Arubah Adalah Awal Mula Nama Hari Jumat

 
Arubah Adalah Awal Mula Nama Hari Jumat
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Berikut nama-nama hari pada masa Arab Jahiliyah: Syiyar (Sabtu), Awwal (Ahad), Ahwan (Senin), Jubar (Selasa), Dubar (Rabu), Mu’nis (Kamis), dan ‘Arubah (Jumat). Hari-hari ini merupakan tahap kedua, yang sebelumnya mereka membuat nama-nama hari, pertiga hari dalam satu bulan, misalnya; tanggal 1-3 disebut dengan Gharar, setelahnya dinamakan; Samar (4-6), Zahar (7-9), Darar (10-12), Qomar (13-15), Dara' (16-18), Dholam (19-21), Tsalatsu Anadis (22-24), Tsalatsu Dawari (25-27), dan Tsalatsu Muhaq (28-30).

Setelah Islam datang, nama-nama di atas berubah, di antaranya adalah nama hari 'Arubah, menjadi hari Jumat. Penamaan hari Arubah, sebelum menjadi hari Jumat, menurut Ibnu Abdul Bar, karena hari itu adalah hari berbangga-banggaan, kepongahan, bergagah-gagahan, berhias, dan kasih sayang.

أن يوم العروبة آت من جذرين، الأول عرب، وهو الانكشاف والظهور والثاني بمعنى التزين والتودد

Dan dalam beberapa kajian, hari itu ('Arubah), adalah hari di mana orang Arab menampilkan hasil karyanya (puisi), hasil perdagangannya, temuan sihirnya, dan lainnya. Yang hari sebelumnya, mereka berlomba-lomba mencari inspirasi, berdagang dengan strategi, dan berlatih menguapkan sihirnya.

Ketika Islam datang, dan turun Ayat Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah ayat 9.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٩

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan)  untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Sehingga, mereka yang menjadikan hari 'Arubah sebagai ajang pamer sihir, puisi, dan harta, menjadi hari yang penuh dengan keimanan, hari mendekatkan diri kepada Allah, dan menjadi hari persatuan umat, serta ajang silaturahim akbar.

Hari Jumat disebut "Sayyidul Ayyam", tuannya dari hari-hari, karena di dalamnya dipenuhi dengan keberkahan, keluarbiasaan, dengan sejarah panjangnya.

Kata "Jum'at" dalam Kamus Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Ma'ashir dapat dibaca tiga; Jumuah, Jum'ah, dan Jumaah.

جُمْعَة، جُمَعَةً، جُمُعَة: جمع جُمْعات وجُمَعات وجُمُعات وجُمَع : أسبوع :- قضينا جمعة كاملة في القرية

Namun, cara baca yang paling banyak digunakan adalah kata Jumu'ah. Menurut Imam Al-Farra', dengan tiga bacaan di atas adalah merupakan sifat hari, artinya berkumpulnya manusia, seperti Humazah yang bermakna mengumpulkan. Sedangkan bahasa Indonesia menyerap kata tersebut menjadi Jum'at, takhfif, dengan men-sukun-kan Mim-nya.

Ada banyak pendapat tentang asal penamaan kata Jum'at. Ada yang mengatakan, disebut Jum'at karena sempurnanya penciptaan yang dihimpun pada hari itu, sebagaimana pendapat Imam Abu Hanifah dan Ibnu Abbas.

Pendapat lain, karena pada hari itu berkumpulnya orang-orang di Masjid besar (Jami') untuk shalat Jum'at. Ada pula yang berpendapat, Allah mempertemukan Adam dan Hawa di bumi pada hari itu.

Ada pendapat lain yang dinilai lebih shahih, sebagaimana dalam kitab Nailul Autar dan Fathul Bari, yang diriwayatkan oleh Hadis Riwayat Ahmad, jilid 2 (113) adalah Allah SWT menghimpun penciptaan Nabi Adam AS pada hari itu. Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Nabi saw; ketika beliau ditanya mengapa dinamakan hari Jumat. Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa karena pada hari itu, tanah liat Adam dicetak. Pada hari itu, kiamat dan kebangkitan terjadi. Pada hari itu pula, kehancuran melanda. Di akhir tiga waktu pada hari itu, ada satu waktu, barang siapa yang berdoa kepada Allah pada waktu itu pasti doanya dikabulkan.

Menurut salah satu pendapat, bahwa orang pertama kali yang memberi nama hari Jumat adalah Ka’ab bin Lu’ai. Tatkala itu, orang-orang Quraisy berkumpul mendatanginya pada hari itu, kemudian ia berkhutbah dan menyampaikan wasiat takwa, memberikan pelajaran kepada mereka.

وكعب بن لؤي الجَمْعة يوم اجتماعهم للصلاة جماعة. ومن هنا جاء تقديسهم لهذا اليوم. أول من جمع يوم العروبة. وكانت قريش تجتمع إليه في هذا اليوم، فيخطبهم ويذكرهم بمبعث النبي. وقيل: بل سمي يوم الجمعة لأن قريشاً كانت تجتمع فيه إلى قصيّ في دار الندوة، ولذلك كانوا يفتحون فيه الجيم بمعنى التآلف والاجتماع. وفي الإسلام صار يوم.

Hari Jumat tidak sekadar nama, ia adalah waktu penyatuan umat, penguatan visi dan misi (buktinya, ketika khatib sudah membacakan khutbahnya, jamaah dilarang berbicara), serta penguatan jalinan silaturahim antar-hamba Allah dalam satu keimanan dan peningkatan ketaqwaan sebagaimana pesan dalam khutbah Jumat, dan tidak hanya memikirkan dunia yang fana belaka (wadzarul bai').

Walau hari Jumat mengganti hari Arubah, numun karena kadar keimanan dan ketaqwaan itu berbeda, maka keangkuhan tak akan pernah terkikis habis. Hasad, dengki, pamer, sombong akan selalu hadir, sepanjang sejarah manusia masih tercatat di muka bumi.

Allahu A’lam. []

Oleh Halimi Zuhdy, Dosen Bahasa dan Sastra Arab UIN Malang; Khadim Pondok Pesantren Darun Nun Malang.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 14 Desember 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar