Terapeutik Hasad dalam Islam

 
Terapeutik Hasad dalam Islam
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam persaingan hidup yang semakin tajam, terkadang kompetisi tak selamanya berjalan sehat. Banyak harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Efeknya, akan muncul sikap pragmatis dan inferior seperti istilah Ok boss, ABS, carmuk, saling sikut, menjatuhkan, berkhianat laksana menggunting dalam lipatan, minder tak beralasan, kecewa bahkan fitnah pun juga dimainkan. Yang penting kenikmatan itu bisa hilang dari pemiliknya. Senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang. Na'udzubillah, iri dengki alias hasad pun merajalela di dalam jiwa manusia.

Allah SWT berfirman:

ﺃَﻡْ ﻳَﺤْﺴُﺪُﻭﻥَ اﻟﻨَّﺎﺱَ ﻋَﻠَﻰٰ ﻣَﺎ ﺁﺗَﺎﻫُﻢُ اﻟﻠَّﻪُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻪِ ۖ ﻓَﻘَﺪْ ﺁﺗَﻴْﻨَﺎ ﺁﻝَ ﺇِﺑْﺮَاﻫِﻴﻢَ اﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻭَاﻟْﺤِﻜْﻤَﺔَ ﻭَﺁﺗَﻴْﻨَﺎﻫُﻢْ ﻣُﻠْﻜًﺎ ﻋَﻈِﻴﻤًﺎ

Artinya, "Ataukah mereka hasad kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar." (QS. An-Nisa': 54)

Imam Al-Ghazali berkata, "Bila Allah memberikan nikmat kepada saudaramu, maka kamu kemungkinan akan mengalami salah satu dari dua hal, yaitu antara 'ghibthah' atau 'hasad.'"

Terkait hasad, secara psikologis Syaikh Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar menjelaskan bahwa hasad adalah kerja emosional yang berhubungan dengan keinginan agar nikmat yang diberikan Allah SWT kepada seseorang dari hamba-Nya hilang dari padanya. Baik dengan usaha melenyapkan nikmat itu secara nyata atau cukup dengan keinginan saja, yang jelas motifnya adalah kejahatan.

Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin Al-Malibary, di dalam Kitab Syarah Irsyadul Ibad ila Sabilir Rosyad pada Bab Hiqdu wal Hasad, menjelaskan dengan memaparkan sejumlah Hadis Rasulullah SAW, yang terkait dengan hal itu. Di antara keterangannya adalah:

1. Hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api membakar kayu kering (HR. Ibnu Majah)

2. Hasad itu merusak iman sebagaimana juga merusak sikap sabar dan kasih sayang (HR. Dailami)

3. Orang yang hasud adalah salah satu yang tidak termasuk ke dalam golongan umat Nabi Muhammad SAW (HR. Thabrani)

Hasad atau dengki itu adalah keadaan psikis seseorang yang menginginkan hilangnya suatu karunia, anugerah, atau kebaikan yang dimiliki orang lain (mahsud/orang yang dihasudi). Bahaya hasad ini akan berdampak buruk secara individual, sosial, moral bahkan spiritual.

Namun demikian, setiap mukmin harus tetap optimis dan penuh harap kepada Allah SWT, dan siap menerima takdir apapun dari Allah. Selalu berikhtiar dalam mengobati penyakit hasad ini. Setidaknya ada lima langkah terapi yang dapat dipraktekkan, yakni:

1. Taubatan Nasuha dan mengamalkan doa, khususnya membaca QS. Al-Falaq: 1-5

2. Memahami konsep takdir dengan baik. Sehingga bagaimana pun takdir yang diberikan Allah, kita akan lebih siap dan matang serta mantap menjalaninya.

3. Berprilaku ikhlas. Mampu menjalani suka duka kehidupan dengan penuh ketulusan dan kesadaran. Sehingga, hidup bisa dihayati dengan penuh kenikmatan dan ketenangan, whatever and wherever. Sebab terbukti pada saatnya, ikhlas akan mampu menepis kecenderungan perilaku hasad terhadap sesama.

4. Bersyukur atas nikmat Allah. Dengan sibuk mensyukuri nikmat apa saja, seseorang akan berpaling dari kecenderungan iri. Sebab rasa syukur akan mendatangkan sikap qona'ah dalam hidup. Dengan syukur itu, nikmat akan semakin bertambah dan merasa malu kepada Allah jika mengkufurinya. Sikap syukur akan mampu menepis sikap hasad, yang sarat  dengan sifat kebencian.

5. Menebar salam (Afsyus Salam). Menebar salam berarti menebar kebaikan dengan saling mendoakan. Seiring semakin bertambah teman, maka akan bertambah kenikmatan dan kemudahan. Dengan menebar salam berarti menambah silaturahmi dan saling menyayangi antar sesama. Atas dasar kasih sayang maka hasad akan sirna dengan sendirinya. 

Semoga bermanfaat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 03 Februari 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Penulis: Rakimin Al-Jawiy (Dosen Psikologi Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Editor: Hakim