Di Madinah, Nabi Muhammad hendak mewujudkan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur. Dibuatlah kesepakatan bernama Piagam Madinah (Mitsaq Al-Madinah), berisi 47 pasal yang mengatur kehidupan bersama warga bangsa di Madinah.
Namun, perlu dicatat, bahwa negera demokrasi jauh lebih menghargai keutamaan moralitas dibanding dengan absolutisme monarki, atau proletarianisme absolut. Tapi untuk standar baku di negeri kita, demokrasi berkeadilan yang menjunjung moralitas mestinya jadi pijakan, apapun itu isme-isme yang jadi pilihan.
Hilir mudik ulama waliyullah di tempat penguasa dalam rangka mengurus kebutuhan umat, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berakhlah tinggi. Mereka mengorbankan dan "menghinakan" dirinya demi meraih ridho Allah semata. Mereka mengetahui luasnya rahmat Allah.
Dalam perspektif ajaran Islam, politik demi kemaslahatan individu itu tidak dikenal kecuali berada di dalam cakupan kemaslahatan umum. Setiap politisi berkewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat berdasarkan keadilan.
Manakala kebersamaan tegak dan kokoh, diyakini segala manuver provokator bisa diredam bersama. Sebab, kebersamaan mensakralkan kebhinnekaan. Kebersamaan senantiasa memikirkan setiap tindakan, apakah akan merusak diri sendiri atau masyarakat luas.
Kata Habib Umar, jika yang dimaksud dengan kebangsaan adalah rasa aman, keadilan, dan penghargaan terhadap sesama, maka itu adalah Islam, apa pun istilah yang digunakan. Kaum Muslimin harus menjaga hak-hak Nonmuslim ketika minoritas, apalagi ketika kaum Muslimin menjadi mayoritas.
Menjadi orang bodoh sebenarnya bukanlah aib. Sama dengan menjadi orang miskin, menjadi orang bodoh kadang kala adalah bagian dari skenario takdir yang tak terhindarkan meskipun sudah berusaha dihindari.
Imam Al-Ghazali dan Ibn Rusyd itu beda generasi, tetapi kritikan Al-Ghazali terhadap filsafat dibantah oleh Ibn Rusyd. Buku dibantah buku. Namun yang menarik, karya monumental Al-Ghazali dalam bidang ushul fiqih, yaitu Kitab Al-Mustasyfa, ternyata dibuat ringkasannya oleh Ibn Rusyd.
Kalau kesukaan dan kebencian itu terlampau dalam dan menguasai diri, biasanya nalar pun terganggu. Cara menerima informasi pun bukan berdasarkan mana yang benar dan mana yang yang salah, melainkan mana yang sesuai dengan keinginan. Parameternya menjadi like dan dislike.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang terjebak oleh standar dirinya atau kelompoknya semata. Sehingga memandang orang lain salah dan menilai bohong ketika mendapati hal baru yang orang lain sampaikan.