Indahnya Negeriku Indonesia

 
Indahnya Negeriku Indonesia
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: Dens_art1 laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Di dalam buku karya Syaikh Ali Thanthawi, Shuwarun minas Syarqi fi Indonesia atau yang dikenal dengan judul fi Indonesia, terdapat pernyataan menarik. Beliau mengatakan:

يَوْمٌ فِي الْجَنَّةِ

"Sehari di Surga"

"Surga di dunia bukanlah Suriah ataupun Lebanon. Akan tetapi ada di Jawa! Siapapun yang melihatnya akan mengetahui bahwa saya berkata benar. Yang belum melihat cukup mendengar penjelasan tentangnya. Melihat langsung tidak sama dengan hanya mendengarkan. Dua hari - selama aku hidup 50 tahun, tak kutemukan hari yang paling indah dan membahagiakan serta membekas dalam jiwaku ketika aku menjelajahi Jawa, dari barat hingga timur dengan kereta. Dari Jakarta menuju Surabaya. Aku tidak menyangka akan melihat di sepanjang jalan dan mendengar bahwa di dunia ada jalan seindah itu!"

Demikian ungkap Syaikh Ali Thanthawi, penyair kenamaan asal Suriah, tentang keindahan Indonesia. Syaikh Ali Thantahwi menceritakan perjalanannya selama di Indonesia. Beliau menceritakan banyak hal yang unik yang kemudian dipotret dalam bukunya. Di dalam buku itu beliau menerangkan keindahan Pulau Jawa yang dipenuhi banyak pohon kelapa, bambu serta rindang hijau pepohonannya dan alunan lembut angin sepoi di sawah-sawahnya.

Syaikh Ali Thanthawi menceritakan makanan-makanan khas Indonesia seperti gudeg, dan makan-makanan khas selainnya. Beliau pernah melihat orang-orang mengambil makanan dan sambal di sebuah hotel. Lalu diikutinya apa yang mereka ambil. Ketika mencicipi sambal tersebut, beliau lantas berkata:

وَإِذًا هَذَا الشَّيْءُ الْأَحْمَرُ نَارٌ حَامِيَةٌ

“Sambal itu neraka yang panas!”

Ucap beliau mubalaghah. Sebab kejadian ini, selama seharian beliau tidak makan apapun karena rasa pedas yang lengket di bibir beliau. Kisah ini dicatat di dalam bukunya di atas.

Syaikh Ali Thantawi tak luput memperhatikan dan mempelajari keunikan dari setiap daerah yang dikunjungi di Indonesia.

Ketika mengunjungi Jogja, beliau menjelaskan iklim keilmuan yang bagus di sana. Menurutnya Jogja adalah kota keilmuan. Beliau menyinggung tentang Madrasah Muallimin, Pesantren Krapyak, dan hal-hal unik yang ada di sana.

Belakangan, Nahdlatul Ulama gencar mengenalkan Islam Nusantara, padahal jauh sebelum itu, Syaikh Ali Thanthawi telah menuliskan dalam salah satu bagian dari bukunya di atas. Beliau menulis:

"اِسْلَامُ اِنْدُوْنِسِيَا"

"Islam Indonesia"

Intinya, beliau menjelaskan bagaimana Islam masuk ke-Indonesia. Lalu menjelaskan tentang penjajah. Tentang organisasi-organisasi seperti NU, Muhammadiyah, Tarbiyah Islamiyah, dll. Tentang Ibnu Bathuhah yang konon pernah ke Sumatera dan mencicipi kelapa.

Di dalamnya bukunya, Syaikh Ali Thanthawi juga menuliskan sebuah temuan yang mengatakan bahwa sejak zaman Abbasiah, Islam sudah masuk ke Indonesia. Hal itu bisa dibuktikan dengan kuburan yang ada di Sumatera. Kuburan itu adalah milik Waliyullah Abdullah bin Muhammad bin Abdul Qadir bin Abdul Aziz bin Abu Ja'far Mansur, khalifah Abbasiyah kedua. Dikatakannya bahwa Abdullah datang dari India menuju Sumatera.

Dalam bagian pembahasan Islam Indonesia, Syaikh Ali Thanthawi berharap universitas-universitas di Arab menjadikan Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dipelajari di universitasnya. Dan Alhamdulillah, di Al-Azhar, hal itu telah tercapai!

Beberapa pesantren tua kenamaan juga disebut oleh Syaikh Ali Thanthawi. Di Sumatra, beliau menyebutkan Sumatra Thawalib. Di Jawa, beliau menyebutkan Pesantren Tebuireng dan Pesantren Termas.
 

Selain itu, dalam memoles tulisannya itu Syaikh Ali Thanthawi juga tak luput menyisipkan deskripsi tentang perempuan-perempuan Indonesia. Beliau mengatakan tentang perempuan jawa:

وَهُنَّ مِنْ أَحْلَى النِّسَاءِ حَلَاوَةً وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ أَجْمَلِهِنَّ جَمَالًا، حَلَوَاتٍ كَعَرَائِسِ الْمَوْلِدِ فِي مِصْرَ اَلَّتِيْ تُصْنَعُ مِنَ السُّكَّرِ.

"Mereka (perempuan Jawa) paling manis meskipun tidak termasuk yang paling cantik. Mereka seperti manisan-manisan yang ada di acara maulid di Mesir yang terbuat dari gula."

Barangkali gambaran itulah yang sebenarnya mendasari ungkapan, hitam-hitam manis gula jawa.
Selain mendeskripsikan soal perempuan Jawa, beliau juga menaruh hormat kepada perempuan-perempuan tangguh yang ikut berjuang melawan penjajah. Mereka tidak gentar meski taruhannya adalah mati. Syaikh Ali Thanthawi mengaku sampai meneteskan air mata ketika mendapatkan cerita bahwa salah satu perempuan Indonesia meledakkan bom di dekat tank para penjajah hingga mati syahid.

Beliau juga mengagumi sosok Kartini dan para pahlawan Indonesia. Ditulisnya dengan banyak pujian mengenai mereka. Khusus tentang Sukarno, beliau menuliskan satu deskripsi yang sangat tegas. Beliau mengatakan:

مِنْ أَخْطَبِ خُطَبَاءِ الدُّنْيَا

“Rajanya para proklamator.”

Di dalam bukunya juga tercatat, bahwa beliau menyebutkan Jendral Sudirman, Bung Tomo, dan kiai-kiai yang meninggalkan kitab-kitabnya di Indonesia dahulu itu, tidak lain adalah demi melaksanakan perang melawan penjajah.

Unik sekali memang, Syaikh Ali Thanthawi mengisahkan Indonesia laiknya cerpan (cerita panjang) bukan cerpen. Ada hal unik-unik yang barangkali tidak diketahui oleh orang Indonesia sendiri.

Dalam sebuah bab di dalam buku Syaikh Ali Thanthawi di atas ada satu judul yang sangat menarik. Beliau menuliskan:

يَوْمٌ فِي الْجَنَّةِ

"Sehari di Surga"

Demikianlah judul sebuah bab dalam Buku Shuwarun minas Syarqi fi Indonesia atau yang dikenal dengan judul fi Indonesia.

Kita akan mengetahui sisi "surga" Indonesia, ketika menyadari betapa indahnya panorama alam semesta Indonesia dibandingkan negara-negara lain. Apalagi ini dilihat dari sudut pandang orang asing.

Tapi jauh lebih besar dari itu semua, adalah bahwa nikmat kehidupan Indonesia yang damai yang tidak diliputi dengan konflik peperangan. Semoga Allah selalu menjaga Indonesia. Amin.

"Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman"

سَمَا لَكَ إِنْدُوْنِيْسِيَا شَوْقُ عَاشِقٍ
وَإِنْ كُنْتُ فِي بُعْدٍ فَرُوْحِيَ تَقْرُبُ

“Oh, alangkah memuncaknya rindu seorang pecinta kepadamu, Indonesia!
Meski aku jauh, ruhku dekat denganmu.”

Selamat ulang tahun, Indonesia! []


Penulis: Syaibani Al-Azhari

Editor: Hakim