Muhasabah Akhir Tahun dan Menggapai Hari Esok yang Lebih Baik

 
Muhasabah Akhir Tahun dan Menggapai Hari Esok yang Lebih Baik

LADUNI.ID, KOLOM-Tanpa terasa waktu demi waktu berganti, siang dan malam silih berganti menjadi hitungan minggu, bulan, dan tahun. Pergantian waktu tersebut sejalan dengan perputaran bumi pada porosnya serta pergerakan matahari mengelilingi bumi tiada hentinya sesuai dengan sunatullah.
Karena perputaran matahari mengitari bumi tersebut maka terjadilah pergantian dan perhitungan waktu sebagaimana yang telah digariskan Allah SWT. ini sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya :

فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al An’am: 96 ).


Kita ketahui bersama bahwa dengan silih bergantinya malam dan siang yang secara terus menerus secara rutin, dewasa ini kita telah berada dipenghujung tahun masehi yang mendasarkan perhitungannya pada rotasi matahari. Tidak lamilagi kita akan memasuki tahun selanjutnya juga sebagai tahun yang harus dilalui sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Berbagi fenomena terus terjadi, sang bayi tumbuh berkembang menjadi balita, balita menjadi menjadi anak-anak, anak-anak menjadi remaja, remaja menjadi pemuda selanjutnya menjadi dewasa dan dewasa semakin mendekati lanjut usia (lansia) atau mendekati umur diambang senja. Intinya kita sebagai  muslim harus introspeksi terus apa yang telah diperbuatnya untuk masa depannya. 

Kita sebagai kaum muslimin harus menyiapkan diri agar sukses masa depannya baik di dunia maupun di akhirat. jika ada orang muslim yang hari ini sama saja dengan hari kemarin, ia termasuk orang yang merugi. Karena harusnya bisa lebih baik, sebagaimana diwasiatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA tadi. Jika sama saja berarti tidak ada kemajuan, statis dan sama saja dengan tidak ada pergerakan.

Apalagi hari ini lebih buruk daripada hari kemarin. Sayyidina Ali mengategorikannya sebagai orang yang terlaknat (mal'un). Mengapa?

Contohnya sangat banyak dalam masyarakat, umpamanya jika ada orang muslim yang ibadahnya hari ini lebih buruk daripada kemarin, ia adalah orang yang terlaknat. Demikian pula jika pengetahuan dan ilmunya tidak bertambah malah berkurang. Atau, jika hari ini tidak lebih shaleh daripada hari kemarin. Atau, jika kebaikannya juga tidak lebih baik daripada hari kemarin.

.Menyambut tahun baru hendaknya setiap orang melakukan perenungan akan hal ini. Hura-hura dan berbagai jenis kegiatan tasyabuh yang dilarang agama,  hendaknya dihindari dan  tidak ada maknanya, dan bahkan bisa dikatakan sebagai tindakan 'norak' (konyol) bahkan hal itu tidak membuat kita menjadi semakin baik dan menjadi manusia yang di murkai Allah SWT, apalagi malah cenderung destruktif. Kita dan terutama generasi muda penerus bangsa harus berpikir jernih bagaimana menyiapkan masa depannya


Menyikapi fenomena tersebut, Umar Ibnu Khattab radhyallahu’anhum pernah berkata : “ Hisapblah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang dan berhiaslah kalian untuk menghadapi hari penampakan yang agung “

Memperkuat argumen diatas, telah disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda“Orang yang hari ini sama dengan hari kemarin, atau orang yang hari esok sama dengan hari ini, orang itu akan merugi. Orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin orang itu sungguh celaka, tetapi apa bila hari ini lebih b aik dari kemarin, atau hari esok lebih baik dari hari ini, maka orang itu akan beruntung” ( al-Hadits )

Berpijak dari hadits yang dikutip di atas nyatalah bagi kita, bahwa sebagai manusia di dalam melakoni hidup ini kita dituntut dalam setiap gerak kehidupan berbuat yang lebih baik dari hari kemarin , begitu pula tentunya hari esok harus dibuat menjadi lebih baik daripada hari ini. Sehingga kita termasuk dalam golongan orang yang beruntung.

Bagaimanapun, sebagai manusia, kita tak bisa memisahkan diri dari lingkungan sosial dan masyarakat. Kita akan selalu harus berinteraksi, berrelasi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan insan sesama. Kesemua itu, kita sebut silaturahim, yang dalam praksis kehidupan kini dan mendatang, kita sebut sebagai jejaring alias networking. Sesuatu yang memungkinkan kita memahami gerak dinamis: menyatukan yang terserak, mendekatkan yang jauh, dan mengkaribkan yang dekat. Sesudah karib, lalu secara sadar membuat komitmen, untuk saling memuliakan. Dalam konteks itulah, mengelola kasih dan cinta, menjemput hari esok lebih baik, tidak boleh berhenti dari jiwa yang suci yang memiliki optimitas tinggi. Mari kita hindari mencaci dan saling mencela terlebih kepada ulama pewaris nabi,  ingat dagingnya beracun dan di khawatirkan akhir hidup jauh dari husnul khatimah.

Beranjak dari itu, marilah kita terus mengintropeksi diri dan memperbaiki diri serta bangkit dari berbagai kekurangan, kemaksiatan dan keterbelakangan menuju hari esok yang lebih baik, menatap ridha-Nya dalam bahtera negeri ini menggapai sa'adah daaraini (kebahagiaan dunia dan akhirat).

**Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi asal Dayah MUDI Samalanga dan Penikmat Kopi BMW Cek Pen Lamkawe, dikutip dari berbagai sumber.