”Mana makanan hari ini? Kok, kamu tidak bawa makanan sama sekali. Mana pula kapasnya?”

Ia menceritakan ihwal apa yang ia lakukan dengan uang itu. Sang istrinya pun bertanya lagi, “Lantas, kita makan apa? Kita sudah tidak memiliki apa-apa lagi.”

Si pemintal benang lantas mencari beberapa perabot di rumahnya yang bisa dijual. Ia melihat ada kendi yang sudah pecah dan sebuah nampan. Ia membawa dua barang itu ke pasar.

Sayang, setelah sekian lama menunggu, tak ada satu pun orang yang berkenan membeli. Hingga, ia bertemu dengan penjual ikan. Ikan itu memiliki perut yang menggelembung. Besar. Ia bernasib sama dengannya. Sama-sama dagangannya tak laku.

Penjual ikan itu menawarkan satu hal. Saling bertukar barang dagangan. Ia setuju. Nampan dan kendi miliknya diserahkan kepada penjual ikan itu. Sebagai gantinya, ia mendapat ikan.

“Ikan ini akan kita apakan?,” tanya sang istri kepadanya.
“Kita panggang saja,” jawabnya singkat.

Eksekusi dimulai. Ikan itu dibelah perutnya. Kejadian aneh muncul. Ada sebuah mutiara di dalam perut ikan itu. Mereka membawa mutiara itu kepada seorang ulama. Sang ulama menjawab, “Jika mutiara itu berlubang, maka itu adalah milik orang lain. Namun jika tak berlubang, maka itu sungguh pemberian Allah SWT untuk kalian”.

Mutiara itu dibawa kepada temannya penjual mutiara. Melihat mutiara itu, sang teman bertanya penuh keheranan, “Darimana kamu mendapatkannya?”

“Itu adalah rizki Allah SWT untuk kami,” jawabnya.

Sang teman menjelaskan. Mutiara itu adalah mutiara yang sangat mahal. Ia tak memiliki cukup uang untuk membelinya. Ia akhirnya memberikan rekomendasi agar mendatangi si A, yang juga penjual mutiara.

Akhirnya si A membeli mutiara itu dengan harga yang sangat tinggi. Si A juga menganjurkan agar si pemintal benang itu menyewa kuli panggul yang akan membawa uang hasil penjualan mutiara tersebut.

Si pemintal benang tiba di rumah. Beserta uang yang sangat banyak. Tiba-tiba, seorang pengemis datang. “Aku memohon. Tolong beri saya sebagian rizki yang Allah SWT berikan kepadamu” 

Ia berniat memberikan separuh dari uang jualan mutiara itu. “Saya akan memberikan separuh dari apa yang diberikan Allah SWT kepadaku. Kemaren aku sepertimu. Sama-sama tak punya uang.”

Namun, ketika uang sudah dibagi dua, pengemis itu mengatakan hal yang di luar dugaan. Ia mengaku bahwa ia adalah utusan Tuhan yang bertugas untuk mengujimu. Tak lupa, ia mendoakan “Semoga Allah memberkahi kehidupanmu”.


Sumber: Ibn al-Jauzi, Jamaluddin Abi al-Farj bin. ’Uyun al-Hikayat. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2019.
Editor: Nasirudin Latif