Tradisi Tahlilan Lestari di Tanah Papua

 
Tradisi Tahlilan Lestari di Tanah Papua

LADUNI.ID, Sorong -  Menurut Al-Maghfurloh Habib Mundzir Al-Musawwa, penyebar Islam pertama kali di Papua adalah seorang da'i dari Yaman. Hal ini berbeda dengan cerita yang saya dengar dari masyarakat suku Kokoda di Kurwato ini. Menurut mereka, penyebar Islam pertama di Papua adalah para da'i dari kerajaan Tidore.

Terlepas dari perbedaan di atas, ada satu fakta yang pasti bisa diterima oleh dua pendapat di atas. Yaitu bahwa pendakwah Islam pertama di Papua adalah seorang da'i yang beraqidah ahlussunnah wal-jama'ah. Dan ini tak bisa dipungkiri bila kita melihat tradisi-tradisi keislaman yang diamalkan oleh orang-orang muslim asli Papua saat ini, yang mana mereka peroleh secara turun-temurun dari kakek moyang mereka.

Kalau kita identifikasikan tradisi-tradisi keislaman mereka ini, untuk saat ini, sangat cocok sekali dengan apa yang diamalkan oleh warga Nahdliyyin (NU). Misalnya Mauludan, Tahlilan, Selametan dan lain-lain.

Malam jum'at kemarin adalah Tahlilan hari ketujuh atas meninggalnya salah seorang masyarakat. Tahlilan yang berlangsung berturut-turut sejak hari meninggalnya almarhum hingga hari ketujuh itu akan dilanjutkan lagi pada 40 hari kemudian, 100 hari dan 1000 hari. Dari tradisi ini, saya sendiri jadi menduga kalau penyebar Islam di Papua ini tidak berbeda aqidahnya dengan penyebar Islam di Jawa.

Kalau di Jawa, Tahlilan mungkin langsung dimulai dengan Tahlilan saja. Berbeda dengan di sini. Tiap Tahlilan, sebelum dimulai, ada seseorang yang masuk dari pintu dengan membawa nampan sembari beruluk salam. Di atas nampan itu ada segelas air dan tempat untuk membakar kemenyan yang dialasi dengan kain putih. Kepada pemimpin Tahlilan-lah nampan itu kemudian dihaturkan. Sesaat setelah menyalakan kemenyan, barulah Tahlilan dimulai.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN