Hukum dan Cara Menguburkan Ari-Ari Bayi dalam Islam

 
Hukum dan Cara Menguburkan Ari-Ari Bayi dalam Islam
Sumber Gambar: ilustrasi.Png

LADUNI.ID, Jakarta - Bagi masyarakat Nusantara, Islam tidak lagi dipandang sebagai ajaran asing yang harus difahami sebagaimana mula asalnya. Islam telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan keseharian, mulai dari cara berpikir, bertindak dan juga bereaksi. Sehingga Islam di Nusantara ini memiliki karakternya tersendiri.

Agama Islam di Indonesia berkembang pesat di masa Walisongo. Pola dakwah yang dikembangkan Walisongo merupakan paduan dari syariat Islam dengan kebudayaan masyarakat setempat pada masa itu yang kiranya tidak bertentangan dengan Islam. Kebudayaan yang sudah baik dikembangkan agar lebih baik lagi dengan sentuhan nilai-nilai Islam. Hal inilah salah satu hal yang menyebabkan penyebaran Islam di Nusantara berkembang pesat dan dalam waktu yang relatif singkat.

Kedekatan antara syariat Islam dan budaya Nusantara pada masa itu disambut positif oleh masyarakat. Para wali yang menyebarkan agama Islam di Nusantara ini dipandang mampu memberikan pemahaman tentang ajaran Islam dengan berkontribusi aktif memecahkan masalah-masalah di sekitarnya. Contoh teladan dalam hal berpikir, bentindak dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari mampu meluluhkan hati masyarakat sehingga berbondong-bondong memeluk agama Islam.

Walisongo menciptakan tradisi-tradisi baru yang merefleksikan nafas-nafas Islam di dalamnya dengan tanpa meninggalkan kebudayaan yang sudah baik. Salah satu contoh tradisi yang masih melekat hingga saat ini ialah menguburkan ari-ari bayi yang baru lahir.

Selain mengadzani dan iqamah di telinga kanan dan kiri seorang bayi (anak), ia juga mengajarkan untuk menguburkan ari-ari bayi tersebut. Di masyarakat Jawa, misalnya cara menguburkan ari-ari tersebut setelah bayi lahir kemudian ditaburi bunga di atasnya atau bisa juga menyalakan lilin di atasnya.

Dalam Islam, menguburkan ari-ari (masyimah), hukumnya sunnah.
Hal ini berdasarkan apa yang disebutkan dalam kitab Nihayat Al-Muhtaj karya Syamsuddin Ar-Ramli berikut ini:

 وَيُسَنُّ دَفْنُ مَا انْفَصَلَ مِنْ حَيٍّ لَمْ يَمُتْ حَالاًّ أَوْ مِمَّنْ شَكَّ فِي مَوْتِهِ كَيَدِ سَارِقٍ وَظُفْرٍ وَشَعْرٍ وَعَلَقَةٍ ، وَدَمِ نَحْوِ فَصْدٍ إكْرَامًا لِصَاحِبِهَا

“Dan disunnahkan mengubur anggota badan yang terpisah dari orang yang masih hidup dan tidak akan segera mati, atau dari orang yang masih diragukan kematiannya, seperti tangan pencuri, kuku, rambut, ‘alaqah (gumpalan darah), dan darah akibat goresan, demi menghormati orangnya”.

Sedangakn pelarangan bertindak boros (tabdzir) Al-bajuri dalam Hasyiyatul Bajuri berkata:

(المُبَذِّرُ لِمَالِهِ) أَيْ بِصَرْفِهِ فِيْ غَيْرِ مَصَارِفِهِ (قَوْلُهُ فِيْ غَيْرِ مَصَارِفِهِ) وَهُوَ كُلُّ مَا لاَ يَعُوْدُ نَفْعُهُ إِلَيْهِ لاَ عَاجِلاً وَلاَ آجِلاً فَيَشْمَلُ الوُجُوْهَ المُحَرَّمَةَ وَالمَكْرُوْهَةَ.

“(Orang yang berbuat tabdzir kepada hartanya) ialah yang menggunakannya di luar kewajarannya. (Yang dimaksud: di luar kewajarannya) ialah segala sesuatu yang tidak berguna baginya, baik sekarang (di dunia) maupun kelak (di akhirat), meliputi segala hal yang haram dan yang makruh”.

Berkaitan dengan menyalakan lilin atau menyalakan alat penerangan lainnya di sekitar kuburan ari-ari ini dimaksudkan untuk menghidarkannya dari serbuan binatang seperti misalnya tikus. Oleh sebab itu, dengan demikian maka hukumnya diperbolehkan.

Bagi masyarakat Jawa, prosesi penguburan ari-ari atau biasa disebut juga kakang kawah dianggap merupakan sesuatu yang penting. Hal ini bukan tanpa alasan, karena ari-ari merupakan organ yang menjadi jalur hidup jabang bayi ketika dalam kandungan. Sehingga posisi ari-ari di sini diyakini sebagai batir (teman/ saudara) yang menemaninya dengan setia hingga bayi tersebut dilahirkan.

Adapun cara menguburkan ari-ari dalam Islam sebagai berikut:
1.Ari-ari dibersihkan terlebih dahulu, baik oleh bidan maupun petugas kesehatan lainnya.
2.Ari-ari dimasukkan ke dalam perihk tanah dan dialasi daun senthe. Baru kemudian ditutup dengan tempurung kelapa, bisa juga dengan cobek.
3.Biasanya di masyarakat, di atas wadah diberi ubarampe (barang syarat) sesuai tradisi setempat, biasanya berbeda-beda antar daerah.
4.Ari-ari tersebut dibungkus dengan kain mori.
5.Baca shalawat Untuk Anda yang beragama Islam, mengubur ari-ari bisa dilakukan dengan membaca Bismillah dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Do’a Mengburu Ari-Ari
Setelah mengetahui bagaimana tata cara mengubur ari-ari sesuai dengan ajaran Islam, selanjutnya kita akan membahas tentang doa ketika mengubur ari-ari, berikut adalah do’anya.

Awali dengan Membaca Basmallah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Bismillahirrahmaanirrahiim
Artinya : Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pemurah lagi maha penyayang

Membaca Shalawat Nabi Muhammad SAW

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ

Allahumma shalli 'alaa muhammad wa 'alaa aali muhammad
Artinya : Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad.

Ketika mengubur si bayi ucapkanlah rasa syukur kepada Allah SWT karena telah memberikan kelancaran dalam persalinan dan karena telah mengaruniakan kita seorang anak. Rasa syukur ini dapat diucapkan dengan kalimat masing-masing.

Dan Tugas seorang bapak ialah menggali lubang sedalam satu lengan untuk menguburkan ari-ari tersebut. Lubang ini letaknya di sebelah kanan pintu utama rumah, jika bayinya laki-laki. Sebaliknya, jika perempuan, lubang ini digali di sebelah kiri

Orang yang berhak menguburkan ari-ari yaitu bapak kandung, kakek agau saudara laki-laki yang paling dekat dengan bayi tersebut. Sebelum menguburkan, orang tersebut mandi besar terlebih dahulu untuk menyucikan diri. Lalu memakai kain atau sarung. Ari-ari yang telah terbungkus tadi diemban (digendkng menyamping di pinggang). Baru kemudian dikubur dengan tanah. Usahakan padat dalam menimbun tanag tersebut agar tidak diganggu binatang.

Sebagai penanda, di bagian atas kuburan ari-ari diberi pagar bambu dan di tumpuk genting. Kemudian kuburan ari-ari tersebut diberi penerangan secukupnya selama 35 hari (selapan). Hal ini memiliki makna agar ari-ari maupun bayi tersebut selalu diberi penerangan dalam setiap langkah perjalanannya.

Prosesi atau cara menguburkan ari-ari di setiap daerah mungkin berbeda-beda. Terlepas dari itu, prosesi atau cara menguburkan ari-ari dalam Islam ini bertujuan sebagai bentuk ucapan terimakasih karena telah menemani si jabang bayi tersebut di dalam rahim hingga dilahirkan dengan selamat. Maka tidak heran jika air-air ini sering disebut saudara atau kakang kawah.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Sabtu, 9 Juni 2018 . Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.
Editor : Sandipo

___________
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 123 MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-7 Di Bandung Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1351 H. / 9 Agustus 1932 M.