Rabithah Dalam Perspektif Ulama

 
Rabithah Dalam Perspektif Ulama

LADUNI.ID IKOLOM- Mayoritas ulama dalam mendefinisikan rabitah ini hampir sama “mafhum“ (pemahaman)nya walau dengan redaksi yang berbeda, bisa ditelaah lebih lanjut dalam kitab karangan Syaikh 'Abdul-Majid bin Muhammad al-Khani, yang berjudul “Sa 'adah al-Abadiyyah“, Syekh al-Dihlawi pula di dalam kitabnya “Qawl al-Jamil“, Shaikh Husain bin Ahmad al-Dawsari di dalam kitabnya “Rahmah al-Habitah“ dan masih banyak lagi yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Rabitah dalam banyak literatur para ulama dapat disimpulkan rabitah itu merupakan suatu perikatan dan hubungan rohaniah murid dengan rohaniah sang guru, guna mendapatkan wasilah yang ada pada rohaniah Syekh Mursyid, di mana rohaniah Syekh Mursyid tersebut telah berhubungan, berhampiran serta terkoneksi dengan rohaniah Syekh-Syekh Mursyid sebelumnya, sampai dengan rohaniah Arwahul Muqaddasah Rasulullah SAW.    

Seorang yang menempuh jalan ibadah (salik) meyakini bahwa para guru dan masyaikhul kiram hingga rasulullah SAW merupakan wasilah dalam meniti jalan ibadah untuk sampai kepada hail akhir dari ibadah itu sendiri dan bukan sebagai maqasid. Maqasid (tujuan)nya tetap Allah SWT. Realisasi kehendak seseorang hamaba kepada lainnya yakni membutuhkan sesuatu selain allah  merupakan suatu bentuk majaz bukan hakikat, kalau kita beriktikad memohon secara hakikat tentulah perbuatan tersebut merupakan syirik yakni menyukutukan Allah SWT. (Tanwirul Qulub, Syekh Amin Kurdi, hal. 527)

Kedekatan seseorang dengan guru (syekh mursyid) bukanlah dikarenakan dekat zatnya dan bukan pula karena mencari sesuatu dari pribadinya tetapi karena mencari hal-hal yang dikaruniakan Allah kepadanya(kedudukan yang telah melimpahkan Allah atasnya) dengan meyakni bahwa yang membuat dan memberi bekas hanya semata-mata karena Allah SWT seperti orang yang fakir berdiri berdiri dipintu orng kaya dengan tujuan meminta sesuatu yang dimilikinya sambil mengiktikadkan bahwa yang mengasihi dan memberi nikmat hnaya Allah yang mempunyai gudang langit dan bumiserta tidak ada yang menciptakan selain-Ny.a Penyebab dia berdiri didepan rumah orang kaya itu karena dia meyakini bahwa disana ada salah satu pintu nikmat Allah yang mungkin Allaha membeikan nikmat itu melalui sebab orang kaya itu. (Tanwirul Qulub, Syekh Amin Kurdi, hal. 527)

Wasilah secara etimologi bermakna “perhubungan“ (KamusArab-Indonesia, Mahmud Yunus, Hidakarya Agung, 1999)“. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa wasilah itu merupakan sesuatu yang menyampaikan kepada tujuan”. (Tafsir Ibnu Kasir II : 52-53). Pengertian yang hampir sama juga diutarakan oleh Syekh Muhammad Amin Al Kurdi, beliau mengatakan “Wasilah ialah sesuatu yang menyampaikan ke Hadirat Allah SWT” ( Tanwirul Qulub, Amin Al Kurdi,  hal  447).

Secara global  wasilah dapat dirtikan sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan kita kepada suatu aksud atau tujuan. Nabi Muhammad SAW adalah wasilah yang paling dekat untuk sampai kepada Allah SWT, kemudian kepada penerus-penemrnyaus yang Kamil Mukammil yang telah sampai kepada Allah SWT yang ada pada tiap-tiap abad atau tiap-tiap masa.” (Sulaiman Zuhdi, 1288 H : 3)

 

Wallahul Muwafiq Ila’aawamith Thariq,

Wallahu ‘Allam Bishawab

Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Staf pengajar Dayah Mudi Mesjid Raya Samalanga