Keanehan Sufyan As-Tsauri dalam Merawat Keikhlasan

 
Keanehan Sufyan As-Tsauri dalam Merawat Keikhlasan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Seorang ulama besar pernah berkata, Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, sebab begitu seringnya ia berubah-ubah.”

Demikianlah kata-kata bijak Sufyan As-Tsauri yang familiar kita temukan di beberapa tulisan. Ikhlas menjadi sangat sukar lantaran ia tidak terwujud dalam kata-kata, melainkan ia lahir dari wujud tindakan yang digerakkan oleh hati.

Hal serupa juga pernah disampaikan oleh KH. Bahauddin Nursalim atau yang kita kenal dengan panggilan Gus Baha, bahwa Umar bin Khattab pernah menyatakan kalau nikmat yang paling besar adalah tidak tergantungnya manusia dengan orang lain.

Tentu saja hal ini sangat relevan dengan sikap Sufyan ketika ia mempraktikkan sikap ikhlasnya di saat hendak pergi ke Makkah.

Kala itu Sufyan tidak memiliki uang dan ia memilih menjadi seorang tukang masak dalam sebuah rombongan guna dapat pergi ke Makkah secara gratis. Sufyan mengubah pakaiannya sehingga sukar dikenal oleh orang-orang. Ia memilih seperti itu karena tidak ingin disanjung, sebab semua orang tahu bahwa ia adalah ulama besar yang diakui kecerdasan dan kealimannnya oleh semua ulama waktu itu.

Ketika Sufyan memasak dan gosong, ia dimarahi dan ditampar oleh ketua rombongannya karena tidak bekerja dengan baik. Tapi tamparan itu membuat Sufyan merasa senang, ia sadar tamparan itu terasa nikmat, seakan-akan keikhlasannya menjadi nyata dan tentu saja hal semacam itu akan membuat Allah senang.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN