Biografi Raden Patah ( Raden Hasan ) Pendiri Kesultanan Demak

 
Biografi Raden Patah ( Raden Hasan ) Pendiri Kesultanan Demak

Daftar Isi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Raden Patah
1.3  Nasab Raden Patah
1.4  Wafat

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Raden Patah

2.1  Guru-guru Raden Patah

3.  Penerus Raden Patah

3.1  Anak-Anak Raden Patah

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Raden Patah

4.1  Perjalanan Masa Kecil Raden Patah

4.2  Membantu Ayahanda Prabu Brawijaya V Merebut Tahta di Majapahit

4.3  Membangun Pemukiman dan Pesantren di Glagah Wangi

4.4  Raden Patah Dilantik Menjadi Adipati Anom Demak Bintoro

4.5  Serangan Pertama Demak ke Majapahit 

4.6  Penyelesaian Pembangunan Masjid Demak

4.7  Serangan Kedua Demak ke Majapahit

4.8  Pengangkatan Raden Patah menjadi Sultan di Demak Bintoro

5.  Keteladanan Raden Patah

6.  Referensi

 

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Raden Patah atau Raden Fattah lahir pada tahun 1455 M beliau terlahir dengan nama Raden Djoko Probo yang di kemudian hari diberi nama oleh Syekh Ibrahim Asmoroqondi dengan Nama Raden Hasan. Raden Patah masih keturunan langsung dari Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi dari ibu yang yang berdarah Cina putri dari Syekh Bentong atau lebih di kenal dengan Putri dari Cina atau ada yang menyebutkan bernama Siu Ban Ci. 

1.2 Riwayat Keluarga Raden Patah

Beliau mempunyai tiga orang istri yaitu Dewi Murtasimah atau Asyiqah atau Solekha dari Maloka (putri Sunan Ampel), Putri Randu Singa, dan Putri Dipati Jipang. Dan dikaruniai putra putri yaitu : 

  1. Raden  Suryo  atau  Pangeran Sabrang Lor atau Adipati Unus ( Raja Demak II )
  2. Raden Songko atau Pangeran Adipati  Anom atau Pangeran Sekar Sedo Lepen
  3. Raden Trenggono
  4. Raden Ayu Kirana  atau Ratu Mas Purnamasidi menikah dengan Panembahan Banten
  5. Raden Ayu Wulan atau Ratu Mas Nyowo  menikah dengan Panembahan Cirebon
  6. Raden Tangkowo atau Pangeran Kundurawan  menjadi Tumenggung di Sumenep
  7. Raden Jaladara , meninggal muda
  8. Raden Tedjo , Pangeran Pamekasan Madura 
  9. Raden Alit atau Pangeran Sekar atau Pangeran Ragil ( leluhur  Ki Ageng Karang Lo )

1.3 Nasab Raden Patah

Raden Patah adalah keturunan dari Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi dari selir Putri yang berasal dari Cina atau ada yang menyebut Putri dari Cina atau juga ada yang menyebutkan Siu Ban Ci.

1.4 Wafat

Raden Patah diperkirakan meninggal pada tahun 1518 an diusia 63 tahun karena sakit yang dideritanya. Beliau dimakamkan tidak jauh dari masjid Agung Demak 
 

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Raden Patah

Beliau dididik dan dibesarkan oleh ayah angkatnya yaitu Arya Damar atau yang lebih dikenal dengan nama Ario Abdillah bersama dengan adiknya Raden Husen. Kemudian di lanjutkan dengan berguru ke Ampeldenta.

2.1 Guru-guru Raden Patah

  1. Arya Damar atau Ario Abdillah
  2. Sunan Ampel

3. Penerus Raden Patah

3.1 Anak-anak Raden Patah

  1. Raden  Suryo  atau  Pangeran Sabrang Lor atau Adipati Unus ( Raja Demak II )
  2. Raden Songko atau Pangeran Adipati  Anom atau Pangeran Sekar Sedo Lepen
  3. Raden Trenggono
  4. Raden Ayu Kirana  atau Ratu Mas Purnamasidi menikah dengan Panembahan Banten
  5. Raden Ayu Wulan atau Ratu Mas Nyowo  menikah dengan Panembahan Cirebon
  6. Raden Tangkowo atau Pangeran Kundurawan  menjadi Tumenggung di Sumenep
  7. Raden Jaladara , meninggal muda
  8. Raden Tedjo , Pangeran Pamekasan Madura 
  9. Raden Alit atau Pangeran Sekar atau Pangeran Ragil ( leluhur  Ki Ageng Karang Lo )

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Raden Patah

4.1 Perjalanan Masa Kecil Raden Patah 

Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi mempunyai beberapa istri salah satunya adalah Putri dari Cina ada yang menyebutkan bernama Siu Ban Ci. Setelah menikah sang putri akhirnya mengandung betapa gembiranya Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi. Kehamilan tersebut menimbulkan kecemburuan dari Permaisuri yang akhirnya memutuskan untuk memilih antara dia atau Putri dari China tersebut. Akhirnya dengan berat hati Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi memutuskan Putri dari Cina tersebut untuk diasingkan ke daerah Palembang yang waktu itu akan diserahkan kepada putranya Arya Damar.Akhirnya di bawa Putri dari Cina tersebut ke daerah Palembang. Dan Arya Damar di beri ijin untuk menikahi Putri dari Cina tersebut setelah sang Putri melahirkan. Setelah menetap di Palembang akhirnya pada tahun 1455 M Putri dari Cina melahirkan dan diberi nama Raden Djoko Probo yang di kemudian hari diberi nama oleh Syekh Ibrahim Asmoroqondi dengan Nama Raden Hasan sewaktu melakukan dakwah di daerah Palembang dan mengislamkan Raden Arya Damar atau yang lebih dikenal dengan nama Ario Abdillah.

Raden Hasan dididik dan dibimbing oleh ayah angkatnya Ario Abdillah selain mempelajari ilmu kanuragan beliau juga di tuntut untuk mempelajari agama Islam  dan  menjadi  seorang  Ulama  Islam. Sementara  hasil  perkawinan  Ario  Dillah dengan  putri  Cina  tersebut  lahir  seorang bayi laki-laki juga yang diberi nama Raden Husen adik  Raden  Hasan  lain  bapak. Raden Hasan dan Raden Husen dianjurkan oleh Patih Sapu Talang Arya Palembang untuk meningkatkan  ilmu pengetahuan dan agama Islam di pulau Jawa. Waktu itu Raden Hasan baru berusia 11 tahun.Sesuai cerita yang tertulis di Babad Demak. Dikisahkan Raden Hasan dan Raden Husen menyebrang dari pulau Sumatera kepulau Jawa serta singgah di Cirebon kediaman Pangeran Modang. Kemudian keduanya sengaja melanjutkan perjalanan lewat darat menuju Jawa dengan maksud menambah pengalaman.

Sampai suatu saat, keduanya melewati hutan belantara di daerah Pala.mereka bertemu dengan kawanan penyamun yang dikepalai oleh Si Wana kakak beradik .terjadilah perkelahian antara kawanan penyamun dengan rombongan Raden Hasan. Si Wana kembar memiliki kesaktian yang sulit dikalahkan bilamana adiknya mati, kakaknya melangkahi mayat adiknya maka adiknya akan hidup lagi dan lukanya sembuh seketika. Demikian sebaliknya bila kakaknya mati terkena senjata, adiknya melangkahi kakaknya, maka kakaknya akan sembuh dari luka dan hidup lagi. Raden Hasan merasa kesulitan mengalahkan kesaktian perampok itu. Di saat Raden Hasan terpojok karena diserang dari kanan dan kiri oleh dua perampok itu,beliau segera menunduk sujud sambil bertasbih.

Kepasrahan Raden Hasan membuahkan hasil.  Senjata gada milik kakak kembar yang bernama Gada Wirasi menghantam adiknya sendiri dan seketika itu, adiknya yang bernama Pagarruyung mati terlentang dengan kepala pecah berlumuran darah. Gada Wirasi melangkahi mayat adiknya dengan harapan lukanya  sembuh seketika dan dapat hidup  lagi. Tapi ternyata adiknya Pagaruyung tidak hidup lagi. Gada Wirasi berulang-ulang melangkahi mayat adiknya, namun tetap juga tidak ada tanda-tanda adiknya akan hidup lagi. Akhirnya sang kakak menangisi kematian adiknya dan ia akan bunuh diri menebus kesalahannya membunuh adiknya tanpa sengaja itu. Secepat kilat Raden Hasan mencegah upaya Gada Wirasi untuk tidak bunuh diri. Dengan sigap senjata Gada Wirasi direbut dan menasehati untuk menebus dosanya dengan bertobat dan berbuat kebajikan dengan sesama manusia.

Dengan pertolongan Allah SWT, pertarungan berakhir dengan kemenangan Raden Hasan (Menang ora ngasorake, yang bermakna dengan mengalahkan dan tidak menghina musuhnya).Pemimpin perampok Gada Wirasi (si Wana) takluk dan bertobat akan menggunakan sisa-sisa hidupnya untuk menjadi pengikut Raden Hasan. Raden Hasan terharu setelah mendengar  pengakuan Si Wana bahwa dirinya merampok bukan untuk kepentingan diri mereka tetapi  untuk rakyat yang miskin, akibat krisis ekonomi di daerahnya. Akhirnya Raden Hasan memberikan sebagian besar bekal perjalanannya kepada si Wana untuk dibagikan kepada rakyat yang kelaparan. Seusai menolong rakyat, si Wana beserta keluarganya menjadi pengikut setia Raden Hasan dan menggunakan nama samaran Wanapala karena ia berasal dari daerah hutan Pala. Nama Gada Wirasi dirahasiakan.

Sampailah juga mereka di Ampel Denta. Raden Hasan dan Raden Husen belajar kepada Raden Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel di Ampel Denta Jawa Timur,  untuk mempelajari dan memperdalam agama Islam. Raden Hasan diterima dengan rasa syukur oleh Sunan Ampel dan diperkenalkan pula dengan Raden Paku yang sudah lebih dulu menjadi santri Sunan Ampel. Nantinya Raden Paku termasyhur dengan panggilan Sunan Giri. Raden Hasan sangat gigih dan giat belajar sehingga beliau banyak disayangi dan dihormati oleh gurunya dan para santri. Sunan Ampel mendidik Raden Hasan dengan sepenuh hati untuk kader pejuang Islam di masa depan sehingga dapat mewujudkan agama Islam menjadi "Agama Rakyat" maksudnya agama Islam dapat dipeluk oleh sebagian besar rakyat di kepulauan Nusantara, dan sekaligus mampu  memperkokoh Kerajaan Majapahit yang hampir runtuh menjadi kuat kembali. Raden Hasan setelah belajar bertahun-tahun di Pesantren Ampel Denta, kemudian menikah dengan Nyi Para Wahidah putri Sunan Ampel dari istri yang bernama Ni Ageng Manila atau Nyai Condrowati atau Nyai Ageng Mulekhah (Malekhah : cantik). Adapula yang memanggilnya Nyai Ageng Maloka.

4.2 Membantu Ayahanda Prabu Brawijaya V merebut tahta di Majapahit

Setelah Brawijaya III wafat pada tahun 1466 M, Pangeran Kertabhumi tidak diberi kesempatan untuk menduduki tahta Kerajaan Majapahit. Bahkan tahta Majapahit diserahkan kepada Bhre Pandan Salas atau Dyah Suraprabowo dengan gelar Sri Singha Wikramawardhana Brawijaya IV.Dalam sebuah prasasti ia disebut sebagai keturunan Raja Gunung (Sri Giri Pati Pra Suta Bupat ) yang berkuasa di daerah Jenggala dan Kediri

Sebagai orang yang mengalah tapi memegang harkat dan martabat sebagai pewaris dan penerus singgasana Majapahit, Pangeran Kertabhumi bingung antara mengalah atau mempertahankan harga diri sebagai pewaris Raja. Akhimya Pangeran Kertabhumi memutuskan untuk memberanikan diri menghadapi cobaan dan rintangan yang menghadang untuk meraih tahta Majapahit, biarpun untuk itu harus berperang dan nyawanya siap melayang. Dari putusan itu, diwujudkan dalam sengkala memet berupa Pintu Petir/ Lawang Bledeg. Raden Hasan waktu itu masih berusia 18 tahun, dan masih dalam pendidikan di Pesanten Ampel Denta. Sunan Ampel,mengetahui ketidakadilan itu, dan segera menyuruh Raden Hasan untuk mengabdikan diri pada ayahnya yang bernama Pangeran Kertabhumi di Majapahit. Misi pengabdiannya terutama menegakkan keadilan. Keadilan yang dituntut yaitu memperjuangkan ayahnya agar dapat menjadi Raja Majapahit.

Sunan Ampel berpesan 2 hal penting pada Raden Hasan sebelum mengabdikan diri kepada Pangeran Kertabhumi . Kata Sunan Ampel, " ayah kandungmu yang sebenarnya adalah  Pangeran Kertabhumi", walaupun ayahmu lahiriahnya adalah seorang hindu, kamu sebagai anak tetap wajib berbakti padanya dan beliau tidak pernah merongrong atau menghalangi perkembangan Islam, maka perlu dihormati dan dibantu merebut tahta kerajaan Majapahit yang merupakan haknya".

Pada tahun 1466 M, Raden Hasan mulai mengabdi kepada ayahnya Pangeran Kertabhumi ditandai dengan candra sengkala "Naga Sarpa Wighna Tunggal”. Candra sengkala mengandung makna tahun dan kejadian peristiwa pada tahun itu: Naga itu ular besar, Sarpa itu ular kecil. Melambangkan  ayah dan anak ialah Pangeran Kertabhumi dan anaknya Raden Hasan; Tunggal bersatu mengatasi Wighna atau rintangan yang menghalangi naiknya Pangeran Kertabhumi meraih hak tahta singgasana Raja Majapahit. Singkat cerita, pada tahun 1466 M, Pangeran Kertabhumi dan anaknya Raden Hasan bersatu dalam upaya mengatasi rintangan yang menghadang dalam meraih tahta singgasana Kerajaan Majapahit, yang telah direbut oleh Bhre Pandan Salas. Pangeran Kertabhumi senang hatinya setelah melihat kemampuan dari Raden Hasan, ketinggian budi pekertinya, ketajaman batinnya, arif bijaksana serta memahami tata cara dan adat istiadat kerajaan serta berwatak ksatria.Pangeran Kertabhumi sering mengamati kemampuan dan kecerdasan serta ilmu yang dimiliki anaknya selama mengabdi di kerajaan Majapahit, beliau bangga dan berbesar hati sehingga sering memanggil dengan Jin Bun. Jin Bun berasal dari bahasa Cina Jin dan Bun, yang artinya Pemuda Harapan atau Pemuda Potensial . Beliau berharap Raden Hasan nantinya mampu meneruskan tahta kerajaan Majapahit sepeninggalnya. Mulai saat itu orang sering memanggil beliau Senopati Jin Bun. Raden Hasan berhasil membantu ayahnya merebut kekuasaan kembali dari tangan Prabu Pandan Salas selama 2 tahun.Bhre Kertabumi dengan dibantu kakak beradik Raden Hasan dan Raden Husen, akhirnya dapat mengusir Prabu Pandan Salas dari kerajaan Majapahit pada tahun 1468 M. Sedangkan Prabu Pandan Salas mengasingkan diri di Daha dan selanjutnya memerintah Kadipaten Keling Kediri. 

Dalam prasasti yang dibuat Pandan Salas, disebutkan bahwa tahun 1468 M, ia mengadakan  Upacara Sradha untuk memperingati 12 tahun meninggalnya Paduka Bathara Ring Dahana Pura (Bhre / Keluarga Pandan Salas). Ia masih ingin berusaha menguasai kembali Majapahit. Namun sampai tahun 1471 M, Majapahit belum juga dapat dikuasainya.  Akhirnya kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya yang bergelar Prabu Bathara Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya.Tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1474M, Pandan Salas Brawijaya ke IV wafat. Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya memerintah  Kediri mulai 1471 M-1478 M. Prabu Girindrawardhana berusaha mempersatukan kembali seluruh wilayah Majapahit yang sudah terpecah belah dari kekuasaan Prabu Bhre Kertabhumi Brawijaya V. Mulai saat itu, ia mulai merencanakan merebut tahta kerajaan Majapahit yang dipegang Brawijaya V. Yang   nantinya pada tahun 1478 M dapat merebut Majapahit dari tangan Prabu Brawijaya V.

Pada tahun 1468 M, ayah Raden Hasan yang bernama Raden Alit atau Pangeran Haryo Ongko Wijaya atau Kertabhumi, dinobatkan menjadi Raja Majapahit mengganti Brawijaya IV dan bergelar Prabu Brawijaya V. Keadaan rakyat Majapahit pada waktu itu, masih belum aman dan tentram, karena seringnya timbul pemberontakan. Diharapkan Prabu Kertabhumi mampu membuat suasana Kerajaan Majapahit menjadi aman dan tentram. (Kerta bhumi : daerah yang aman dan tentram). Raden Alit diberi julukan Pangeran Haryo Ongko Wjoyo yang mengandung  maksud agar dapat seperti Ongko Wijoyo atau Abimanyu anak Janoko yang di dalam pewayangan mendapat petunjuk atau wahyu hidayat jati dari Tuhan (Allah) yang nantinya akan melahirkan seorang putra yang dapat memerintah kerajaan menjadi adil dan makmur. Dalam hal ini, yang dimaksud kerajaan Majapahit akan gemah ripah loh jinawi, toto tentrem karto raharjo.

Prabu Brawijaya V sudah resmi dinobatkan sebagai Raja Majapahit berkat bantuan Raden Hasan dan Raden Husin. Sebagai rasa syukur beliau berkenan mernberi hadiah pada keduanya. Raden Hasan diberi hadiah tlatah / hutan Wonolangu yang waktu itu masih ikut Kadipaten Jepara. Hutan itu terletak antara Jepara dan daerah Pandan Arang (sekarang Semarang) .Dan ditumbuhi serumpunan tumbuhan glagah yang berbau wangi (sejenis rumput ilalang yang daunnya berbau wangi atau harum). Pada akhirnya terkenal dengan sebutan Hutan Glagah Wangi.

4.3 Membangun Pemukiman dan Pesantren di Glagah Wangi

Raden Hasan menghadap gurunya Sunan Ampel melaporkan  hasil pengabdiannya di Majapahit dan sekaligus menceritakan hadiah Tlatah Wonolangu  / Glagah Wangi dari ayahnya Prabu Brawijaya V. Gurunya dengan senyum mendengarkan laporan muridnya Raden Hasan. Sedang Nyai Ageng Para Wakhidah istri Raden Hasan wajahnya nampak berbinar-binar bangga mendengar sepak terjang suaminya banyak pujian terlontar dari mulutnya membuat Raden Hasan tersipu malu dibuatnya. Tiba-tiba gurunya berkata, "Alhamdulillah, Jebeng (maksudnya Anakku) Hasan sudah menjalankan tugas dengan baik dan sekarang apa rencana yang akan kau perbuat?" Apakah hutan Glagah Wangi akan segera kau buka sekarang agar bermanfaat bagi sesama manusia? Raden Hasan menjawab dengan tegas, "Saya belum berminat memanfaatkan Hutan Glagah Wangi, tetapi saya masih ingin meningkatkan ilmu disini. Belum puas rasanya kami menimba ilmu pada guru. Saya ingin meniru Nabi Sulaiman yang lebih memilih ilmu daripada harta dan tahta" Dengan rasa haru Sunan Ampel mengelus-elus jenggotnya sambil berkata "Memang benar bunyi Hadist Nabi Muhammad SAW, bahwa orang akan haus akan 2 perkara yaitu haus dunia dan haus Ilmu. Daripada haus dunia lebih baik haus Ilmu. Ilmu semakin diburu akan semakin kurang dan merasa semakin bodoh. Setelah Sunan Ampel menarik nafas dalam-dalam, beliau melanjutkan bicara "Kalau tekadmu sudah bulat untuk meningkatkan ilmu, saya menyarankan, sebaiknya kamu jangan hanya berguru padaku, tetapi tingkatkan ilmumu ke negeri Campa, Kerajaan Samudera Pasai serta Kesultanan Malaka yang saat ini sedang berkembang dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah dan jangan lupa belajar ilmu Tata Pemerintahan disana. Belajar masalah Kelautan dan membuat kapal di Kadipaten Sriwijaya”.

Raden Hasan lebih dulu meningkatkan ilmu dan pengalaman ke Kerajaan Islam Samodra Pasai. Beliau banyak belajar tentang fiqih Islam yang bersumber dari Mahzhab Syafii. Adapun Thariqahnya Naqsabandilyah. Setelah itu belajar ke Kerajaan Campa (Vietnam Tengah) Beliau juga menambah Ilmu agama disamping sosial budaya bangsa Cina yang beraneka ragam dan sudah terkenal sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Dan selanjutnya Raden Hasan belajar ke Kerajaan Malaka. Pada waktu itu yang menjadi Sultan Malaka adalah Sultan Mansyur Syah bin Sultan Mudzafar Syah. Sultan Mansyur Syah menjalankan roda pemerintahan Kerajaan Malaka sampai mencapai puncak kejayaan yang digambarkan dalam kitab Sejarah Melayu. Setelah puas merantau menambah ilmu dan pengalamannya selama 6 tahun di negeri seberang, beliau kembali menuju ke Jawa. Singkat cerita, beliau menghadap Sunan Ampel dan memberi laporan kisah perantauannya mencari ilmu di negeri seberang. Setibanya di Ampel Denta, sang guru memberi petunjuk kepada Raden Hasan supaya segera membuka hutan Glagah Wangi untuk tempat pendidikan / pesantren dan dipilih beberapa santri yang akan ikut membantu usaha tersebut. Sunan Ampel bermimpi menemukan hutan Glagah yang baunya harum. Hasil mimpi beliau dipakai sebagai petunjuk agar mudah mencarinya. 

Pada tahun 1475 M Raden Hasan beserta istinya Nyai Ageng Wahidah diiringi pengikut setianya dan santri pilihan/ unggulan Sunan Ampel,menuju hutan Glagah Wangi melalui jalan laut melewati Tuban dan berhenti sebentar di Kadipaten Jepara. Raden Hasan menunjukkan  surat keputusan Raja Majapahit Brawijaya kepada Adipati Jepara yang waktu itu masih membawahi hutan Glagah Wangi. Surat tersebut berisi keputusan bahwa hutan Glagah Wangi diberikan sepenuhnya kepada Raden Hasan sebagai hadiah keberhasilannya menegakkan keadilan di Majapahit pada tahun 1468 M. Beliau juga melaporkan dan memohon dukungan kepada Adipati Jepara yang waktu itu masih menguasai hutan Glagah Wangi, akan niatnya membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan tempat pendidikan Islam / pesantren dengan kapasitas 2000 santri. Adipati Jepara menerima dengan hormat kedatangan Raden Hasan dan siap membantu membuka hutan Glagah Wangi. Setelah mendapat beberapa petunjuk serta bantuan seperlunya dari Adipati Jepara beliau berpamitan  untuk melanjutkan perjalanan. 

Rombongan Raden Hasan tidak langsung membuka hutan, tetapi singgah dulu di Bandar Bargota Semarang,terus mendarat menemui tokoh masyarakat Cina yang berpengaruh disitu, untuk mengajak kerja sama dagang serta mengharap dukungan dalam upaya Raden Hasan membuka Hutan Glagah Wangi. Kemudian Beliau kembali ke Timur merapatkan kapalnya di suatu daratan dekat muara sungai Tuntang. Setelah meyakini pendaratannya itu benar (bener : bahasa jawa), di tepi hutan Glagah Wangi yang di carinya, maka beliau sujud syukur di tempat itu. Sekarang daerah itu diberi nama Desa Bener.Di Desa Bener ada peninggalan Masjid kuno, yang menurut kepercayaan masyarakat setempat, konon didirikan oleh seorang pedagang dari Palembang. Pedagang itu tidak lain ialah Kyai Palembang yang diberi tugas mendirikan Masjid disitu sekaligus syiar agama Islam ke penduduk setempat, disamping diberi tugas untuk menyelidiki tempat yang tepat untuk membuat bandar / pelabuhan laut. Bilamana sudah jadi, Kyai Palembang sekaligus diserahi manjadi Syah Bandar di Pelabuhan itu. Makam Kyai Palembang ada di sebelah timur pendopo Kabupaten Demak sekarang, dan masih terawat dengan baik.

Rombongan Raden Hasan melanjutkan perjalanan dan tidak lama bertemu dengan Nyai Lembah dan Ki Baruklinting  yang terlebih dahulu telah bermukim disana, tempat itu bernama Dukuh Kenep. Raden Hasan beserta rombongannya diantarkan oleh Nyai Lembah ke suatu tempat yang paling banyak ditumbuhi glagah yang berbau wangi. letak serumpunan glagah yang berbau wangi itu tepat di pengimaman Masjid Agung Demak sekarang, dengan pertimbangan : Waktu pemugaran Masjid Agung Demak tahun 1924 M-1926 M (selama 2 tahun) saat pemerintahan Adipati Demak dipegang oleh Bapak R.T. Aryo Sosrodiharjo dan Ir. Terlax sebagai arsiteknya serta Raden Soetedjo sebagai pengawas harian. Raden Soetedjo waktu itu menjadi kepala DPU Demak memberi kesaksian bahwa waktu pemugaran Masjid Agung Demak keluar air yang berbau harum / wangi. (Kesaksian R. Soetedjo diceritakan kepada Bapak KH. Muh. Salim Al-Fattah yang waktu itu menjadi takmir Masjid Agung Demak).

Dari keberhasilan usaha membuka hutan ini, beliau mendapat julukan Raden Fattah atau dalam penyebutan lidah Jawa disebut menjadi Raden Patah oleh gurunya Sunan Ampel. (Fattah dalam bahasa arab berarti membuka ; berhasil). Setelah pembukaan hutan Glagahwangi dianggap selesai, beliau bermukim di daerah yang terkenal dengan nama Rowo Bathok (sekitar daerah stasiun kereta api Demak). Semenjak itu daerah itu diberi nama Dukuh Glagah Wangi dan kotanya diberi nama Demak (Demak berarti pemberian ; hadiah ; anugerah) untuk mengingatkan kepada khalayak ramai, bahwa daerah itu adalah pemberian hadiah / kanugrahan dari ayahnya Prabu Brawijaya V kepada Raden Patah, atas keberhasilannya menegakkan kebenaran dan keadilan sewaktu beliau mengabdi di Majapahit. Jadi, pemberian itu tidak dapat dikatakan nepotisme, karena ada prestasi Raden Patah di balik pemberian itu.

Ada beberapa pendapat yang dapat dibenarkan tentang asal kata Demak:

  • Demak berasal dari bahasa Kawi yang berarti hadiah; penerimaan; syarat ; upah. (Kamus Kawi - Indonesia hal 72).
  • Menurut Prof. Poerbotjaroko, berasal dari kata “ Delemak” yang berarti tanah yang mengandung air (rawa),kata Delemak dari bahasa Sansekerta berarti Rawa. (Sampai sekarang kita dapati desa yang bernama Karang Rowo, Tlogo Dowo, Tlogo Rejo, Tlogo Sih).
  • MenurutR.M. Sutjipto Wirjosuparto, Demak berasal dari bahasa Kawi yang berarti pegangan atau pemberian.
  • Menurut Prof. Dr. R, Ng. Poerbotjaroko, bahwa Demak itu menurut bahasa Jawa Kuno artinya hadiah.
  • Menurut Hamka, berasal dari *Dama" yang berarti air mata yang menggambarkan kesulitan dalam menegakkan agama Islam pada waktu itu. (Pendapat Hamka ini, mungkin didasari pengalaman beliau khususnya, dan ulama pada umumnya, yang  merasakan sulitnya menegakkan Islam pada saat sekarang, padahal umat Islam sudah banyak. Bayangan beliau, betapa sulitnya menegakkan agama lslam saat itu, padahal belum ada satupun yang beragama Islam dan betapa mahimya pejuang Islam di masa itu yang mampu mengIslamkan penduduk dengan cara damai tanpa menjelek-jelekkan agama dan kepercayaan  setempat dan kebudayaan saat itu).
  • Sholikin Salam ; Demak berasal dari bahasa Arab "Dhima" artinya Rawa.
  • Demak = Anugrah

4.4  Raden Patah Dilantik Menjadi Adipati Anom Demak Bintoro

Semenjak beliau bermukim di Rowo Bathok banyak masyarakat sekitar yang belajar ilmu agama lslam di rumahnya.Lama kelamaan banyak berdatangan santri dari luar daerah yang belajar di rumahnya dan menetap. Karena semakin banyak santri yang belajar agama Islam sehingga rumahnya sudah tidak dapat menampung santri yang datang dari berbagai daerah, maka santri yang tidak tertampung untuk sementara dititipkan di rumah penduduk sambil merencanakan pendirian Pondok Pesantren Glagah Arum. Raden Patah mendirikan pondok Pesantren Glagah Arum pada tahun 1476 M dengan kapasitas tampung 2000 santri. Pesantren tersebut kemudian mendirikan jamaah Jum'at sendiri sehingga beritanya terdengar sampai Majapahit.

Raden Patah dan Nyai Ageng Para Wahidah yang sering disebut Rara Juminten yang paling banyak menyumbang biaya pendirian pondok pesantren tersebut . Raden Patah mengajar santri dengan dibantu oleh tenaga pengajar atau asatidz pilihan diantaranya Pangeran Mekah, Kyai Palembang . Sedang istrinya Nyai Ageng Para Wahidah atau Rara Juminten bertugas mendidik kaum wanita dan ibu dalam bidang agama sekaligus bidang kewanitaan. Sekitar tempat pesantren tersebut, akhirnya berkembang menjadi sebuah desa dan diberi nama Desa Mangunjiwan, yang bermakna tempat membangun jiwa para santri dan masyarakat sekitar. Semenjak itu Raden Patah mendapat sebutan nama "Panembahan Jimbun". Kemudian dengan bantuan gurunya Sunan Ampel, kakak perguruannya Raden Paku atau Sunan Giri dan anak gurunya yang bernama Mahdum lbrohim atau lebbih dikenal sebagai Sunan Bonang dan para santri mereka, maka dalam waktu relatif singkat Glagah Wangi menjadi kota yang ramai baik untuk perdagangan maupun sebagai penyiaran ilmu agama Islam di pulau,Jawa. Masjid kecil yang dibuatnya, kemungkinan adalah Masjid Wali yang sekarang ada di desa Jogoloyo (dekat Rowo Bathok daerah stasiun kereta api sekarang). 

Pesantren yang semakin hari semakin banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah dan perlunya mencukupi kebutuhan hidup masyarakat serta santri, maka Kyai Palembang bertugas mengembangkan bandar laut di muara sungai Tuntang yang sudah dirintisnya sewaktu di Desa Bener.Dalam waktu yang tidak lama Kyai Palembang yang ditunjuk menjadi Syah Bandar dengan dibantu oleh investor saudagar Cina Semarang sudah dapat mengembangkan Bandar Muara di Desa Moro Demok,menjadi bandar laut yang besar dan ramainya melebihi Bandar Juana. 

Adapun Pangeran Mekah dikhususkan mendidik santri di bidang agama Islam mulai dari syariat, thoriqoh, hakekat dan ma'rifat. Sekaligus bertugas mengatur jadwal pelajaran serta membagi tugas kepada asatidz yang lain. Kemungkinan besar ajaran Thariqoh yang berkembang di Pesantren Glagah Arum Mangunjiwan Demak adalah Thoriqoh Naqsabandiyyah yang dikembangkan langsung oleh Raden Patah sebagai guru mursyid, mengingat beliau pernah belajar di Samodra Pasai Aceh dan Mahzab yang dianut adalah Madhzab Syafii. Sebagai guru Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyyah, beliau bergelar Panembahan Jimbun.Prabu Brawijaya bangga mendengar laporan keberhasilan anaknya rnengembangkan daerah Demak dengan pesat dan bandar lautnya yang semakin ramai dikunjungi pedagang-pedagang. Beliau berkehendak memberi anugrah kepada Raden Patah dengan mengangkatnya menjadi Adipati Anom Demak Bintoro.

Dalam suatu kisah yang bersumber dari tembang Pangkur yang ada pada naskah Demak Edisi Proyek Penerbitan Sastra Indonesia dan Daerah Tahun 1981 berisi: Sebenarnya Raden Patah tidak mau menerima anugerah itu, karena beliau lebih senang membina pesantren yang santrinya sudah mencapai jumlah.2.000 orang.Akan tetapi, atas nasihat Sunan Ampel beliau menerima anugerah tersebut sebagai nilai ibadah pada Allah dan setelah disadari pentingnya ulama dan umaro' menyatu dalam syiar Islam. Syiar Islam akan berkembang semakin cepat dan meluas. Akhimya pada tahun 1477 M Raden Patah pada usia 29 tahun, resmi diangkat sebagai Adipati Anom Demak Bintoro dengan Ditandai Candra Sengkala " Kori Trus Gunaning Janmi" . Prabu Brawijaya V menobatkan Raden Patah menjadi Adipati dengan memberi tanda penguasa berupa rantai payung dan menugaskan 5 orang Punggawa kerajaan Majapahit, membantu penataan manajemen Kadipaten Demak Bintoro. Ponggawa itu bernama: Brojo Dento, Singo Yudho, Gembolo Geni, Brojo Nolo, dan Bogo Dento.

Dari hari ke hari Kadipaten Demak semakin maju dan semakin karena dapat dukungan rakyat dan para Wali yang membantu sepenuh hati baik tenaga maupun pikiran. Disamping itu juga dukungan dari ayahnya raja Majapahit. Kadipaten Bintoro kekuasaannya meliputi daerah Surabaya, Madura, Gresik, Tuban bahkan sampai ke barat yaitu Kendal dan Cirebon. Semenjak Raden Patah diangkat menjadi Adipati Anom, nama dukuh Glagah Wangi terkenal dengan sebutan Bintoro.Kata Bintoro berasal dari kata : Bhatara : Bh - in,- atara : Bhinatara : Bhintara. Bhatara : r aj a, dew a (Kamus Kawi Indone sia hal. 44).Bintoro artinyanya : Diangkat sebagai raja atau dinobatkan sebagai raja.

Raden Patah yang sudah dinobatkan menjadi Adipati Anom, menyadari bahwa tugasnya semakin berat. Di satu sisi ingin mengembangkan pesantren Glagah Arum Mangunjiwan, di sisi lain mendapat amanat memimpin Kadipaten Bintoro. Pepatah mengatakan, "Ciri-ciri orang besar adalah sanggup menyelesaikan beberapa masalah dalam satu waktu, dan sebaliknya ciri-ciri orang kecil adalah tidak dapat menyelesaikan satu masalah dalam beberapa waktu.". Raden Patah telah memahami pepatah tersebut dan untuk keberhasilan tugas yang diembannya beliau mengumpulkan para wali serta para cendekiawan pada masa itu untuk dimintai nasihat dan bantuannya. Pertama-tama yang dibentuk adalah" Dewan Penasehat" yang diberi nama Majelis Wali Songo,anggotanya terdiri dari sembilan wali. Ide ini meniru Dewan Penasehat Kerajaan Majapahit yang bernama Dewan Sopta Prabhu yang beranggota tujuh orang Prabu yang menundukkan pada Majapahit.Anggota Majelis Wali Songo yang berhak memakai gelar Sunan. ialah:

  1. SunanAmpel Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel). Beliau sekaligus menjadi Ketua Wali Songo.
  2. Raden Paku bin Maulana Iskak (Sunan Giri). Beliau kakak seperguruan Raden Patah sewaktu belajar di Pesantren Ampel  Denta.
  3. Raden Mahdum lbrohim bin Ali Rahmatullah (Sunan Bonang) .
  4. Sunan Kalijaga bin Wilwatikta
  5. Sunan Gunung Jati / Syeh Maulana Jati, perintis Islam di daerah Jawa Barat.
  6. Sunan Ngudung.
  7. Sunan Mejagung/  Syekh Mejagung.
  8. Syekh Bentong.
  9. Syekh Lemah Bang/ Syeh Siti Jenar.

4.5 Serangan Pertama Demak ke Majapahit

Dari kejadian ini dituliskan, bahwa Prabu Kertabhumi Brawijaya V memerintah Kerajaan Majapahit selama 10 tahun yaitu dari tahun 1468 M - 1478 M. Tahun tersebut merupakan tahun duka bagi Raden Patah karena ayahandanya PrabuKertabhumi dikalahkan oleh Girindrawardhana dari Kediri. Prabu Girindrawardhana setelah berhasil menaklukan Majapahit, ia memakai gelar Brawijaya VI Raja Wilwatikta Daha Janggala Kediri . Gelar itu menunjukkan bahwa Girindrawardhana adalah Raja Majapahit pengganti Raja Brawijaya V dan mempunyai kekuasaan yang meliputi kekuasaan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Kediri dan Janggala. 

Majapahit sudah dikuasai Prabu Girindrawardhana Raja Kediri yang menggunakan gelar politis, yaitu Prabu Brawijaya VI Raja Wilwatikta Daha Janggala Kediri, dengan maksud :

  • Supaya rakyat dan keluarga Prabu Kertabhumi tidak memberontak.
  • Supaya daerah- daerah kekuasaan Majapahit tidak melepaskan diri.
  • Pengakuan kekuasaannya   meliputi Wilwatikta atau Majapahit Daha Janggala dan Kediri.

Ternyata politik di atas tidak mencapai tujuan. Terbukti banyak Adipati yang dulunya tunduk pada kekuasaan Prabu Kertabhumi Brawijaya V, sekarang tidak mau tunduk pada Prabu Girindrawardhana yang mengaku Brawijaya VI. Bahkan para Adipati itu tidak mengakui keabsahan Prabu Girindrawardhana sebagai Raja Majapahit, dan menganggap sebagai pemberontak / penjajah. Akibatnya, banyak para Adipati itu yang melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan berdiri sendiri sebagai kerajaan kecil yang kedaulatan sendiri. Lain halnya dengan Raden Patah yang waktu itu masih menjabat sebagai Adipati Bintoro.

Mendengar jatuhnya Kerajaan Majapahit serta kabar hilangnya ayahanda Prabu Brawijaya V yang tidak diketahui nasibnya, masih hidup atau sudah mati, maka tanpa berpikir panjang, Raden Patah mempersiapkan diri menyusun kekuatan yang ada untuk menyerang Majapahit. Mengadakan serangan balasan itu sebagai tindakan balas menyerang kepada Prabu Girindrawardhana dan berusaha merebut kembali tahta Majapahit untuk dikembalikan kepada ayalmya, Prabu Kertabhumi. Penyerangan itu dilaksanakan di tahun 1478 M. Hasil serangan tersebut agar supaya dapat membuat Majapahit mundur dan tidak berdaya menghadapi perkembangan Demak. Pasukan Kadipaten Demak Bintoro diharapkan dapat menjadi ujung tombak dan dapat bekerja sama dengan sisa-sisa pasukan Majapahit yang masih setia pada ayahnya Prabu Kertabhumi.

Dalam usaha mengusir pasukan Prabu Girindrawardhana yang sudah menduduki Majapahit. Raden Patah mengirim prajurit ke Majapahit dengan menunjuk Sunan Ngudung, menjadi Senopati Perang / Manggala Yudha. Serangan Demak tidak lewat laut karena di Tuban dan Ujunggaluh armada Majapahit masih cukup kuat sedangkan Pati / Juana belum sepenuhnya dikuasai Demak maka serangan Demak lewat pedalarnan, yakni lewat jalur : Grobogan - Blora - Cepu - Bengawan - Solo - Balungbendha - Krian - Tarik - dan terus ke jantung kota Mojokerto. Raden Patah & ikut serta dalam serangan tersebut dan para wali yang ikut antara lain : Sunan Ngudung, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, dan Sunan Drajat serta Pangeran Cirebon (menantu Raden Patah).

Serangan mendadak dari Demak ini benar-benar merepotkan kekuatan Majapahit. Karena sekeliling Keraton (Pusat Pemerintahan) telah banyak kantong daerah yang beragama Islam seperti : Mejagung (Mojo Agung) , Sedayu, Lirboyo (Pare), Tarik (Thariq), Terung, Ampel, dan Giri (Gresik).Sesuai dengan Isi Naskah Tradisi Cirebon, Prabu Girindrawardhana mengetahui serangan itu dan menyuruh Raden Husin yang telah diangkatrya menjadi Adipati Terung untuk memimpin pasukan Majapahit menghancurkan pasukan Demak, sekaligus untuk menguji kesetiannya pada Raja Girindrawardhana. Pertempuran paling sengit terjadi antara prajurit santri di bawah Sunan Ngudung melawan prajurit yang dipimpin oleh Adipati Terung. Pasukan Sunan Ngudung yang jumlahnya lebih sedikit memberi perlawanan sengit. Rupanya pasukan musuh lebih banyak, kuat dan tangguh, sehingga pasukan Demak kalah di medan laga, bahkan Sunan Ngudung dapat dikalahkan oleh Adipati Terung dan terluka parah. Dalam keadaan luka parah Sunan Ngudung menarik pasukannya kembali ke Demak. Sesampainya di Demak, tak beberapa lama beliau wafat dan dimakamkan di komplek Makam sebelah utara Masjid Agung Demak. Nyai Ngudung tidak terima atas kematian suaminya, namun akhirnya dapat ditenangkan oleh putranya sendiri yailu Sunan Kudus. Bahkan Sunan Kudus siap memimpin perang pasukan Demak, demi menegakkan ajaran agama lslam.

4.6 Penyelesaian Pembangunan Masjid Demak

Raden Patah menyesali kekhilafannya karena terburu nafsu mengadakan penyerangan kepada pasukan Girindrawardhana tanpa mengukur kekuatan pasukan musuh, sudah berani mengadakan penyerangan, akibatnya banyak korban berguguran di pihak pasukan Bintoro serta mengalami kekalahan yang fatal. Belum terhitung kerugian lain yang tak dapat disebutkan satu persatu.Para wali menyarankan, mengingat pasukan musuh masih tangguh dan belum dapat dijajaki kekuatannya dan jumlahnya maka Raden Patah diminta melanjutkan membuat Masjid Agung Kadipaten yang belum selesai pembuatannya, sambil menjajaki kekuatan musuh. Disamping itu perlu mengumpulkan kekuatan dari berbagai pihak termasuk mencari bantuan dari kadipaten-kadipaten yang dulu pernah bergabung dengan Majapahit dan kini masih setia, dan tak lupa perlunya menggembleng rakyat dan pemuda untuk belajar ilmu beladiri dan perang. Raden Patah menerima saran melanjutkan pembangun Masjid Kadipaten Demak dan menunda merebut tahta Majapahit yang dikuasai Prabu Girindrawardhana,tetapi dengan syarat Mustaka Masjid yang akan dibuat nanti, bentuknya runcing mirip angka 1 arab atau Ahad. Persyaratan itu sebagai "lambang kejantanan" bahwa Demak berani menghadapi pasukan Majapahit yang di kua sai Prabu Girindrawardhana. Sekaligus mengandung pelajaran tauhid bahwa Tuhan Allah itu Maha Esa (Huwallahu ahad).

Tiba-tiba Empu Supa memberi kabar bahwa Prabu Brawijaya V masih hidup dan sekarang sedang bersembunyi  di Gunung Lawu. Prabu Brawijaya V ingin ketemu anaknya Raden Patah beserta para wali. Beliau ingin masuk lslam dan menyerahkan pusaka Majapahit di antaranya Kyai Pleret serta barang-barang berharga Majapahit yang sempat dibawa untuk anaknya Raden Patah dengan maksud supaya Raden Patah didukung para walisongo mendirikan Kerajaan Demak penerus Kerajaan Majapahit.Raden Patah dengan didampingi Sunan Giri, Sunan Kalijaga dan Empu Supa menemui Prabu Brawijaya V di Gunung Lawu. Setelah Prabu Brawijaya V menyerahkan pusaka dan barang-barang berharga Majapahit kepada Raden Patah, disertai beberapa nasihat berharga, beliau menghendaki masuk Islam dan memohon Sunan Kalijaga yang mengislamkan. Setelah masuk Islam Prabu Kertabhumi diberi nama Darmo Kusumo. (meniru nama tokoh pewayangan Prabu Dharmo Kusumo yang menjadi raja Pandawa yang memiliki Jimat Kalimasada)

Kadipaten Bintoro mulai melanjutkan membangun Masjid Agung Kadipaten Bintoro yang telah dimulai tahun 1477 M dan selesai pada tahun 1479 M dengan ditandai sengkala memet / gambar berbentuk bulus.  Kerata Basa"Bulus" yaitu "Yen mlebu kudu alus" maksudnya, siapapun yang masuk ke masjid untuk beribadah, harus halus lahir batinnya, tawadlu' "merendahkan diri di hadapan Allah SWT'. Sengkala memet "bulus" juga mengandung makna bahwa Raden Patah sedang prihatin / memet / mumet karena kerajaan ayahnya direbut Girindrawardhana, dan gagal merebut kembali bahkan Sunan Ngudung gugur. Kemudian sesuai saran para wali diharapkan melanjutkan membangun Masjid terlebih dahulu sambil melihat situasi dan kondisi. Ini mirip beladiri bulus yang menyembunyikan kepalanya bila dalam keadaan genting sambil melihat saat yang tepat untuk menyerang musuh. 

Bagi guru ma'rifat, banyak meniru teknik bulus yang dalam mendidik anak-anaknya mengamati dari kejauhan, biar cepat anak didiknya menemukan kemandirian dan jati dirinya, serta dapat membentengi diri sendiri dari godaan hawa nafsunya, dan akhirnya dapat ma'rifatullah. Suatu contoh kerukunan dan keikhlasan yang perlu diteladani saat pembuatan Masjid Agung Demak adalah para Wali sampai kawula alit Gakyat kecil) terlihat ikut mengeluarkan jariyah berupa tenaga, pikiran dan materi sampai pembangunan Masjid Agung Demak selesai.

Persatuan menyelesaikan Masjid agung ini, sampai ada kisah yang menceritakan bahwa pembangunan Masjid Agung Demak selesai dalam semalam. Maknakisah itu yaitu pembangunan Masjid Demak sangat cepat selesai, karena sangat banyaknya orang yang membantu pembangunan Masjid Demak.Dalam pembuatan Masjid, timbul banyak cerita menarik misal : 

Cerita lain, yaitu Sunan Kalijaga dengan saka tatalnya, menimbulkan cerita yang beraneka ragam dari yang ilmiah sampai yang bemafas keramat. Adapula cerita bahwa katak dan ular pun ikut membantu penyelesaian Masjid, juga cerita Sunan Geseng dengan bumbung ajaibnya.
Arsitek Pembangunan Masjid Kadipaten Demak Bintoro adalah Raden Syahid (Sunan Kalijaga) yang membuat desain Masjid Kadipaten sebagai acuan para tukang untuk membuat masjid dalam ukuran sebenarnya dan ke empat Saka Guru merupakan Jariyah 4 Wali yaitu :

  1. Sunan Ampel membuat Saka Guru sebelah Tenggara (kidul-wetan). 
  2. Sunan Bonang membuat Saka Guru sebelah Barat daya (kidul-kulon). 
  3. Sunan Gunung Jati membuat sakaguru sebelah Timur Laut (lor-wetan).Masing-masing Saka Guru bergaris tengah sekitar 1.45 meter dan tinggi 32meter.Berwujud bulatan kayu Jati. 
  4. Saka Guru yang dibuat oleh Sunan Kalijaga terkenal dengan Saka Tatal, karena bagian ujung atas dari saka itu. dibuat dari tatal yaitu potongan-potongan kayu yang diikat dengan rumput "lawatan". Saka Tatal mengandung falsafah bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

4.7  Serangan Kedua Demak ke Majapahit

Nafsu Angkara murka Prabu Girindrawardhana begitu besarnya menguasai Majapahit dan telah menumpas keluarga Bhre Kertabhumi di Majapahit dan Gunung Lawu. Tidak mustahil, suatu saat Raden Patah juga akan jadi target penumpasan keluarga Bhre Kertabhumi yang masih tersisa.Raden Patah menyadari, bahwa cepat atau lambat akan terjadi peperangan antara Kadipaten Demak Bintoro dengan Kerajaan Majapahit yang dikuasai Prabu Girindra Wardhana. Raden Patah jauh hari sudah mengumpulkan kekuatan pasukan gabungan untuk menyerang Majapahit dan menurut perhitungannya, pasukan gabungannya Insya Allah dapat menyiram nafsu angkara murka Prabu Girindrawardhana.

Pada tahun 1481 M Pasukan gabungan Raden Patah Adipati Anom Demak yang banyak sekali jumlahnya mampu menyerang dengan siasat perang/gelar*SupitUrang" dan berhasil dengan mudah kekuatan pasukan RajaGirindrawardhana Dyah Rana Wijaya. Waktu itu beliau berumur 33 tahun. Kejadian itu ditandai dengan candra sengkala " Geni mati siniram janmi". Penyerangan pasukan Bintoro di bawah pimpinan Senopati perang Sunan Kudus dibantu Sunan Mejagung, Sunan Giri, dan Sunan Gunung Jati berhasil merebut kembali kerajaan Majapahit dari kekuasaan Girindrawardhana Raja Kediri.Girindrawardhana kemudian ditawan dan diperbolehkan melanjutkan roda pemerintahannya di bawah kekuasaan Sultan Patah dan Adipati Terung atau Raden Husen dapat melarikan diri dari peperangan.

Yang dimaksud"Geni mati" pada sengkala diatas adalah Pemberontak Girindrawardhana yang merebut tahta Brawijaya V dapat dikalahkan di medan perang sekaligus ditawan. Saat itu Majapahit diserang dari segala arah. "Siniram" pasukan Demak yang banyak sekali jumlahnya, "Janmi" sehingga sukar dibendung.

Menurut Prol. Dr. N. J. Krom dalam bukunya, "Javaansche Geschiedenis", MenoIak anggapan bahwa yang menyerang Majapahit semasa dikuasai oleh Prabu Kertobhumi (Brawijaya V) adalah Demak, tetapi sebenarnya yang menyerang adalah Prabu Girindrawardhana dari Keling Kediri hingga lengsernya Prabu Kertabhumi. Tidaklah mungkin seorang anak yang sholeh membunuh orang tuanya sendiri. Majapahit waktu itu betul-betul "siniram janmi". Betapa tidak!. Menurut catatan dari buku kuno yang kami diterjemahkan, tertulis jumlah bantuan prajurit di luar prajurit Kadipaten Demak Bintoro sebagai berikut:

  • Sunan Bonang membantu 40 orang prajurit perang dari Campa.
  • Sunan Mejagung membantu 7 prajurit yang berpengalaman  perang.
  • Sunan Gunung Jati membantu dengan prajurit dari Bani Isra'il dengan sebany'ak 40 orang yang mempunyai keunggulan  tersendiri.
  • Syeh Bentong 7 prajurit dari Gunung Srandil.
  • Maulana Maghribi membantu 7 orang prajurit dari Andalusia yang sudah berpengalaman  dalam berbagai perang sabil.
  • Sunan Kalijaga membantu prajurit 40 yang mempunyai keunggulan yang dapat diandalkan. 
  • Syekh Lemah Abang membantu 7 orang prajurit dari Malaka yang mahir dalam perang frontal dalam satu medan.
  • Sunan Giri membantu  40 prajurit berasal dari negeri Pasai Sumatera yang banyak menguasai ilmu perang.
  • Sunan Kudus yang membantu prajurit yang berasal dari Mesir yang ahli menggunakan pedang dan pantang mundur dalam perang.
  • Prajurit dari Ponorogo yang keberaniannya luar biasa.
  • 40 Prajurit dari Aceh.
  • 7 Prajurit dari Sukadana dari buruh dan petani.

Semua bantuan dari prajurit tersebut bila dijumlah dengan prajurit Demak serta sukarelawan perang dari rakyat, semua berjumlah sekitar 9.000 orang. Jumlah prajurit itu semakin bertambah dengan adanya kiriman 100 prajurit dari Palembang asal daerah kelahiran Raden Patah. Prajurit Putri Bintoro Surogeni bersenjata busur dan panah api yang bermarkas di Sorogenen Demak Bintoro. Diperkirakan olehTome Pires, penduduk Bintoro waktu itu berjumlah antara 8.000 sampai 10.000 keluarga atau kira-kira 40.000- 50.000 jiwa. Kalau dihitung, jumlah sukarelawan perang dari rakyat berjumlah 8.000 lebih dan jumlah penduduk Bintoro antara 8.000 -'10.000 keluarga. Kemungkinan besar setiap keluarga dengan ikhlas mengirimkan seorang sukarelawan perang. membantu pasukan Demak Bintoro, untuk berjihad.Sungguh suatu keberhasilan syiar yang patut disyukuri, berhasil membina keikhlasan umat untuk berjuang di jalan Allah SWT.

Adipati Terung waktu itu lolos dari maut dan masih berada di pihak musuh, belum mau bertobat untuk bergabung dengan kakaknya Raden Patah. Raden Patah berkali-kali menyuruh utusan ke Kadipaten Terung untuk mengajaknya bergabung dalam satu wadah perjuangan, namun rasa bersalah telah melukai Sunan Ngudung dan rasa malu yang menyelimutinya membuat ia berasa enggan bergabung dengan kakaknya Raden Patah. Akhimya, setelah Sunan Kudus anak dari Sunan Ngudung menemui Adipati Terung dan meyakinkan bahwa tidak ada dendam kesumat dalam dirinya, apalagi bagi seorang ulama/wali, kemudian beliau bersumpah untuk tidak balas dendam pada Adipati Terung. Adipati Terung baru sadar dan bertaubat atas dosa dan kesalahannya pada akhimya mau bergabung dengan kakaknya Raden Patah. Beliau dengan sukarela menyerahkan semua kekayaannya termasuk semua batangan emas yang dimilikinya untuk perjuangan Islam.Beliau diangkat jadi Pangeran dengan Gelar Pangeran Palakaran (Palakaran artinya pengumpul batangan-batangan emas). Pangeran Palakaran akhimya berguru kepada Sunan Gunung Jati dan Sunan Drajad. Dan beliau banyak berbuat amal sholeh sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di pemakaman Ampel Denta.

Prabu Girindrawardhana telah ditawan oleh pasukan Demak Bintoro. Setelah ditahan beberapa saat, akhirnya diperbolehkan melanjutkan roda pemerintahan Kerajaan Majapahit, di bawah kekuasaan Demak dan dalam pengawasan Sunan Giri. Orang dibuat takjub kepada Sultan Patah karena Girindrawardhana yang telah membunuh ayahnya dan menumpas sebagian besar keluarga/Bhre Kertabhumi, masih dimaafkan dan bahkan diperbolehkan melanjutkan roda pemerintahannya menjadi Raja Majapahit di bawah kekuasaan Demak. Kebijakan Sultan Patah ini merupakan ahlak mulia/ahlaqul karimah yang banyak dilakukan oleh Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya. Pemerintahan & kholifahan dianggap sebagai wadah atau alat saja untuk syiar Islam. Dan membuktikan bahwa Islam adalah agama penyelamat dunia akherat.

4.8 Pengangkatan Raden Patah menjadi Sultan di Demak Bintoro

Setelah pasukan Majapahit dapat dikalahkan pada tahun 1481 M oleh pasukan Kadipaten Demak, pemerintahan  Kasultanan  Demak tidak langsung dipegang oleh Raden Patah. Sesuai saran para Wali Songo, sebaiknya Raden Patah menyerahkan pemerintahan sementara Kerajaan Majapahit, kepada Sunan Giri dalam beberapa saat, sambil melihat perkembangan dampak dari jatuhnya Prabu Girindrawardhana sekaligus mencari hari baik untuk penobatan Raden Patah menjadi Raja Kasultanan Demak Bintoro. Raden Patah menyetujui usulan itu serta menyerahkan pemerintahan sementara Kerajaan Majapahit kepada Sunan Giri dengan gelar Prabu Satmata. Ada yang menafsirkan, kata Satmata berasal dari kata kasat mata, yang artinya tidak kelihatan karena memerintah hanya beberapa saat.

Menurut pendapat Graaf, dengan tanpa kesulitan Raden Patah berhasil mengalahkan Majapahit, dan untuk memusnahkan segala bekas kekafiran dan penolak bala maka Sunan Giri memegang pimpinan tertinggi terlebih dahulu selama 40 hari, baru kemudian diserahkan kepada Raden Patah.

Masa kejatuhan Majapahit tanggal 10 Besar/ Dzulhijiah tahun 1481 M dengan masa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Demak Bintoro pada tanggal 12 Mulud/RobiulAwwal tahun 1482 M . Terhitung ada jarak sekitar 90 hari. Sekitar 50 hari setelah kejatuhan Majapahit sampai akhir Suro, Raden Patah dan Walisongo masih mengurusi para korban perang dan bala bantuan pasukan. Dan pada tanggal 1 Sapar 1404 S, Sunan Giri ditunjuk sebagai Raja Sementara dengan sebutan Prabu Satmata sekaligus menjadi Ketua Panitia Penobatan Kasultanan Demak dengan Sultan terpilih Raden Patah. Jadi masa Sunan Giri jadi Sultan Demak sementara sekitar 90 hari.

Setelah mendapatkan hari baik yang telah disepakati oleh para Wali dan disetujui oleh Raden Patah yaitu jatuh pada hari Senin (Soma) Kliwon malam Selasa Legi tanggal 11 malam 12 Rabiul Awal 860 H / 16 Mei 1482 M dengan sengkala *Warna Sirna Catur Nabi',maka Raden Patah atau Adipati Bintoro di wisuda menjadi Sultan Demak Bintoro oleh Sunan Ampel. Raden Patah waktu itu berusia 34 tahun. Hari penobatannya hari Senin / Soma mengacu dari tembang Sinom di dalam"Serat Babat Tanah
Jawa' yang berbunyi :

SINOM

Mangkana ing dina soma, 
Pakumpulan para Wali, 
Sang Adipati Bintoro,
Sadaya sami ngresteni,
Ingangkatjeneng neki, 
Nama Senopati Jimbun,
Panembahan bintoro,
Ratu muwarni Agami,
Yatha kuneng genti ingkang kawarnaha.

Padahal sesuai perhitungan, 12 Mulud 860 H jatuh pada hari Selasa Legi . Adat istiadat peringatan Maulud Nabi sering dijatuhkan pada malam hari. Maka dapat disimpulkan, Penobatan Sultan Fattah pada hari Senin Kliwon malam Selasa Legi. Benar dan tidak ada kekosongan ilmiah serta tidak diragukan lagi. Penobatan Raden Patah menjadi Sultan Demak Bintoro, disaksikan oleh abdi kinasih, ulama, para manggala, prajurit, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Patih Wonosalam (yang nantinya diangkat menjadi patih), dan santri-santri semua mengiringi penobatan itu dengan membaca Sholawat Nabi Muhammad SAW, yang pada saat itu pula bertepatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu pada malam 12 Rabiul Awal.

  • Sultan Patah mendapat gelar Sultan Syeh Alam Kubro oleh Sunan Ampel.
  • Kemudian dilengkapi oleh Sunan Bonang dengan gelar Sultan Patah Syeh Alam Akbar Panembahan Jimbun Abdul Rahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah di Demak Bintoro.
  • Mengingat masih ada panembahan gelar, maka gelamya menjadi Sultan Patah Syeh Alam Akbar Panembahan Jimbun Abdul Rahman Sayyidin Panatagama Sirullah Khalifatullah Amiril Mukminin Hajjuddin Khamid Khan Abdul Suryo Alam di Demak Bintoro.

Peristiwa saat penobatan Raden Patah menjadi Sultan Demak Bintoro dapat dikaji dari naskah Demak Edisi Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah tahun 1981, diantaranya berbunyi sebagai berikut :

PANGKUR

  1. Sunan Ngampel lon delingnya , "Heh tah lurah yen mungguh rembug mami, deno kang umadeg ratu, ya kaki. Natapraja,jengjening ywang Bintara sumambung ratu, wewarise nungsa Jawa, ratu pinandhiting wali.
  2. Nedha kanca ngestrenana ing adege Binatara Sang Dipati, sumambung jumeneng ratu, juluk Sultan Bintara, Nata gama luputullah ing rat Agung, waliyulllah nung Jawa, gung miyarsa mestu sami.
  3. Sunan idi kang madeg nata, ageng alit jumurung ngestreni, Sunan Ngampel malih muwus, "Dene kang rajabrana gung kaprabon kasraha kang madeg ratu" , Sunan Ngampel malih nebda, mring putra sang baru aji.
  4. Kaki maneh jarwaningwang, kancaningsun ya sakeh para wali, luputna pakeryeng ratu, den bekti mring Pangeran", narpa mudha sumangga. 
  5. Wus ngrasuk keprabon nata, sekaliro kepraboning Narpati, kang sewakandhe ing ngyun, muka lir konjem kisma, marang lumyat mring aturipun,  ya ta ingkang madeg nata, kineh lenggah dampar rukmi. Ujwala baru prabu, nenggya wau sinengkalan, Warna Sirna Catur Nabi.

Kesimpulannya:

Sultan Patah diangkat menjadi Sultan Demak Bintoro pada tahun 1482 M dengan candra sengkala " Warna Sirna Catur Nabi', atau 4 tahun setelah ayahnya Prabu Kertabhumi Brawijaya V yang menjadi Raja Majapahit dapat dikalahkan oleh Prabu Girindrawardhana, pada tahun 1478 M yang ditandai candra sengkala "Sirna Ilang Kertaning Bumi'.
Prabu Girindrawardhana menguasai Majapahit sekitar 4 tahun atau 1 tahun setelah kerajaan Prabu Girindra Wardhana dapat dikalahkan oleh pasukan perang Kadipaten Bintoro dan Kerajaan Majapahit dapat ditundukkan Kerajaan Demak pada tahun 1481 M yang ditandai candra sengkala "Geni Mati Siniram Janmi'.

Sultan Patah sewaktu diangkat menjadi Sultan Demak Bintoro berusia 34 tahun.

Setelah Sultan Fattah dinobatkan sebagai Sultan Bintoro Demak pada tahun 1482 M, beliau mulai menyusun pemerintahan, mengembangkan perekonomian serta bersama para Wali Songo mengembangkan agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara.Adapun yang terpilih menjadi Patih Kasultanan Bintoro Demak pada waktu itu adal ah Ki Gadha Wirasi atau Patih Mangkurat yang sering dipanggil dengan Patih Wonosalam karena bertempat tinggal di Wonosalam.

Penghulu Kasultanan dipilih Kyai Abuddin yang terkenal dengan sebutan Kyai Langgar dan menjadi penghulu Kasultanan selama 2 tahun. Penggantinya ialah Kyai dari sampang Madura yang lebih terkenal dengan sebutan Kyai Sampang, bekas tempat tinggalnya sampai sekarang disebut Dukuh Sampangan Letaknya setengah kilometer dari Masjid Demak. Beliau menjadi penghulu Kasultanan selama 2 tahun. Selanjutnya diganti oleh Sunan Kudus sampai akhir kekuasaan Sultan Trenggono . Demak berkembang menjadi negara Islam yang kuat. Daerah pesisir utara Jawa Tengah dan Timur mengakui kedaulatannya. Sedang Kerajaan Majapahit menjadi Kadipaten.

Dalam usahanya memajukan pemerintahan, Sultan Fattah merintis pembinaan Negara Maritim, terutama pembentukan angkatan perang Demak yang disusun dengan cepat dan rapi. Tentara Demak tidak hanya bertugas sebagai prajurit melainkan juga sanggup menjelmakan cita-cita lslam. Pembinaan Angkatan Laut Demak semakin berkembang dibawah pimpinan Senopati atau Adipati Unus, putra Sultan Fattah.

Kerja keras Raden Fattah yang dibantu para santrinya dan para Wali antara lain :

  1. Demak menjadi pusat perdagangan menyaingi Tuban Ujunggaluh yang dikuasai penuh oleh Majapahit.
  2. Demak menjadi pusat ilmu dan penyiaran Agama lslam.

Wilayah Kasultanan Bintoro Demak meliputi Negara Ngurawan, Japanan (Madura), Pacitan, Srengat, Banyuwangi, Jember, Majalangu, Ngijo, Pasirojo, Kamolan, Kaloran, Kebon Agung, Pajejegan, Kediri, Kadawung, Tarub, Trenggalek, Ngandong, Lodaya, Blitar, Panarukan, Pajirakan, Lumajang, Blabag, Sukasari, Bondowoso, Malang, Jeruksari, Magetan, Ponorogo, Tirto Loyo, Salatiga, Bojonegoro, Buyut, Kedu, Parakan, Karangbret, Purwodadi, Baluwar, Bojong, Jipang, Pacal, Panolan, Ngrowo, Temanggung, Bahurena, Padangan, Wirosari, Puger, Musukan, Kamolan, Pondok Cangkring, Jogorogo, Blawong, Wiro Pura, RawaPace, Grobogan, Madiun, Lontar, Sawojajar, Rajegan, Tirto Sanga, Tunjung Caruban, Kabanggi, Bagelen, Magelang, Dungus, Kawangoran, Selo, Talnjak, Pagebyar, lndrapura, Kemayoran, Gedongan, Kadangan, Proto, Kemranjem, Banyumas, Selomerta, Pasir Luhur, Dayeuh Luhur, Sumber Karang, Purwekerto, Gumelen (Cilacap), Barf amari, Kebumen, Jogoboyo, Tuk Sanga, Bumiayu, Bang Sewan, Godong, Batu Retno, Bantarangin, Basuki, Probolinggo, Gombong, Wirosobo / Wonosobo, Bangil, Gresik, Lamongan, Sedayu, Rembang, Pati, Lasem, Juana, Jepara, Tulis, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes.

Semua daerah yang dibawah kekuasaan Demak, rata-rata menyatakan tunduk secara ikhlas dan tidak ada paksaan dari Sultan Patah. Adipati maupun penguasa daerah yang tunduk merasa terayomi / terlindungi serta tidak terbebani pajak-pajak yang memberatkan. Bagi Kasultanan Demak yang sudah mampu mengembangkan Pelabuhan Laut yang ramai dikunjungi pedagang merupakan penghasilan yang mendatangkan uang dan mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan Kasultanan Demak sehingga pajak para petani tidak diutamakan, apalagi upeti dari daerah-daerah yang dibawah kekuasaan Demak. Selain itu Sultan Patah terkenal dengan kesederhanaanya dan tidak gila harta. Tujuan utama beliau hanyalah ingin menyebarluaskan agama Islam ke seluruh daerah dengan memanfaakan seluruh potensi yang ada pada saat itu. Bahkan daerah yang tidak mau tunduk pun tidak diserang Demak, selagi tidak menggangu kedaulatan Demak dan tidak mempersulit / merintangi pengembangan Islam tetap dihormati kedaulatannya. Selain itu Sultan Patah juga tidak pernah memaksakan orang untuk beragama Islam. " Laa ikrooha fiddiin" artinya tidak ada paksaan untuk masuk agama Islam.Beliau juga menghormati agama lain dan sering mengadakan hubungan kerjasama dagang maupun memberi suaka politik bila diminta masyarakat non muslim. Ringkasnya agama Islam secara damai di bumi Nusantara.

5. Keteladanan Raden Patah

Raden Patah adalah keturunan langsung dari Prabu Brawijaya V yang telah memeluk agama Islam. Nama beliau banyak terdapat dalam naskah-naskah kuno dan babat cerita yang terdengar gaungnya sampai sekarang. Beliau adalah salah satu pelopor yang mendirikan kerajaan Islam di tanah Jawa. Atas bimbingan dan didikan dari Sunan Ampel beliau menjadi salah satu tokoh pelopor yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Dan karena dari garis keturunan beliau adalah dari Raja-raja di tanah Jawa maka akhirnya beliau menjadi Sultan Pertama di Demak Bintoro

Raden Patah memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan agama Islam. Awal dimulai dakwah dengan mendirikan tanah perdikan di Glagahwangi yang merupakan hadiah dari Ayahandanya Prabu Brawijaya V atas jasa-jasa beliau di Majapahit. Kegiatan dakwah pun berjalan lancar, selancar pembangunan perkampungan dan pesantren. Komunitas muslim pun kian tertata dan jumlahnya makin bertambah.

Penampilan yang sejuk tutur bicara yang santun ketika beliau menyampaikan dakwah hingga beliau dianggap tokoh yang dianggap mampu menentramkan situasi kerajaan Majapahit yang sedang dilanda kekacauan pada waktu itu. Perlahan tapi pasti, masyarakat kelas bawah mulai berbondong-bondong memeluk agama Islam, mengikuti ajaran Raden Patah  yang dengan bijak dan santun menyampaikan misi dalam dakwahnya.

6. Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. Babad Wali Songo, Yudhi AW,2013
  4. Sejarah Wali Sanga, Purwadi,
  5. Dakwah Wali Songo, Purwadi dan Enis Niken,
  6. Ibrahim Said KH.. Sunan Ampel dgn Perdjuangannja. Kudus : Menara Kudus. 1969.
  7. Ichsan Syamlawi. Drs. Dkk. Keistimewaan Masjid Agung Demak.Salatiga:CV. Saudara. 1985. 
  8. Bratakesawa Raden. Katrangan Tjandrasangknla. Jakarta : Balai Pustaka. 1952.
  9. Lembaga Research & Survey I.A.I.N Walisongo Semarang. Inporan Hasil Proyek Penelitian Bahan-Bahan Sejarah Islam di Jawa Tengah Bagian Utara.Semarang. 1975.
  10. Muhammad Khafid, dkk. Suluk Wali-Wali Tanah Jawi. Demak. I 994 
  11. Muzayin Munawar KH. Kutipan Sejarah Masuknya Islam di Indonesia dan Sejarah Masjid Agung / Kasultanan Demak (Diktat).
  12. Panitia Hari Jadi 1992. Menyambut Hari Jadi Kabupaten Demak ke : 489 . (Diktat).
  13. Panitia Penyusun Hari Jadi Kabupaten Demak. Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Demak. Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Demak : 1991.
  14. Sugeng Haryadi. Berdirinya Masjid Agung Demak. Grobogan: CV. Mega Berlian- 1997.
  15. S. Wojowasito Prof"Drs.'Kamus Kawi Indonesia. Bandung: CV. Pengarang Tim Penyusun Sejarah Ilmu Pengetahuan Sosial Sejarah Nasional dan Umum 1. Surakarta: PT.Tiga Serangkai.  1996 
     
 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya