Merasa Paling Berjasa

 
Merasa Paling Berjasa
Sumber Gambar: Pinterest,Ilustrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Perasaan diri yang berlebihan atau yang sering disebut sebagai penyakit hati yang akut dapat berdampak buruk pada seseorang, bahkan bisa berujung pada kematian. Dalam konteks Islam, perasaan diri yang merasa telah berjasa dalam dakwah dan sebagai pilar kebangkitan agama juga merupakan hal yang patut diwaspadai.

Ketika sebagian Arab Badui masuk Islam, ada yang mulai merasa jumawa dan angkuh. Mereka merasa bahwa mereka telah memberikan nikmat besar pada Nabi dan kaum muslimin, sehingga merasa di atas angin dan menjadi besar kepala. Mereka bahkan mulai merasa sebagai pahlawan dalam dakwah dan penyebaran agama.

Perasaan seperti ini sebenarnya tidak sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kesederhanaan, kerendahan hati, dan menghindari sikap sombong. Rasulullah sendiri mengajarkan umatnya untuk selalu bersikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri, karena sesungguhnya kebesaran hanya milik Allah.

Memiliki perasaan diri yang berlebihan juga dapat membuat seseorang terjebak dalam sikap yang tidak baik, seperti meremehkan orang lain, tidak mau menerima kritik, dan merasa bahwa dirinya lebih baik dari orang lain. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan untuk saling menghormati, tolong-menolong, dan saling mengingatkan untuk kebaikan bersama.

Maka Allah perintahkan Nabi-Nya untuk mengajari mereka agar merunduk, tidak merasa berjasa, tawadhu dan sepatutnya malah memanjatkan puji dan syukur atas karunia Allah yang telah menggiring mereka pada Islam.
Dalam QS. Al-Hujurat 49:17 Allah SWT berfirman;

يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا ۗ قُلْ لَّا تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلَامَكُمْ ۚبَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَدٰىكُمْ لِلْاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ (١٧)

“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” [QS. Al-Hujurat 49:17]

Pelajaran buruk dapat dijadikan cerminan dari sikap Iblis yang merasa berjasa dengan ibadahnya yang banyak dan ketaatannya pada Allah SWT membuat iblis besar kepala, takjub dengan kehebatan dirinya, lantas merendahkan Adam dan menyombongkan diri di hadapan Allah SWT yang membuat Ia dikutuk, dilaknat, diusir dari surga, dirubah wujudnya menjadi wujud makhluk terburuk yang pernah Allah ciptakan, diancam neraka dan kekal selama-lamanya.

Begitulah nasib akhir orang yang merasa berjasa, telah memulai dakwah, membangun Yayasan dan masjid, sekolah dan madrasah, membuat universitas, radio dakwah dan semacamnya.

Contoh perkataan lisanul hal dan lisanul maqalnya:  ”kalau bukan karena jasaku tidak akan pernah ada dakwah, sekolah dan madrasah; kalau bukan karena aku tidak akan tersebar ilmu dan sunnah, kalau bukan jasaku tidak akan pernah ada Radio dakwah, kalau bukan aku masjid ini tak akan jadi ”

Penyakit hati merupakan hal yang sering terjadi pada manusia, dan memiliki berbagai macam varian seperti riya, ujub, sombong, hasad, merasa berjasa, dan merasa banyak amal sholeh. Orang yang beruntung adalah orang yang mampu mengontrol kondisi dan keadaan hatinya dengan baik. Ketika seseorang merasakan gejala penyakit hati, sangat penting untuk segera melakukan terapi sebelum penyakit tersebut menjadi kronis dan dapat merusak agamanya.

Kondisi hati yang sehat dan bersih adalah kunci utama dalam menjalani kehidupan yang baik dan bermanfaat. Dengan menjaga hati dari penyakit-penyakit tersebut, seseorang dapat menjalani kehidupan dengan lebih tenang, bahagia, dan penuh berkah. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk selalu melakukan introspeksi diri dan mengontrol kondisi hatinya agar terhindar dari penyakit hati yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Semoga dengan kesadaran dan kehati-hatian dalam menjaga kondisi hati, seseorang dapat terhindar dari berbagai macam penyakit hati dan dapat menjalani kehidupan dengan penuh keberkahan. Wallahu a’lam.[]

 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 3 Oktober 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

__________________

Editor: Lisantono