Menyikapi Fenomena Membakar Kalimat Tayyibah

 
Menyikapi Fenomena Membakar Kalimat Tayyibah

LADUNI.ID, KOLOM- Kita mengetahui bahwa kalimat tayyibah Lailahaillah merupakan salah satu simbol kesakaralan dan kehormatan umat muslim. Selayaknya kita menjaga dan mengamalkannya dalam keseharian. Namun apabila apa yang membakar tulisan Kalimat Tayyibah, haramkah hukumnya? 

Membawa fenomena ini, kita tidak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan dan kesimpulannya. Sebelumnya patut dipahami bahwa dalam konteks ini telah terjadi penyimpangan fungsi kalimat tauhid yang awalnya merupakan simbol keesaan Allah SWT Namun oleh oknum yang tidak bertanggungjawab justru kalimat tersebut dijadikan sebagai simbol kepentingan mereka dan dijadikan lambang identitas golongan tertentu di sebuah negeri seperti Indonesia umpamanya. Terlebih sebelumnya secara tegas telah dilarang oleh pemerintah. Menanggapi fenomena ini, alangkah baiknya kita melihat pendapat Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari menjelaskan dalam kitabnya dengan bunyi: “Sesungguhnya menggunakan sesuatu yang diciptakan untuk diagungkan, untuk difungsikan pada hal yang tidak diagungkan adalah hal yang haram.” (Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, Tanbîhat al-Wâjibat, Jombang, Pustaka Teburireng, h. 30)

Berdasarkan referensi di atas, mengalihfungsikan kalimat tauhid untuk kepentingan organisasi yang terlarang adalah bentuk perbuatan yang secara tegas diharamkan oleh syariat. Sebab perbuatan ini saja sudah dipandang menghina terhadap kalimat tauhid itu sendiri. Sehingga mestinya secara arif kita dapat menilai bahwa bendera tauhid pada konteks ini hakikatnya bukan merupakan lambang yang mewakili umat Islam secara kesuluruhan, bahkan merupakan lambang yang dijadikan pemicu berbagai perpecahan bangsa, sebab telah difungsikan sebagai lambang golongan tertentu yang telah dilarang oleh pemerintah. (M Mubasysyarum Bih, www.nu.online, 2018).

M. Mubasysyaraum juga menyebutkan peristiwa semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam ingatan sejarah kita, bagaimana Masjid Dhirar dihancurkan dan dibakar oleh Rasulullah Saw setelah beliau tahu bahwa ternyata masjid tersebut dibuat oleh kaum yang berupaya memecah belah umat Islam.

Dalam menyikapi peristiwa ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab al-Hâwî lil Fatâwi: “Para Ulama berkata: Jika masjid saja yang diciptakan untuk ibadah dan syariat menganjurkan untuk membangunnya berubah menjadi dihancurkan karena terdapat kemudlaratan, lantas bagaimana pendapatmu pada hal selain masjid? Jelas lebih pantas untuk dihilangkan dan dihancurkan. Perkataan tersebut adalah perkataan Imam Qurtuby.” (Imam Jalaluddin As-Suyuthi, al-Hâwî lil Fatâwi, juz 1, h. 144)

 

****Tgk. Marzuki MA, M. Sos, Dosen Senior IAI Al-Aziziyah Samalanga dan Dewan Gutu Dayah MUDI Samalanga