Sandi Perjuangan Santri Pangeran Diponegoro dalam Filosofi Buah Sawo

 
Sandi Perjuangan Santri Pangeran Diponegoro dalam Filosofi Buah Sawo
Sumber Gambar: gdm.id, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Pernahkah kalian melihat dan memperhatikan, di sekitar masjid atau pondok pesantren yang ada di jawa ditumbuhi oleh pohon sawo? Dan apakah kalian tahu bahwa pohon-pohon sawo itu adalah sebuah kode atau sandi yang merupakan peninggalan dari seorang ulama hebat yang tak kenal menyerah dalam melawan kolonial Belanda.

Ya, ulama tersebut tidak lain adalah Pangeran Diponegoro. Sebagaimana dijelaskan oleh Mu’nim DZ, di dalam bukunya yang berjudul Fragmen Sejarah NU Menyambung Akar Budaya Nusantara, mengatakan bahwa Pangeran Diponegoro meninggalkan sebuah pesan kepada kyai Badrudin sebelum beliau dibawa oleh pasukan Belanda, karena telah tertangkap. Pesan itu adalah dalam rangka penanaman pohon buah sawo, yang ternyata menjadi symbol perjuangan dan mengandung banyak makna filosofis.

Kenapa harus pohon buah sawo? Sawo adalah buah yang memiliki kulit yang kasar dan berwarna coklat atau kekuningan, dengan rasa dagingnya yang manis, dan lembut kalau sudah matang. Siapa yang mengira kalau pohon buah ini dijadikan kode atau sandi oleh Pangeran Diponegoro.

Tercatat dalam Sejarah, bahwa perseteruan antara pasukan Belanda dengan Pangeran Diponegoro yang panjang, sangat menyusahkan pihak Belanda. Segala macam rencana berunding yang diajukan Belanda tidak di pernah diterima. Menurut Pangeran Diponegoro, menerima perundingan berarti menerima kehadiran Belanda dan hal itu tentu menodai perjuangan.

Namun, pada akhirnya saat Hari Raya Idul Fitri, Pangeran Diponegoro berkenan menemui Belanda dengan maksud untuk bersilaturahmi saja. Meski demikian, syarat  yang diberikan Pangeran Diponegoro sangat ketat, yaitu dilarang membawa persenjataan. Saat itu Belanda setuju, namun mereka ingkar janji dan akhirnya terjadilah penangkapan Pangeran Diponegoro.

Ketika Pangeran Diponegoro tertangkap dan akan dibawa oleh pasukan Belanda, beliau mendapat kesempatan untuk membisikkan sebuah pesan kepada Kyai Badrudin untuk segera menanam pohon sawo, yang lalu pesan ini diteruskan kepada kyai-kyai lainnya.

Dari sinilah kemudian banyak pesantren serta masjid di Jawa sampai Madura pada masa itu yang di depan bangunannya pasti ada pohon sawo yang menandakan sebuah sandi pergerakan santrinya Pangeran Diponegoro.

Sejarawan Barat, Peter Carey mengungkapkan bahwa pohon sawo itu tanda jaringan Pangeran Diponegoro. Bila kemudian muncul perintah untuk bergerak lagi, maka tinggal di cek siapa yang memerintahkannya itu. Dan bila di depan kediamannya ada pohon sawo maka itu jelas masih merupakan jaringannya.

Selain sebagai sandi perjuangan, pohon sawo juga memiliki sebuah arti filosofis. Buahnya yang bernama sawo itu tidak lain menyiratkan makna dari sabda Nabi Muhammad SAW, yakni Hadis yang berbunyi, sawwu shufufaku fainna taswiyatas shufuf min tamamis sholah, luruskan barisan, karena lurusnya barisan itu merupakan kesempurnaan shalat. Dari sinilah kemudian tersirat makna agar para santri dan pejuang yang merupakan para pengikut Pangeran Diponegoro tetap meluruskan barisan satu sama lain.

Sebagaimana pula yang disampaikan oleh seorang peneliti pesantren bernama Ahmad Khairul Fahmi, ia mengatakan, Dunia orang Jawa kan penuh perlambang atau isyarat. Pohon sawo tampaknya digunakan sebagai 'perlambang' (isyarat) dari perintah untuk taat meluruskan shaf ketika hendak shalat: sawwu shufufakum (luruskan shafmu).

Biasanya pohon sawo yang ditanam di depan pondok pesantren dan masjid itu berjenis pohon yang berbuah sawo kecik. Sawo kecik ini berasal dari kata “sarwo becik”. Yang artinya “sarwo” bermakna semua, dan “becik” bermakna baik, yang memberikan pesan juga bahwa segala sesuatu di kehidupan kita harus menjadi baik entah itu perbuatan ataupun perkataan. Kalau di Madura, buah sawo menjadi “sabu” yang juga memiliki arti yang bagus. Kata sabu merupakan gabungan dari dua kata yang berasal dari sa bermakna (shalat)  dan bu dari kata “jak-bu ambu” yang artinya jangan berhenti. Jadi senantiasa melaksanakan perintah shalat dengan baik dan tidak pernah berhenti.

Pohon sawo yang ditanam di depan rumah seseorang pada zaman sekarang, masih menyiratkan bahwa biasanya pemilik rumah tersebut akan sangat memuliakan tamu dan menyuguhinya dengan sebaik-baiknya. Gerakan menanam pohon sawo juga semakin massif dijalankan oleh para keluarga yang ditengarai masih ada jalur keturunan kepada Pangeran Diponegoro.

Tapi ada yang aneh sebab tersebar satu kebiasaan sebagian orang yang menakuti anak-anaknya agar tidak memanjat pohon sawo atau tidak menanam pohon sawo di depan rumah karena dipercaya akan ada yang menghuninya, berupa makhluk halus  yang menganggu.

Padahal dengan fakta sejarah perjuangan Indonesia, justru pohon sawo itu sangat filosofis dan sarat akan makna. Jadi jika ada yang menganggap bahwa pohon sawo itu banyak dihuni oleh makhluk halus sepertu “genderuwo”, maka ini adalah penyimpangan sejarah yang tentu perlu untuk diluruskan. []


Penulis: M. Iqbal Rabbani

Editor: Hakim