Meneladani Tekad Kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq

 
Meneladani Tekad Kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Apakah benar sosok pemimpin itu adalah orang yang harus dihormati, dilayani dan disanjung?

Pemimpin yang besar adalah pemimpin yang memiliki jiwa besar untuk bersedia merendahkan diri melayani mereka yang ia dipimpin dengan rasa yang penuh pengabdian. Fokusnya hanyalah bagaimana menyejahterakan, mengantarkan segala kebaikan bagi mereka yang dipimpinnya. Jiwa pelayanan atau pengabdian ini akan mengibarkan seorang pemimpin menjadi pemimpin yang besar dan bermartabat. (Andew King, 2010).

Pernyataan tersebut juga sebagaimana diamanatkan di dalam isi pidato "politik" Abu Bakar As-Shiddiq pertama beliau, yang berbunyi: “Kejujuran itu merupakan amanah, sedangkan dusta itu merupakan pengkhianatan. Kaum yang lemah menempati posisi yang kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan padanya haknya dengan izin Allah. Sedangkan, kaum yang kuat menempati posisi yang lemah di sisiku hingga aku dapat mengambil darinya hak orang lain dengan izin Allah.”

Keberhasilan pemimpin juga diperankan ketika mampu memberdayakan dari semua komponen masyarakat yang berbeda menuju keberhasilan bersama demi kesejahteraan dan kemakmuran bersama pula, sehingga apa yang dimiliki oleh setiap individu masyarakat mampu dikoordinir dengan baik dan komprehensif (menyeluruh).

Ini sesuai sebagaimana di ungkapkan oleh Maxwell dengan perkataannya yang berbunyi, “The best leaders are humble enough to realize their victories depend upon their people”, (Para pemimpin yang terbaik cukup rendah hati untuk menyadari bahwa kemenangan-kemenangan mereka bergantung pada orang-orang yang dipimpinnya).

Apa yang diungkapkan Maxwell tersebut, sejak dulu ada dalam nasihat Rasulullah SAW dalam banyak sabdanya, di antaranya adalah yang berarti, "Apabila ada dua orang laki-laki yang meminta keputusan kepadamu maka janganlah engkau memberikan keputusan kepada laki-laki yang pertama sampai engkau mendengarkan pernyataan dari laki-laki yang kedua. Maka engkau akan tahu bagaimana engkau memberikan keputusan”. (HR. At-Tirmidzi)

Dalam Hadis lain juga disebutkan,

مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ، وَالْخَلَّةِ، وَالْمَسْكَنَةِ، إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ، وَحَاجَتِهِ، وَمَسْكَنَتِهِ

"Setiap pemimpin yang menutup pintunya terhadap orang yang memiliki hajat, pengaduan, dan kemiskinan, maka allah akan menutup pintu langit terhadap segala pengaduan, hajat dan kemiskinannya."  (HR. Ahmad)

Kita berharap mendapatkan pemimpin yang mampu meneladani sosok Khalifah Abu Bakar As-Shiddq dalam menjalankan roda pemerintahannya, sebagaimana disampaikan pidatonya di atas. 

Demikianlah keteladanan yang patut dijadikan renungan bagi para pemimpin. Bahwa seorang pemimpin itu harus mampu menjadi “pelayan” umat, bukan justru menjadi orang yang dilayani. Selain itu juga harus mampu mengkoordinir semua harapan dan aspirasi masyarakat yang kemudian direalisasikan juga untuk kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 06 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Editor: Hakim