MUI: Reuni 212 Tidak Ada Urgensinya

 
MUI: Reuni 212 Tidak Ada Urgensinya

LADUNI.ID, Jakarta – Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi, rencana reuni 212 yang akan digelar awal bulan depan tidak ada urgensinya (penting). Pada tahun politik ini, menurutnya, masyarakat lebih baik diajak berpikir rasional dalam memilih pemimpin.

Baidlowi menjelaskan bahwa masyarakat harus diberikan penyadaran agar pemimpin nasional yang terpilih memiliki orientasi berdasarkan program-program yang jelas untuk menyejahterakan rakyat, pemimpin yang sudah teruji dan punya jejak rekam jelas kejujuran dan kesederhanaannya.

Pemimpin yang kira-kira sesuai dengan tujuan ushul fiqh: تصرف الامام علي الرعية منوط بالمصلحة

Artinya, Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung kepada kemaslahatan," katanya,

Oleh karena itulah, menurut Pria kelahiran Bangkalan, 20 Juli 1958 ini, MUI tak mengenal istilah organisasi atau reuni 212. Tak ada kaitan di antara keduanya.

“Jadi, umat sebaiknya jangan diajak ke arah provokasi politik yang tidak rasional, seakan-akan memperjuangkan agama padahal hakikatnya adalah kepentingan politik praktis jangka pendek,” tegasnya.

Baidlowi melanjutkan, memasuki tahun politik, setiap pihak akan dengan mudah memakai agama atau simbol-simbol agama untuk kepentingan politik praktis. Caranya, adalah dengan mengaku diri sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atau sebagai pemilik simbol-simbol agama tersebut.

Pada waktu yang bersamaan, seraya mendiskreditkan pihak lawan politik sebagai musuh agama. Menurut dia, tindakan semacam itu sangat berbahaya.

Hal senada juga diungkapkan akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A Bakir Ihsan, yang mengatakan, jika reuni ini dimaksudkan kepentingan politik, maka bisa mencederai agama Islam. Islam sejatinya bersifat universal dan rahmatan lil 'alamin.

"Agama bisa terciderai apabila digunakan untuk kepentingan kelompok atau organisasi tertentu, apalagi digunakan untuk menegasi sesama muslim hanya karena perbedaan pilihan politik," pungkas Bakir.