Hukum Menggunakan Siwak Saat Puasa Ramadhan

 
Hukum Menggunakan Siwak Saat Puasa Ramadhan
Sumber Gambar: Foto ist

Laduni.ID, Jakarta – Sebelum sekarang kita mengenal sikat dan pasta gigi untuk membersihkan gigi, gusi dan mulut, orang-orang sejak zaman dulu sudah menggukan siwak untuk menjaga kesehatan dan menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.

Meski siwak ini sudah jarang kita temui saat ini, nyatanya masih banyak orang yang menggunakannya karena merupakan salah satu amalan yang disukai oleh Rasulullah SAW adalah bersiwak (menggosok gigi) setiap waktu.

Siwak atau miswak adalah batang atau ranting dari atau akar pohon (Salvadora Persica). Pohon yang termasuk dalam kategori semak belukar ini hanya bisa ditemui di wilayah Timur Tengah. Lantas bagaimana hukum menggunakan siwak saat sedang berpuasa Ramadhan?

 ولا يكره إلا للصائم بعد الزوال ولو صوم نفل

Dan tidak dimakruhkan memakai siwak kecuali bagi orang puasa setelah tergelincirnya matahari meskipun saat menjalani puasa sunah. (As-Siraaj al-Wahhaaj I/17 ).

( ولا يكره ) بحال ( إلا للصائم بعد الزوال ) ولو نفلا لخبر الصحيحين لخلوف الصائم أطيب عند الله من ريح المسك والخلوف بضم الخاء تغير رائحة الفم والمراد الخلوف بعد الزوال لخبر أعطيت أمتي في شهر رمضان خمسا ثم قال وأما الثانية فإنهم يمسون وخلوف أفواههم أطيب عند الله من ريح المسك والمساء بعد الزوال

(Dan tidak dimakruhkan sama sekali memakai siwak kecuali bagi orang puasa setelah tergelincirnya matahari meskipun saat menjalani puasa sunah). Berdasarkan hadis Nabi “Sungguh bau mulut orang berpuasa lebih harum dari minyak misik. (HR. Bukhari Muslim).

Yang dimaksud bau mulut diatas adalah bau mulut setelah tergelincirnya matahari berdasarkan hadis nabi yang lain. ”Diberikan kepada umatku lima perkara dalam bulan Ramadhan. Seterusnya beliau bersabda: Adapun yang kedua, mereka berada pada saat setelah tergelincir matahari, sedangkan bau mulut mereka di sisi Allah lebih harum dari bau misik” (H.R. al-Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya dan Abu Bakar al-Sam’any dalam Amaliah, beliau berkata: “Ini hadis hasan”. Seperti ini juga telah dikatakan oleh An-Nawawi dalam Syarah Muhazzab berdasarkan cerita dari Ibnu Shalah). Kata Masaa’ (sore hari) adalah waktu setelah tergelincirnya matahari. (Mughni alMuhtaaj I/56 ).

Tergelincirnya matahari atau zawal itu maksudnya adalah waktu yang menandakan masuknya shalat dzuhur. Makruh bersiwak setelah masuk waktu shalat dzuhur bilamana siwakan itu dilakukan bukan karena mulut yang berbau, kalau dilakukan karena berbaunya mulut maka tidak makruh, bahkan menurut imam Nawawi tidak makruh walaupun setelah masuknya waktu shalat dzuhur. Lihat kitab Ianah dan Bajuri bab Siwak.

بشرى الكريم ٢/٧٥

و يكره للصائم و لو نفلا السواك بعد الزوال اى الغروب و ان لم يتغير فمه من الصوم بل من نحو نوم عند حج للخبر الصحيح " لخلوف فم الصائم يوم القيامة اطيب عند الله من الريح المسك" ....

Dimakruhkan bagi orang yang berpuasa walau puasa sunah menggunakan siwak setelah lingsirnya matahari sampai tenggelamnya, siwak sebelum zawal tidak apa-apa, karena ada pendapat yang mengatakan tidak ada kemakruhan secara mutlak meski ba'da zawal sekalipun.

كفاية الاخيار ١/١٦_١٧

و هل يكره للصائم بعد الزوال فيه خلاف؟ الراجح فى الرافعى و الروضة انه يكره لقوله عليه الصلاة و السلام لخلوف فم الصائم الطيب عند الله من الريح المسك رواه البخارى.و فى رواية مسلم يوم القيامة. و الخلوف بضم الخاء واللام هو التغييرو خص بما بعده الزوال لان تغيير الفم بسبب الصوم حينئذ يظهر، فلو تغير فمه بعد الزوال بسبب اخر كنوم او غيره فاستاك لاجل ذلك لا يكره و قيل لا يكره الا ستياك مطلقا و به قال الائمة الثلاثة و رجحه النووى فى الشرح المهذب

Apakah makruh bagi orang yang berpuasa bersiwak setelah lingsir matahari? hal ini terjadi perbedaan pendapat pendapat yang bojeh dari Imam Rofi'i adalah makruh hal ini didasarkan atas hadis dari imam Bukhori dan Imam Muslim bahwasanya perubahan bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah adalah lebih wangi dibanding misik. Dihususkan dengan lingsir matahari, karena pada waktu itu perubaham bau mulut karena berpuasa akan tampak, Apabila perubahan bau mulut sesudah matahari lengser disebabkan oleh hal lain semisal karena habis tidur maka bersiwak tidak dimakruhkan.

Pendapat yang kedua menghukumi tidak makruh secara mutlak dan ini adalah pendapat 3 Imam Madzhab. Dan Imam Nawawi memperbolehkan dalam kitabnya Syarah al-Muhadzab. Wallaahu A'laamu Bis Showaab.


Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah