Biografi Sahabat Abdurrahman bin Abu Bakar

 
Biografi Sahabat Abdurrahman bin Abu Bakar
Sumber Gambar: Ilustrasi (foto ist)

Daftar isi Biografi Sahabat Abdurrahman bin Abu Bakar

1.    Riwayat Hidup
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Kisah-kisah
2.1  Sebelum Memeluk Islam
2.2  Memeluk Islam
2.3  Mengikuti Perang Yamamah
2.4  Mempertahankan Sistem Demokrasi

3.    Referensi

Abdurrahman bin Abu Bakar merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga merupakan putra dari khalifah pertama yaitu Abu Bakar Shiddiq.

1. Riwayat Hidup

1.1 Lahir

Abdurrahman bin Abu Bakar lahir di Mekkah. Mengenai tanggal, bulan, dan tahun kelahiran beliau tidak diketahui secara pasti karena minimnya sumber informasi.

1.2 Wafat

Abdurrahman bin Abu Bakar wafat pada tahun53 hijriyah.

2. Kisah-kisah

2.1 Sebelum Memeluk Islam

Abdurrahman bin Abu Bakar merupakan lukisan nyata tentang kepribadian Arab dengan segala kedalaman dan kejauhannya. Sementara ayahnya adalah orang yang mula pertama beriman, dan “Shiddiq” yang memiliki corak keimanan yang tiada taranya terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta orang kedua ketika mereka berada dalam gua.

Tetapi Abdurrahman termasuk salah seorang yang keras laksana batu karang menyatu menjadi satu, senyawa dengan Agama nenek moyangnya dan berhala-berhala Quraisy. Di perang Badar beliau tampil sebagai barisan penyerang di pihak tentara musyrik. Dan di perang Uhud beliau mengepalai pasukan panah yang dipersiapkan Qurairsy untuk menghadapi Kaum Muslimin.

Dan sebelum kedua pasukan itu bertempur, leblh dulu seperti biasa dimulai dengan perang tanding. Abdurrahman maju ke depan dan meminta lawan dari pihak Muslimin. Maka bangkitlah bapaknya yakni Abu Bakar Shiddiq Radhiyallah ‘Anhu maju ke muka melayani tantangan anaknya itu. Tetapi Rasulullah menahann sahahabatnya itu dan menghalanginya melakukan perang tanding dengan puteranya sendiri.

Bagi seorang Arab asli, tak ada ciri yang lebih menonjol dari kecintaannya yang teguh terhadap apa yang diyakininya. Jika beliau telah meyakini kebenaran sesuatu agama atau sebuah pendapat, maka tak ubahnya beliau bagai tawanan yang diperbudak oleh keyakinannya itu hingga tak dapat melepaskan diri lagi.

Kecuali bila ada keyakinan baru yang lebih kuat, yang memenuhi rongga akal dan jiwanya tanpa prasangka sedikit pun, yang akan menggeser keyakinannya yang pertama tadi.

Demikianlah, bagaimana juga hormatnya Abdurrahman kepada ayahnya, serta kepercayaannya yang penuh kepada kematangan akal dan kebesaran Jiwa serta budinya, namun keteguhan hatinya terhadap keyakinannya tetap berkuasa hingga tiada terpengaruh oleh keislaman ayahnya itu. Maka beliau berdiri teguh dan tak beranjak dari tempatnya, memikul tanggung jawab aqidah dan keyakinannya itu, membela berhala-berhala Quraisy dan bertahan mati-matian di bawah bendera dan panji-panjinya, melawan Kaum Mukminin yang telah siap mengorbankan jiwanya.

Dan orang-orang kuat semacam ini, tidak buta akan kebenaran, walaupun untuk itu diperlukan waktu yang lama.

Kekerasan prinsip, cahaya kenyataan dan ketulusan mereka, akhir kesudahannya akan membimbing mereka kepada barang yang haq dan mempertemukan mereka dengan petunjuk dan kebaikan.

2.2 Memeluk Islam

Dan pada suatu hari, berdentanglah saat yang telah ditetapkan oleh takdir itu, yakni saat yang menandai Abdurrahman bin Abu Bakar Shiddiq. Pelita-pelita petunjuk telah menyuluhi dirinya, hingga mengikis habis bayang-bayang kegelapan dan kepalsuan warisan jahiliyah. Dilihatnya Allah Maha Tunggal lagi Esa di segala sesuatu yang terdapat di sekelilingnya, dan petunjuk Allah pun mengurat-mengakar pada diri dan jiwanya, hingga beliau pun menjadi memeluk Islam dan menjadi muslim.

Kemudia beliau bangkit melakukan perjalanan jauh menemui Rasulullah untuk kembali ke pangkuan Agama yang haq. Maka bercahaya-cahayalah wajah Abu Bakar karena gembira ketika melihat puteranya itu bai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Di masa sebelum memeluk Islam beliau adalah pemuda yang jantan, begitupun ketika beliau memeluk Islam secara jantan tiada yang menariknya dan tiada pula yang beliau takuti untuk mengikrarkan dirinya sebagai seorang Muslim. Hal ini tiada lain adalah karunia Allah SWT dan TaufikNya.

Pasca keislamannya beliau berusaha mengejar ketertinggalannya yang selama ini beliau lewatkan. Beliau kembali ke jalan Allah SWT dan di jalan Rasulullah SAW serta orang orang mukmin.

2.3 Mengikuti Perang Yamamah

Di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitupun di masa khalifah-khalifah sepeninggalnya, Abdurrahman tak ketinggalan mengambil bagian dalam peperangan, dan tak permah berpangku tangan dalam jihad yang aneka ragam.

Dalam peperangan Yamamah yang terkenal itu, jasanya amat besar. Keteguhan dan keberaniannya memiliki peranan besar dalam merebut kemenangan dari tentara Musailamah dan orang-orang murtad. Bahkan beliaulah yang menghabisi riwayat Mahkam bin Thufeil, yang menjadi otak perencana bagi Musailamah, dengan segala daya upaya dan kekuatannya beliau berhasil mengepung benteng terpenting yang digunakan oleh tentara murtad sebagai tempat yang strategis untuk pertahanan mereka.

Pada saat itu, Mahkam rubuh karena pukulan dari Abdurrahman, sedang orang-orang sekelilingnya lari tunggang langgang, terbukalah lowongan besar dan luas di benteng itu, hingga prajurit-prajurit Islam masuk berlompatan ke dalam benteng itu.

2.4 Mempertahankan Sistem Demokrasi

Di bawah naungan Islam sifat-sifat utama Abdurrahman bertambah tajam dan lebih menonjol. Kecintaan kepada keyakinannya dan kemauan yang teguh untuk mengikuti apa yang dianggapnya haq dan benar, kebenciannya terhadap bermanis mulut dan mengambil muka, semua sifat ini tetap merupakan sari hidup dan permata kepribadiannya. Tiada sedikit pun beliau terpengaruh oleh sesuatu pancingan atau di bawah sesuatu tekanan, bahkan juga pada saat yang amat gawat, yakni ketika Mu’awiyah memutuskan hendak memberikan bai’at sebagai khalifah bagi Yazid dengan ketajaman senjata.

Mu’awiyah mengirim surat bai’at itu kepada Marwan gubernurnya di Madinah dan menyuruh membacakannya kepada kaum Muslimin di masjid. Marwan melaksanakan perintah itu, tetapi belum selesai ia membacakannya, Abdurrahman bin Abu Bakar pun bangkit dengan maksud hendak merubah suasana hening yang mencekam itu menjadi banjir protes dan perlawanan keras katanya: “Demi Allah, rupanya bukan kebebasan memilih yang anda berikan kepada ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tetapi anda hendak menjadikannya kerajaan seperti di Romawi hingga bila seorang kaisar meninggal, tampillah kaisar lain sebagai penggantinya.”

Saat itu Abdurrahman melihat bahaya besar yang sedang mengancam Islam, yakni seandainya Mu’awiyah melanjutkan rencananya itu, akan merubah hukum demokrasi dalam Islam di mana rakyat dapat memilih kepala negaranya secara bebas, menjadi sistem monarki di mana rakyat akan diperintah oleh raja-raja atau kaisar-kaisar yang akan mewarisi tahta secara turun temurun.

Belum lagi selesai Abdurahman melontarkan kecaman keras ini ke muka Marwan, beliau telah disokong oleh segolongan Muslimin yang dipimpin oleh Husein bin Ali, Abdullah bin Zuber dan Abdullah bin Umar.

Di belakang muncul beberapa keadaan mendesak yang memaksa Husein, Ibnu Zuber dan Ibnu Umar berdiam diri terhadap rencana bai’at yang hendak dilaksanakan Mu’awiyah dengan kekuatan senjata ini. Tetapi Abdurrahman tidak putus-putusnya menyatakan batalkan bai’at ini secara terus terang!

Mu’awiyah mengirim utusan untuk menyerahkan uang kepada Abdurrahman sebanyak seratus ribu dirham dengan maksud hendak membujuknya. Tetapi Abdurrahman melemparkan harta itu jauh-jauh dan menolaknya.

“Kembalilah kepanya dan katakana bahwa Abdurrahman tak ingin menjual Agamanya dengan dunia.”

Tatkala diketahuinya setelah itu bahwa Mu’awiyah sedang bersiap-siap hendak melakukan kunjungan ke Madinah, Abdurrahman segera meninggalkan kota itu menuju Mekah. Dan rupanya iradat Allah akan menghindarkan dirinya dari bencana dan akibat pendiriannya ini.

Karena baru saja beliau sampai di luar kota Mekah dan tinggal sebentar di sana, ruhnya pun berangkat menemui Tuhannya.

Orang-orang mengusung jenazahnya di bahu-bahu mereka dan membawanya ke suatu dataran tinggi kota Mekah lalu memakamkannya di sana, yakni di bawah tanah yang telak menyaksikan masa jahiliyahnya, dan juga telah menyaksikan masa Islamnya! Yakni keislaman seorang laki-laki yang benar, berjiwa bebas dan kesatria.

3. Referensi

Dikumpulkan dari berbagai sumber

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya