Biografi KH. Ibrohim Brumbungan Demak

 
Biografi KH. Ibrohim Brumbungan Demak
Sumber Gambar: KH. Ibrohim Brumbungan Demak (foto ist)

Daftar Isi Biografi KH. Ibrohim Brumbungan Demak

1.         Riwayat Hidup
1.1       Lahir
1.2       Wafat
1.3       Keluarga

2.         Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1       Perjalanan Menuntut Ilmu
2.2       Guru
2.3       Cikal Bakal Berdirinya Ponpes Ibrohimiyyah

3.         Penerus
3.1       Anak-anak
3.2       Murid

4.         Teladan
4.1       Tirakat
4.2       Jiwa Sosial yang Tinggi

5.         Filosofi Makan Berjamaah Bersama Keluarga

6.         Tanda-tanda Orang Berpengaruh dan Penyebar Ajaran Islam

7.         Menolak Kerjasama dengan Belanda

8.         Haji Terakhir

9.         Chart Silsilah
9.1       Chart Silsilah Sanad

10.        Referensi

11.       Chart Silsilah Sanad

 

 

1.         Riwayat Hidup
1.1       Lahir

Beliau dilahirkan bukan asli dari Mranggen tetapi dari sebuah kota metropolitan Semarang tepatnya di daerah Terboyo pada tahun 1839 M putra dari Raden Thohir bin Yudo Negoro alias raden Syahid bin Raden Surohadi Menggolo alias Sayyid Muhammad. Raden Surohadi Menggolo ini juga dikenal dengan sebutan Kanjeng Sunan Terboyo, makamnya berada tepat dibelakang Masjid Terboyo Semarang.

1.2      Wafat

KH. Ibrahim Brumbungan di panggil menghadap kehadirat Allah SWT pada hari selasa kliwon bulan shafar 1426 H Jam 11.45 WIB. 

1.3       Keluarga

Dalam perjalanan panjang dan ayunan langkah kaki yang belum sempat henti tepatnya di daerah Ngemplak sebelah utara desa Brumbung bertemulah beliau dengan pengikat hati yang dengan lembut melontarkan salam nan penuh kesejukan, sesaat terhentak beliau ingat akan pesan orang tuanya, sehingga beliau meminang dan menikahinya. Sang bidadari qurrata a’yun itu adalah Nyai Hajah Janah yang bertempat tinggal di desa Ngemplak.

Kemudian untuk sementara waktu syeh Ibrahim berada (Ngenger) di kediaman rumah mertuanya di desa ngemplak yang sekarang masuk wilayah kecamatan Mranggen.

Perjalanan hidup berumah tangga dengan nyai hajah Jannah yang menetap di desa Brumbung, Beliau Syekh ibrahim di karuniai seorang putra penerus perjuangan yaitu KH Thoyib yang juga memiliki seorang putra al ‘allamah KH Wahab Mahfudzi, yang kecerdasan dan kewira’iannya telah mewarisi dari kakeknya Syekh Ibrahim, beliaulah KH  wahab Mahfudzi pendiri Pondok Pesantren Assyarifah yang letaknya sebelah barat pondok Pesantren Ibrohimiyyah.

Bendera jihad masih berkibar, semangat masih membara, belum sampai pada separuh perjuangan sang bidadari yang dengan setia selalu menemani perjalanan hidup dalam segala arang melintang, canda tawa kebahagiaan harus di panggil oleh sang Pemilik semua hamba meninggalkan semua yang ada di alam ini, Nyai hajah Jannah harus menghadap Allah SWT.innalillahi wainna ilaihi raji’un.

Sebagaimana Rasulullah saat istri tercintanya meninggal dunia, tak dapat di lukiskan kesedihan hati beliau, begitupun Syekh Ibrahim, tetapi Allah maha Rahim, beliau di karuniai seorang pendamping hidup yang baru, beliaulah nyai hajah Halimah seorang gadis asal kota semarang tepatnya di kampung Wotprau, walaupun sempat di tolak oleh orang tua sang gadis, namun tak lama kemudian hanya selang beberapa hari orang tua sang gadis datang pada Syeh Ibrahim menyerahkan gadisnya untuk di nikahi Syekh Ibrahim, dengan waktu yang terus berjalan, kehidupanpun harus terus mengalir, berkat pernikahan beliau dengan Nyai hajah Halimah ini di karuniai 6 orang anak. Beliau ini adalah:

  1. H. Nur Kembangarum
  2. Hj. Nafi’ah Patebon Kendal
  3. KH. Ichsan Brumbung
  4. KH. Chamim Brumbung
  5. Aminah Kendal
  6. Ridwan Brumbung

KH. Ichsan menurunkan putra bernama KH. Latif mastur yang sekarang meneruskan pondok kakeknya pondok pesantren ibrohimiyyah brumbung serta menjadi Rois Idaroh Wustho Jawa Tengah Thoriqoh Almuktabaroh Annahdliyah.

2.        Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1      Perjalanan Menuntut Ilmu

KH. Ibrahim Brumbungan merupakan keturunan dari seorang pejuang islam yang sangat gigih yang meletakkan jihad di hati dan keikhlasan yang menemani perjuangan yang ingin menjadikan para keturunannya menjadi pejuang islam dan penyebar islam pula keseluruh pelosok dimana daerah itu tak pernah tersentuh aroma damai islam, dan benar benar membutuhkan pembimbing mental kerohanian   untuk menuju manusia yang sejahtera Dunia dan Akherat. Karena orang tua yang sukses adalah yang mampu mendidik anaknya menjadi lebih hebat dari orang tuanya.

Sehingga Ibrohim kecil pada saat itu langsung dikirim orang tuanya untuk belajar ilmu agama islam ke berbagai pondok pesantren. Yakni:

  1. Pondok Pesantren Cepaka Nganjuk Jawa Timur.
  2. Pondok Pesantren Mangun Harjo Jawa Timur
  3. Pondok Pesantren Langitan Babat Jawa Timur dan
  4. Pondok Pesantren di daerah Banten Jawa Barat.

Pencarian beliau terhadap ilmu tidak berhenti sampai di sini beliau terus mengembara sampai pada daerah Banten Jawa Barat untuk mengaji ilmu Thoriqoh secara langsung kepada shohibul karomah Syekh Abdul Karim yang asli Banten beliau adalah seorang guru Mursyid Thoriqoh Qodriyah Wanaqsabandiyah yang bermukim di Makkah Almukarromah tepatnya di kampung Suqul Lail. Dan setelah khatam belajar ilmu Thoriqoh ini akhirnya Syekh Ibrahim di baiat menjadi Kholifah dan guru mursyid Thoriqoh Qodriyah Wanaqsabandiyah yang dikembangkan diwilayah kabupaten Demak, tepatnya di desa Brumbung kecamatan Mranggen. Begitulah seharusnya ketika seseorang hendak mempelajari thoriqoh maka harus kaffah terlebih dahulu syariatnya.

2.2       Guru

Diantara Guru Syekh Ibrahim adalah:

  1. Ayah
  2. Syekh Abdul Karim (Banten)

2.3       Cikal Bakal berdirinya PonPes Ibrohimiyyah

Pada tahun 1870 M Masjid Brumbung (sekarang Masjid jami’ Nurul Huda) tidak ada yang mengurus, masjid ini adalah peninggalan seorang sayyidah yang pada saat itu kurang terurus.maka dengan kondisi yang memprihatinkan itu terpanggillah hati beliau untuk mulai mengembangkan syiar islam di daerah Brumbung dan sekitarnya ini dengan menghidupkan serta mengurus keberadaan masjid Brumbung ini dengan kegiatan kegiatan ibadah kepada Allah SWT, maka oleh mertua beliau syekh Ibrahim di minta untuk menempati lahan tanah di desa Brumbung yang sekarang menjadi komplek pondok pesantren Ibrohimiyyah.

Sekilas tentang masjid Brumbung yang sekarang bernama masjid Jami’ Nurul Huda ini didirikan oleh seorang waliullah perempuan yang masih keturunan Rasulullah SAW bernama Sayyidah yang juga merupakan seorang pengembara dari negeri Arab pada tahun 1824 M.

3.         Penerus

Bermula darim perjalanan panjang meninggikan kalimatullah di daerah brumbung nama seorang yang sangat ‘Alim dan Wara’ Syekh Ibrahim mulai tersebar luas ke berbagai daerah, sehingga banyak orang orang yang haus akan ilmu agama datang kepada beliau untuk menimba sebanyak-banyaknya ilmu itu. Saat itu angka masehi menunjukkan usianya yang ke 1876 M, terlebih lagi kitab kuning yang banyak mereka pelajari dari Syekh Ibrahim.

Tidak hanya dalam hal ilmu-ilmu Syari’at beliau juga mengembangkan ilmu Thoriqoh yaitu Qodriyyah wanaqsabandiyah. Banyak santri santri beliau yang akhirnya menjadi ‘ulama’ besar dan mempunyai pondok pesantren yang berkembang pesat sampai saat ini.

3.1    Anak

  1. KH Thoyib,
  2. H. Nur Kembangarum,
  3. Hj. Nafi’ah Patebon Kendal,
  4. KH. Ichsan Brumbung,
  5. KH. Chamim Brumbung,
  6. Aminah Kendal,
  7. Ridwan Brumbung

3.1   Murid

Diantara santri syekh Ibrahim adalah:

1.      KH Faqih Kolilan Kendal
2.      KH Dahlan Patebon Kendal
3.      KH Masud Gilisari Waleri
4.      KH Abdurrahman Menur (pendiri PP. Rohmaniyah)
5.      KH Muslih Abdurrahman Mranggen (Pendiri PP Futuhiyah), KH Faqih, KH Husain,

4.         Teladan
4.1       Tirakat

Syekh Ibrohim kecil berpenampilan sederhana, kalem, tidak sombong dan sangat bersahaja sehingga banyak teman-temannya yang tak memperdulikannya. Seperti filosofi pohon kelapa ketika akan menyemaikan kelapa agar menjadi tunas kelapa dia harus diletakkan tempat yang asor (rendah) bahkan terkadang di dekat jamban agar tunasnya dapat tumbuh dengan baik setelah tumbuh tunasnya dia akan dipindahkan ke tempat penanaman yang akan membawanya gagah menjulang menantang tingginya langit. Begitu pula dengan syeh Ibrahim kecil beliau selalu menampakkan kesederhanaan dan banyak melakukan Riyadloh atau tirakat sehingga dia terkesan sebagai santri miskin yang tak punya apa-apa dan tak perlu diperhitungkan, padahal beliau sedang melakukan Riyadloh atau tirakat dan hal ini beliau lakukan adalah semata-mata laku prihatin untuk menggapai ilmu yang bermanfaat dan barokah. Inilah yang sulit kita temukan pada para pencari ilmu kita di era modern ini.

Riyadloh atau tirakat yang dilakukan oleh Syekh Ibrohim pada saat itu antara lain:

  1. Beliau selalu meminum minuman ekstrak kunir sehingga daya tahan tubuh serta  daya ingat dari Syekh Ibrohim ini sangat kuat.
  2. Beliau selalu makan buah pace dimana sekarang terbukti buah pace ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit antara lain untuk menurunkan kadar gula darah dan menurunkan darah tinggi.
  3. Beliau selalu masak nasi yang dicampur dengan pasir, sehingga jika nasi sudah matang beliau lalu mengambil (jumputi/ milihi) nasi yang dicampur pasir ini sambil menghafalkan pelajaran- pelajaran agama yang beliau terima sampai nasi dan pasir benar benar terpisah. Dan hasilnya memang sangat luar biasa, hal ini dibuktikan dengan perhatian dari rekan- rekan beliau yang semula memandang dengan sebelah mata kini menjadi hormat. Hal ini memang ternyata bisa melatih kesabaran, keuletan dan ketelatenan.

Tirakat atau riyadloh ini memang sering dilakukan oleh para santri era salaf (zaman dahulu) guna mengekang hawa nafsu dan meper (mengecilkan) syahwat serta melatih mental mereka ketika nanti selepas dari mondok dan harus diterjunkan di masyarakat agar berkepribadian kuat dan tangguh menghadapi tantangan hidup.

4.1       Jiwa Sosial yang Tinggi

Syekh Ibrahim adalah sosok yang sangat memiliki jiwa sosial tinggi, terbukti selain beliau perhatian terhadap keluarga, beliau juga sangat baik terhadap para tamu, pernah suatu ketika beliau kedatangan tamu dari Madinah al munawwaroh tamu itu diantar oleh syekh muhammad dari Bandung Jawa barat, setelah dirasa cukup dalam bersilaturrahminya tamu tersebut mohon pamit, namun saat itu syekh Ibrahim sedang shalat sunnah di musholla, setelah shalat sunnah beliau membuka sajadah dan mengambil uang untuk diberikan pada tamunya, sambil beliau berkata pada tamunya:

“ ini adalah pemberian dan kemurahan dari Allah SWT” . maka dengan perasaan tersontak keheranan seorang tamu dan syeh Muhammad langsung pulang.

5.         Filosofi Makan Berjamaah Bersama Keluarga

Kesuksesan yang diraih oleh anak cucu Syekh Ibrahim ini tidak terlepas dari perhatian beliau terhadap keluarga hal ini ditunjukkan beliau agar menjadi qurrota a’yun waj alna lilmuttaqina imama dan benar benar mengharap wa alhiqni bissholihin, maka setiap kali makan beliau selalu berjama’ah dengan semua anak anak dan istri, karena dengan cara ini beliau dapat menasehati semua personil keluarga secara langsung dan lebih mendekatkan secara emosional, seningga tidak terkesan mendoktrin tetapi akan lebih mudah diterima nasehat nasehat beliau. Di samping itu beliau selalu mengingatkan akan urgensi makan berjama’ah diantaranya adalah:

  1. Makan berjamah akan lebih membawa berkah.
  2. Tidak ada rasa dibeda-bedakan dalam kasih sayang antara yang satu dengan yang lain.
  3. Agar lebih akrab dan bertawadlu’ dengan orang tua.
  4. Saat mulai makan harus diawali dengan berdoa begitupun juga setelah selesai
  5. Disaat makan, makanan harus dihabiskan tidak boleh tertinggal walau sebutir nasipun dan jangan berlebihan (isrof).

6.         Tanda-tanda Orang Berpengaruh dan Penyebar Ajaran Islam

Syekh Ibrohim ketika nyantri di Pondok pesantren langitan Babat Jawa timur banyak diantara temannya yang tidak menghiraukannya, karena penampilan dari syekh Ibrohim yang ndesani (kampungan), kalem dan banyak tirakat serta nampak kelelar-keleler (tidak aktif atau cekatan) tiba tiba menjadi sosok yang dihormati dan disegani serta sangat diperhitungkan dikalangan pesantren. Hal ini tidak terlepas dari suatu kejadian di pondok pada saat itu pesantren ada mudzakaroh  ada suatu pertanyaan dari peserta mudzakaroh yang semua santri tidak bisa menjawab. Sejenak mudzakaroh ini terhenti, dengan sangat mengejutkan beliau syeh ibrahim ini tampil menjawab pertanyaan dari peserta mudzakaroh dengan sempurna dan benar adanya, sehingga para santri peserta mudzakaroh menjadi tercengang kagum atas kecerdasan dan kedalaman pengetahuan syekh Ibrahim dalam menjawab pertanyaan dari peserta mudzakaroh. Banyak memang kejadian kejadian yang menjadi pratanda yang mengisyaratkan bahwa ibrahim muda akan menjadi orang berpengaruh dan penyebar aroma damai islam serta penegak Kalimatullah di muka bumi. Seperti suatu kejadian di pondok pesantren, syeh Ibrahim mempunyai teman dekat yang bernama K. Dimyati yang kemudian hari dikenal dengan nama mbah Bengkah (Bengkah ini pedukuhan yang ikut Wonosekar kecamatan karangawen). Tidak jarang kedua sahabat ini belajar sampai larut malam. Ketika suatu malam saat jam menunjukkan pukul 02.00 Syekh Ibrohim keluar dari gotakan (kamar pondok) menemui K. Dimyati sambil berkata:

“Dim yah mene iki wetengmu ngelih opo ora?” (jam segini perutmu lapar tidak Dim?) langsung dijawab oleh K. Dimyati:

“wah yo jelas ngelih to kang, nanging jam sak yahene iki arep golek mangan nyang ngendi? (wah jelas lapar kang, tapi  jam segini mau mencari  makan kemana?) kemudian syekh Ibrahim berkata lagi:

“Seumpamane ono uwong aweh berkat kowe yo gelem Dim?” (seandainya ada orang memberi makanan berkat kamu mau Dim?). K. Dimyati menjawab sambil berseloroh:

“Oalah kang mbok ojo ngayoworo, wis wis turu wae kang, ora usah neko neko.” (sudahlah kang jangan menghayal, sudahlah tidur saja, tidak perlu aneh-aneh). Kemudian Syekh ibrahim kembali lagi masuk kekamar.

Beberapa menit kemudian dengan tidak disangka dan diduga ada orang memberi berkat (makanan selamatan) kepada K Dimyati. Heran dan terkejut menyelimuti hati K Dimyati, dengan kegalauan hati K Dimyati berseru memanggil Syekh Ibrahim:

“Kang kang ono berkat tenan iki lho, ayo di pangan bareng!” (kang ini lho ada berkat beneran ayo dimakan bersama-sama). Alhamdulillah.

Ini semua merupakan peristiwa-peristiwa yang bisa di kategorikan karomah beliau selama berada di pesantren dalam mempelajari syariat islam tetapi.

7.         Menolak Kerjasama dengan Belanda

Brumbung tempo dulu adalah merupakan pusat pemerintahan yang dikenal dengan kawedanan termasuk kenaiban (sekarang kantor urusan agama) berada di brumbung, sehingga pemerintah Belanda hanya mengenal brumbung sebagai pusat pemerintahan, maka stasiun kereta api yang berada di daerah kebangarum lebih dikenal dengan nama stasiun Brumbung demikian juga perhutani yang dulu dikenal dengan nama tempat penggergajian atau TPK ini juga dikenal dengan nama TPK Brumbung. Hal ini menunjukkan saat itu Brumbung sudah dikenal dan tersohor baik dimata pemerintah belanda maupun orang-orang pribumi. Sehingga keberadaan syekh ibrahim tidak terlepas dari incaran penjajah belanda. Bahkan Brumbung merupakan target untuk dibumi hanguskan oleh penjajah oleh penjajah karena termasuk benteng pertahanan tentara Hisbullah.

Syekh Ibrahim selalu menekankan untuk tidak mau di ajak bekerjasama oleh pemerintah belanda bahkan para santri dan dzuriyahnya di larang untuk menerima bantuan dari pemerintah Belanda, Syekh Ibrahim menganggap bahwa bantuan dari pemerintah Belanda hukumnya Haram. Doktrin ini sampai pada cucunya, sepaerti halnya pernah terjadi pada KH Latif Mastur pada tahun 1980 M, Madrasah yang Beliau kelola mendapat bantuan dari Bupati Demak (saat itu H. Sukarlan) karena merasa tidak mengajukan bantuan tersebut beliau menanyakan pada kepala desa Brumbung (saat itu Mardjuki) kemudian menanyakan pada DPU Kabupaten dengan pertanyaan yang sama yaitu bantuan ini dari siapa dan halal atau haram, ini semua tidak terlepas dari doktrin yang sejak jauh –jauh hari telah disematkan dalam benak para santri maupun dzuriyahnya, yang awalnya tidak mau menerima bantuan dari pemerintah belanda dan sekarang dari pemerintah resmi Indonesia. Inilah kewaro’an seorang ulama’ agung agar segala sesuatu yang mengalir dalam tubuh nya dan keturunannya adalah barang-barang yang jelas halalnya, Syubhat pun mereka hindari apalagi haram. Subhanallah.

Pada masa hidupnya Syekh Ibrahim adalah ulama’ yang anti penjajah, baik dari cara terhaluspun penjajah Belanda tak bisa mempengaruhi beliau, tersebutlah seorang kiyai di daerah Gubug bernama K Hasan Anwar yang namanya diabadikan pada lembaga pendidikan di Gubug adalah sosok pejuang gigih dan tangguh dalam melawan penjajah Belanda ini sering bersilaturrahmi kepada Syekh Ibrahim untuk meminta nasehat dan petunjuknya dalam menghadapi penjajah Belanda. Setiap kali datang ke Syekh ibrahim, K. Hasan Anwar mengendarai harimau (Macan) sehingga setiap kali datang selalu di ingatkan untuk menambangkan tali harimau ini jauh dari pesantren syekh ibrahim, karena beliau khawatir nanti para santri pada ketakutan, karena kedatangan K. Hasan Anwar sering kali pada malam hari. Setiap kali mau melakukan penyerangan K. Hasan Anwar pasti datang dan mohon do’a restu pada Syekh Ibrahim.

Karena sikap Syekh yang tidak mau kompromi dengan Belanda maka Brumbung merupakan target penyerangan oleh Belanda. Hal ini dibuktikan sampai beliau Syekh Ibrahim tiada. Pada agresi Belanda I sebuah bom mortir yang diluncurkan Belanda untuk menghancurkan pesantren ini tidak berhasil karena bom mortil ini tidak meledak. Dan baru tahun 1950 bom mortir itu diambil dari sebelah selatan musholla ibrohimiyyah ini.

8.         Perjalanan Haji Terakhir

Syekh Ibrahim telah beberapa kali menunaikan ibadah haji , pada waktu menunaikan ibadah haji yang ke tiga yang merupakan perjalan ibadah haji yang terahir. Perjalanan dalam rangka menggapai Ridzo Illahi kali ini beliau mengajak serta sang pendamping hidup nyai Hj Halimah serta mengajak putra beliau yakni KH.Ichsan dan KH.Chamim, serta dan KH.Muslih Abdurrahman yang merupakan santri baru, saat itu perjalanan haji belum seperti sekarang yang menggunakan pesawat, saat itu perjalanan beliau masih menggunakan kapal laut, yang lebih populer dengan istilah kapal semprong. Pada saat kapal berlabuh untuk beristirahat di pelabuhan Tanjung priok Batavia yang sekarang bernama Jakarta, terjadilah perkara yang sangat menghebohkan yaitu kapal yang ditumpangi rombongan haji ini terbakar dengan hebatnya. Saat itu beliau Syekh Ibrahim sedang melaksanakanibadah Shalat Dluha, sedang penumpang yang lain sudah kalang kabut berhamburan keluar, ada yang dengan paniknya serta merta melemparkan barang-barang bawaanya keluar dari kapal, ada yang hanya menyelamatkan diri sendiri. Sedang kedua putra serta santri syekh ibrahim serta sang istri juga tak kalah paniknya tapi harus menunggu Syekh Ibrahim selesai Shalat Dluha.

Setelah dengan penuh rasa cemas penantian pada Syekh Ibrahim yang melakukan shalat Dluha, akhirnya selesai juga, dengan nada tenang penuh kewibawaan Syekh Ibrahim bertanya: “Ono opo kok podo ribut lan bingung?” . “kapalipun kobong!” jawab salah satu putranya. Syekh Ibrahim lalu menengadahkan kedua tangannya tinggi-tinggi seraya berdoa dan setelah selesai beliau berkata “insya Allah kapal iki ra sido kobong lantaran qudrohe Allah SWT. Lahaulawala Quwwata Illa Billahil ‘Adzim beberapa saat kemudian kobaran api makin berkurang dan terus padam.

Ketika berada di Mekah Al Mukarromah Syekh Ibrohim mempunyai azam  untuk pergi ke Thoif dengan maksud membeli budak untuk dimerdekakan ,namun anehnya syekh belum sampai di Thiof, disana sudah tersiar kabar bahwa ada orang Indonesia bernama Ibrohim membeli dan memerdekakan seorang budak.

Selanjutnya beliau Syekh Ibrohim setelah selesai melaksanakan ibadah haji tiba saatnya untuk pulang. Namun karena kelelahan yang amat sangat, beliau menderita sakit sampai dengan kepulangannya ke tanah air. Sampai di Jakarta KH.Ichsan dan KH.Muslich mengurus barang–barang bawaannya sedang  Syekh Ibrohim langsung meneruskan perjalanan untuk pulang.

Pada saat KH.Ichsan dan KH.Muslich mengurus barang bawaannya sudah diingatkan oleh Syekh Ibrohim bahwa barang bawaanya sudah diingatkan oleh Syekh Ibrohim bahwa barang tersebut tidak usah diurus karena telah hilang. Namun kedua orang ini ngotot dan bersikeras untuk mencarinya hingga akhirnya memang benar-benar tidak diketemukan.  Sampai di rumah kondisi sakit Syekh Ibrohim semakin bertambah hingga pada suatu hari beliau memanggil anak-anaknya dan salah satu santri kinasihnya  yaitu KH.Muslich Abdurrahman. Setelah mereka berkumpul beliau memberikan wasiat yaitu: “Anakku lan santri kabeh,loro iki minongko dalane sowan marang gusti Allah,mulo yen aku wes kapundut dening gusti Allah aku pesen mbesuk kuburanku ojo nganti dadi papunden ,utomane kanggo poro santri lan wong-wong umum,ojo nganti tumibo syirik”.

9.         Chart Silsilah
9.1       Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Ibrohim Brumbungan Demak dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.

10.         Referensi

Diambil dari buku Manaqib Syekh KH.Ibrohim yang ditulis oleh Rofiq Irzani HF.dan diterbitkan oleh Yayasan Pondok Pesantren”Ibrohimiyah”.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 08 Juni 2022, dan terakhir diedit tanggal 13 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya