Perguruan Tinggi Didorong Hasilkan Riset Kesehatan untuk Industri Manufaktur

 
Perguruan Tinggi Didorong Hasilkan Riset Kesehatan untuk Industri Manufaktur

LADUNI.ID,Yogyakarta- Perguruan tinggi dituntut menghasilkan produk riset yang bermanfaat bagi masyarakat dan potensial untuk dihilirisasi ke industri. Sebab, kegiatan riset yang dilakukan oleh peneliti Perguruan Tinggi selama ini tujuannya hanya untuk mengejar kenaikan pangkat atau publikasi namun tidak diarahkan dari awal untuk menghasilkan produk riset yang bisa dihilirisasi.

Demikian beberapa hal yang mengemuka dalam kegiatan Industry Research Forum 2018 yang diselenggarakan Direktorat Penelitian UGM 
di kampus UGM Jakarta, Rabu (5/12). Kegiatan yang mengambil tema Industri Hulu Manufaktur untuk Menopang Kemandirian Teknologi Kesehatan di Indonesia menghadirkan beberapa orang pembicara, di antaranya Direktur Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat Kemrinstekdikti Prof. Ocky Karna Radjasa, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes, Dra. Engko Sosialine Magdalene, dan Staff Ahli Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Kementerian Perindustrian Dr. Imam Haryono. 

Direktur Penelitian UGM Prof Dr. Mustofa, mengatakan kegiatan Industry Research Forum 2018 merupakan kegiatan tahunan yang dilakukan UGM memasuki tahun ke-6. Pada pertemuan kali ini, pihaknya mengangkat tema soal industri manufaktur kesehatan. 

“Kita tahu sebagian obat-obatan dan alat kesehatan kita masih tergantung impor, kita ingin mengurangi ketergantungan tersebut dengan mendorong kerja sama dengan industri,” kata Mustofa sebagaiamana dikutip dari laman UGM 

Mustofa menyebutkan forum ini dihadiri 25 peneliti di bidang kesehatan yang memiliki pengalaman dalam riset yang siap dihilirisasi, 

“Ada 70 perwakilan  yang diundang dari mitra bisa berpartisipasi dalam kegiatan ini,” katanya.

Sementara itu Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Dr. Paripurna Sugarda mengatakan periset di UGM saat ini diarahkan untuk menghasilkan riset yang bermanfaat bagi masyarakat dan potensial untuk dihilirisasi ke industri. 

“Sekarang tidak lagi ada pemikiran bahwa riset hanya bermanfaat untuk ilmu pengetahuan atau kepentingan periset untuk naik pangkat ataupun jadi guru besar dan dimuat di jurnal lalu selesai,’katanya.

Paripurna mengatakan ketimpangan neraca perdagangan Indonesia yang lebih banyak impor daripada ekspor menurutnya juga disebabkan karena tingkat daya saing perdagangan yang rendah karena tidak semua hasil riset bisa dihilirasi ke industri. “Jangan sampai periset menghasilkan hasil riset yang sulit dihilirkan,”katanya.

Menurut Sugarda sudah saatnya periset di perguruan tinggi bisa menghilirisasi hasil risetnya baik langsung maupun tidak langsung ke industri. Sugarda menerangkan selain di bidang kesehatan, pihaknya kini juga mendorong hilirisasi riset di bidang agro. Salah satunya pengembangn industri pengolahan kakao di Kabupaten Batang,Jawa Tengah. 

“Baru- baru ini menteri BUMN mengunjungi pabrik cokelat di batang jawa tengah yang rencananya akan diresmikan oleh Presiden. Kita tahu, selama ini bahan baku cokelat kita dari luar, kita balik kita ambil barang dari luar negeri, kita olah, lalu kita ekspor lagi,”katanya.

Sedangkan Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa, Direktur Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat Kemrinstekdikti mengatakan tahun ini ada lebih 18 ribu periset mendapat pendanaan dari Kemenristekdikti. Hingga tahun 2019,ada tiga tema riset yang diprioritaskan yakni pengembangan bahan pangan, inovasi alat kesehatan, dan kemandirian obat. 

“Tahun ini sudah dianggarkan Rp 220 M untuk riset di bidang kesehatan baik riset dasar, terapan dan pengembangan,” katanya.

Sedangkan Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes Engko Sosialine Magdalene, mengatakan pihaknya selalu  mendorong peneliti untuk bisa bermitra dengan industri. 

“Selama ini penelitian dilakukan untuk naik pangkat, namun kita coba arahkan hasil penelitian bisa dipasarkan dan dimanfaatkan, kita memfasilitasi proses hilirisasi itu,” katanya.

Sementara itu di tempat yang sama Staf Ahli Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Kementerian Perindustrian Dr. Imam Haryono mengatakan posisi ekonomi saat ini masuk peringkat 16 besar dunia dengan 45 juta  penduduk kelas menengah. Menurutnya posisi tersebut bisa menopang industrialisasi. 

“Yang perlu didorong adalah inovasi dan teknologi industri kita yang masih sangat rendah,” katanya.

Menurutnya untuk meningkatkan kemampuan daya saing industri manufaktur maka dalam periode selama 15 tahun ke depan menjadi masa keemasan bagi Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi. Selain itu diperlukan  pembentukan ekosistem inovasi melalui pengembangan sentra riset dan pengembangan oleh pemerintah, swasta, publik dan kampus. “Selama ini kita belum ada center of excellent di bidang riset,” katanya.

Di sela kegiatan forum riset industri ini dilaksanakan  penandatanganan nota kesepahaman bersama antara UGM dengan mitra industri yang bergerak di bidang kesehatan yakni PT Indoris Cipta Teknologi,PT Delta Systech Medika, PT Global Dispo Medika dan PT Global Promedika Service.