Mewaspadai Post-truth

Saya lebih suka menyebut “Post-truth”, sebagai sebuah prilaku dishonesty and deception, ketidakjujuran yang dipadukan dengan penipuan. Sebuah upaya untuk menempatkan sesuatu yang tidak benar agar menjadi seolah-olah benar. Untuk mencapai tujuan itu, fakta-fakta diabaikan dalam mempengaruhi dan membentuk opini publik. Gantinya, disebarkanlah fakta-fakta palsu yang menggerakkan sentimen emosi publik. Semakin besar dan tak masuk akal kebohongannya akan semakin baik, itu salah satu ciri khasnya. Ciri lainnya, post-truth berpegang pada anggapan bahwa lebih mudah menyampaikan pesan atau mencapai apa yang diinginkan dengan cara membuat publik marah, benci, kesal, sebal dan sejenisnya (meskipun) dengan cara berbohong. Cara itu dianggap lebih berpengaruh ketimbang menyampaikan fakta-fakta. Post-truth selalu emosional dan menyesatkan.
Post-truth memperoleh percepatan penyebaran dengan tersedianya media sosial dan kadang media konvensional. Namun, post-truth sangat mengandalkan media sosial. Propagandanya di desain sesuai dengan sifat media sosial yang ringkas, gratis, mudah diperbincangkan, mudah disebarluaskan, mudah dijangkau dan diantarkan langsung ke hadapan pemirsanya yang jumlahnya entah berapa banyak pada detik ini. Mirisnya, akan semakin cepat jika disebarkan ditengah-tengah masyarakat dengan literasi rendah seperti di Indonesia.
Karena itu, saya menempatkan post-truth ini di atas fake news, hoax dan sejenisnya. Bahkan post-truth ini biang itu semua. Post-truth adalah “aktor intelektual”, pola pikir, filosofi dan mesin produksi hoax sampai black champagne.
Indonesia pun tidak luput dari munculnya generasi post-truth ini untuk bermacam kepentingan khususnya untuk menyebarkan ideologi dan pertarungan politik, kalau saya amati sepertinya mulai masif saat Pilpres 2014 lalu. Mulai saat itu Indonesia mulai terbiasa dengan salah satu produknya, hoax. Akibatnya, Indonesia terancam jatuh pada kekacauan sangking begitu banyaknya antagonisme, sinisme, kebencian, perselisihan, perpecahan dan terbuangnya nalar gara-gara penyebaran hoax ini. Terasa bukan ?
Ada banyak buku yang membahas post-truth untuk menggambarkan betapa berbahayanya prilaku tersebut, diantaranya berjudul “Post-truth : How Bullshit Conquered the World“ yang ditulis oleh James Ball. Dalam resensi yang dia tulis sendiri, bukunya bercerita tentang “ two shock events – the Brexit vote and Donald Trump’s elevation to US President “...
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Support kami dengan berbelanja di sini:
Tags
Support kami dengan mengaktifkan NSP ini:
Konten Terkait
- Mewaspadai Post-truth
- Post Truth di Dunia Seni
- Menghadapi Era Post-Truth
- Terorisme Dunia Maya
- Tips Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial
- Awas, Pamer di Media Sosial Mempengaruhi Kesehatan Jiwa
- Wanita Seksi Gemar Selfie adalah Tanda Sedang Kesusahan Ekonomi
- Khutbah Jumat: Sikap Seorang Muslim dalam Menyikapi Berita di Era Teknologi Informasi
- Rosetta : Sistem Kecerdasan Buatan Facebook untuk Mendeteksi Ujaran Kebencian dalam Gambar dan Video
- Modal Sosial
Silakan menyampaikan komentar, testimoni, pengalaman terhadap beliau.
Memuat Komentar ...