Percakapan Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Athas dan Pelaku Fitnah

 
Percakapan Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Athas dan Pelaku Fitnah
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Fitnah adalah perbuatan yang dapat menimbulkan dosa besar, bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberikan peringatan keras terhadap umatnya tentang bahaya fitnah. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan bahwa orang-orang yang menyebar fitnah maka kesalahan-kesalahannya akan ditampakkan.

Oleh karena itu, Habib Ahmad bin Hasan Alaydrus mengingatkan bahwa setiap orang yang menyebarkan atau memfitnah orang lain akan mendapatkan balasannya.

“Apa yang ente kerjain ke orang lain, bakal ente dapet juga hal yang sama,” kata Habib Ahmad bin Hasan Alaydrus dalam unggahan video di laman Facebook pribadinya (16/1/2022).

Balasan yang akan diterima tidak hanya akan menimpa si pelaku fitnah, tetapi juga akan menimpa keluarga, orang terdekat, atau bahkan keturunannya. “Kasian mereka, terganggu hidupnya karena kesalahan kita,” lanjut Habib Ahmad.

Habib Ahmad bin Hasan Alaydrus juga menceritakan kisah Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Athas yang menyaksikan secara langsung bahaya daripada perbuatan fitnah. Saat itu, Habib Abu Bakar Al-Athas melintasi sebuah kuburan, beliau mendengar suara teriakan dari salah satu kuburan di sana.

Setelah dihampiri, Habib Abu Bakar lalu bertanya, “Ada apa dengan mu sehingga kau berteriak begitu kencang?”

“Saat aku masih hidup, aku pernah memfitnah seseorang,” jawabnya kepada Habib Abu Bakar.

“Apakah kau sudah meminta maaf kepada orang yang kamu fitnah?” tanya Habib Abu Bakar lagi.

“Sudah, aku sudah meminta maaf kepadanya, dan diapun telah memaafkan saya,” jawabnya.

“Tapi, kenapa aku masih mendengar teriakanmu, merintih kesakitan dan kepedihan?” tanya Habib Abu Bakar heran.

“Fitnah yang aku lontarkan padanya, hingga saat ini masih banyak orang yang percaya atas fitnah tersebut. Fitnah itu masih tersebar luas hingga saat ini, sehingga dia terus menerus dirugikan,” katanya dengan perasaan sedih.


Editor: Daniel Simatupang