Hukum Berwudhu bagi Wanita Haid Berdasarkan Madzhab Syafi’i

 
Hukum Berwudhu bagi Wanita Haid Berdasarkan Madzhab Syafi’i
Sumber Gambar: ilustrasi.Png

LADUNI.ID, Jakarta - Wudhu adalah salah satu amalan sunnah yang di anjurkan dalam agama Islam agar kita tetap dalam keadaan suci selalu, baik laki-laki atau perempuan. Namun perempuan dalam satu bulan sekali datang haid maka saat sedang haid itu dia selamanya berhadas besar. Sedangkan wudhu adalah untuk bersuci dari hadas kecil. Maka muncul pertanyaan dari sini, Apakah Wanita Haid Boleh Berwudhu?
Dalam artikel ini kami jawab berdasarkan Madzhab Syafi’i

Imam Nawawi dalam kitab Syarh An-Nawawi ala Al-Muslim  menjelaskan sebagai berikut:

; لِأَنَّ الْوُضُوْء لَا يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِهِمَا ،َإِنْ كَانَ الْحَائِضُ اِنْقَطنُ. وَاللهُ أَعْلَمُ

“Adapun ashab (ulama Syafi'iyah) kami, mereka melarang bahwasanya tidak disunnahkan berwudhu bagi wanita haid dan wanita nifas. Karena berwudhu tidak berpengaruh pada hadats mereka berdua. Jika wanita haid sudah berhenti darah haidnya, maka dia seperti orang junub. Wallaahu A'lam.”

Karena itu, maka pertanyaan apakah wanita haid boleh berwudhu? Jawabannya tidak disunnahkan dalam Islam, kecuali jika darah haidnya sudah berhenti maka hukumnya seperti orang berjunub. Orang berjunub tetap sunnah berwudhu.

Dalam kitab Hasyiyah Jamal  dijelaskan sebagai berikut:

وَيُنْدَبُ لِلْجُنُبِ رَجُلًا كَانَ أَوْ امْرَأَةً وَلِلْحَائِضِ بَعْدَ انْقِطَاعِ حَيْضِهَا الْوُضُوْءُ لِنَوْمٍ أَوْ أَكْلٍ أَوْ شَرْبٍ أَوْ جِمَاعٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ تَقْلِيْلًا لِلْحَدَثِ

“Disunnahkan bagi orang junub, laki-laki atau perempuan, dan bagi wanita haid setelah berhenti haidnya berwudhu karena mau tidur, makan, minum, jima' dan sebagainya untuk mengecilkan (mengurangi) hadats.” .

Dalam Kitab Nihayatul Muhtaj  dijelaskan sebagai berikut:

وَمِمَّا يَحْرُمُ عَلَيْهَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ بِقَصْدِ التَّعَبُّدِ مَعَ عِلْمِهَا بِالْحُرْمَةِ لِتَلَاعُبِهَا ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْصُوْدُ مِنْهَا النَّظَافَةَ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ لَمْ يُمْتَنَعْ

“Di antara perkara yang haram atas wanita haid adalah bersuci dari hadats dengan tujuan beribadah serta mengertinya dia akan keharamannya, hal itu karena dia talaa'ub (mempermainkan ibadah). Jika yang dikehendaki dari bersuci itu untuk kebersihan seperti mandi haji, maka bersuci tersebut tidak dicegah.”

Dalam kitab Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh Syaikh Wahbah Zuhail menjelaskan sebagai berikut:

يَغْتَسِلُ تَنَظُّفًا، أَوْ يَتَوَضَّأُ، وَالْغُسْلُ أَفْضَلُ؛ لِأَنَّهُ أَتَّمُّ نَظَافَةً، وَلِأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اِغْتَسَلَ لِإِحْرَامِهِ ، وَهُوَ لِلنَّظَافَةِ لَا لِلطَّهَارَةِ، وَلِذَا تَفْعَلُهُ الْمَرْأَةُ الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ

“(Orang yang akan melakukan ihram agar) mandi untuk kebersihan, atau berwudhu. Mandi lebih utama, karena lebih sempurna kebersihannya, dan karena Nabi 'alaihishshalaatu wassalaam mandi untuk ihram beliau. Mandi tersebut untuk kebersihan bukan untuk bersuci, oleh karena itu dilakukan oleh wanita haid dan wanita nifas.”

Maka kesimpulannya adalah apabila wanita haid berwudhu untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah maka haram karena akan menimbulkan tanaqud (fungsi wudhu bertentangan dengan keadaannya yang sedang hadats) dan menimbulkan talaa'ub (mempermainkan ibadah sebab dia tahu wudhunya tidak bisa menghilangkan hadats berupa haidnya).

Apabila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah setelah berhentinya darah maka sunnah. Apabila wudhunya tidak untuk menghilangkan hadats atau ibadah, melainkan wudhu hanya karena kebiasaan seperti tabarrud (menyejukkan dirinya) dan nazhafah (kebersihan) maka sunnah.

Kesimpulannya, HUKUM WUDHU WANITA HAID :

Bila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah maka haram karena akan menimbulkan TANAAQUD (fungsi wudhu bertentangan dengan keadaannya yang sedang hadats) dan menimbulkan TALAA'UB (mempermainkan ibadah sebab dia tahu wudhunya tidak bisa menghilangkan hadats berupa haidnya).

Bila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah setelah berhentinya darah maka sunnah karena fungsinya TAQLIIL AL-HADATS (meringankan dan mengecilkan hadats) dan NASYAATH LI ALGHUSLI (untuk merangsang segera mandi).

Bila wudhunya tidak untuk menghilangkan hadats / ibadah melainkan wudhu yang tujuannya untuk 'AADAH / kebiasaan seperti Tabarrud (menyejukkan dirinya) dan nazhoofah (kebersihan) maka sunnah karena fungsi rof'i alhadats (menghilangkan hadats) atau taqliil alhadats (meringankan/mengecilkan hadats tidak terjad dalam wudhu semacam ini dan tidak menimbulkan tanaaqud (fungsi wudhu bertentangan dengan keadaannya yang sedang hadats).

Demikian uraian ringkas mengenai masalah wanita haid apakah boleh berwudhu atau tidak, dengan merujuk pada beberapa kitab fiqh syafi’iyah. Dimana kitab-kitab tersebut adalah kitab rujukan dalam Madzhab Syafi’i. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua pembacanya. Aamiin.

Wallaahu A'lam wa muwafiq ila aqwami Al-thariq .

 

Sumber : Kitab Tentang Wanita dan Hadis

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Sabtu, 9 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor : Sandipo