INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional dan pengembangan portal dakwah Islam ini
Jadi tidak bisa dipungkiri bahwa para ulama, kyai, sayyid atau habib, santri, mereka semua mempunyai peran penting dalam membina patriotisme bangsa dan menanamkan jiwa nasionalisme.
Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh PBNU menjadi titik tolak perjuangan para kyai dan juga santri-santrinya.
Tanggal 5 Oktober 1945 diperingati sebagai Hari Lahir TNI. Tanggal tersebut adalah awal baru sejarah terbentuknya jaringan santri dan tentara nasionalis, yang dimulai dari kemunculan basis kaderisasi kemiliteran di Jawa Timur.
Kyai-kyai NU memilih untuk menaubatkan orang-orang komunis itu daripada mencerca atau menumpasnya. Persis sebagaimana teladan Nabi Muhammad SAW ketika dilempari batu dan disakiti oleh masyarakat Thaif, justru didoakan semoga keturunan mereka kelak ada yang menganut Islam.
Gus Maksum yang saat itu berusia 18 tahun pun dengan berani meneriakkan “Ganyang PKI” sebagai bukti bahwa dirinya akan memberantas PKI, dan hal tersebut terbukti dari beberapa tragedi yang terjadi, misalnya saat tragedi Watu Ompak.
Pernyataan NU yang berani dan penuh risiko itu kemudian secara serentak diikuti oleh partai dan organisasi lainnya. Pernyataan resmi PBNU mengenai tuntutan pembubaran PKI itu diliput dan disiarkan secara luas oleh RRI dan surat-surat kabar baik nasional maupun internasional ke segenap penjuru dunia.
Pada suatu malam, Kiyai Ali Manshur tidak bisa tidur. Hatinya merasa gelisah karena memikirkan situasi politik yang semakin tidak menguntungkan NU dan semakin genting. Orang-orang PKI semakin leluasa mendominasi kekuasaan dan berani membantai kiyai-kiyai di pedesaan.
Sebagai Konsul NU di Batavia, Habib Salim memperoleh kehormatan untuk memimpin organisasi ini di ibu kota pemerintah kolonial Hindia Belanda, sekaligus menjadi perpanjangan tangan HBNO dalam mengurusi kaum Nahdliyyin di Batavia.
Memang terjadi banyak perbedaan pendapat mengenai nasab Rasulullah dari Adnan ke atas. Beberapa ahli bahkan mengatakan tidak ditemukan seorang pun yang mengetahui hal ini, salah satu yang berpendapat demikian adalah Sayyidina Urwah bin Zubair bin Awam (644-713 M).
Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi dari Kwitang, Jakarta, hendak berziarah ke maqbarah (makam) Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng. Peristiwa ini sangat istimewa, hingga Kyai Idris Kamali memutuskan untuk meliburkan pengajiannya, sesuatu yang hampir tak pernah beliau lakukan.