Biografi KH. Syarqowi, Mursyid Tariqah Penyabar dan Pemaaf dari Demak

 
Biografi KH. Syarqowi, Mursyid Tariqah Penyabar dan Pemaaf dari Demak
Sumber Gambar: Sirojuth Tholibin.net

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Dakwah Beliau
3.2  Menjadi Mursyid Tariqah

4.    Teladan
4.1  
Sifat Wirai
4.2  Sosok Penyabar dan Pemaaf

5.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Kyai Syarqowi lahir di Desa Waruk, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak sekitar tahun 1875 Masehi dengan nama kecil Minhaj. Terlahir dari pasangan carik (Sekretaris Desa) bernama KH. Marhaban dengan Nyai Kasipin berasal dari Desa Tlogogedong, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak. Kyai Syarqowi merupakan anak sulung dari empat bersaudara yakni:

  1. Minhaj ( Kyai Syarqowi),
  2. Kyai Wardi,
  3. Nyai Mursinah,
  4. Nyai Warinah.

1.2 Riwayat Keluarga
Kyai Syarqiwo dijodohkan dengan Nyai Maryam putri KH. Abdurrohman, cucu Syaikh Raden KH. Sanusi.

1.3 Wafat
KH. Syarqowi sowan ke hadirat Allah SWT pada Hari Jumat Pahing, 16 Rajab 1363 bertepatan dengan 7 Juli 1944 M. Dengan meninggalkan 4 orang putra dan 2 orang putri, yakni:

  1. KH Usman,
  2. KH Abdul Fatah,
  3. KH Siroj,
  4. KH Mahfudz,
  5. Nyai Hj Sa’diyah,
  6. Nyai Hj Muslihah.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Kyai Syarqowi tumbuh besar dengan pondasi karakter tanggung jawab. Hal ini dapat dilihat melalui kebimbangan Kyai Syarqowi saat akan memulai kelana pendidikan yang akan beliau tempuh. Di satu sisi, beliau bergelora ingin menimba ilmu agama, sedang di sisi lain beliau tidak sampai hati meninggalkan ibu terkasihnya. Namun ibunya tetap menyuruh beliau meninggalkan kampung halaman demi mencari ilmu dan pelajaran kehidupan.

Uang yang sedianya akan digunakan untuk memperbaiki rumah, diurungkan oleh ibunya demi membiayai pendidikannya. Ibunya rela melayani kebutuhan keluaraga dengan pribadi sendiri. Kyai Syarqowi kemudian melanjutkan belajar kepada KH. Sholeh Darat Semarang. Beliau memperdalam ilmu tasawuf dengan mengaji kitab Al-Hikam dan Bidayatul Hidayah hingga satu saat kemudian Kyai Syarqiwo dijodohkan dengan Nyai Maryam putri KH. Abdurrohman, cucu Syaikh Raden KH. Sanusi.

Kyai Syarqowi melanjutkan studinya ke pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur kemudian berpindah pengembaraan keilmuan kepada KH. Idris Jamsaren Solo. Kebetulan KH. Idris ini juga murid KH. Sholeh Darat. Jadi selain status beliau sebagai santri, antara Kyai Syarqowi dan KH Idris adalah seperguruan.

Di sana beliau mengaji kitab Ihya Ulumuddin karya monumental dari hujjatul islam, Muhammad Al Ghozali. Selama belajar, Kyai Syarqowi tak pernah tidur dengan sengaja, beliau hanya tidur bila tertidur. Seakan tidak mengenal lelah, beliau selalu giat dalam belajar. Tak heran jika teman terdekatnya adalah kitab kuning dan alat tulis yang selalu beliau kaji.

Suatu saat ketika saat musyawarah, Kyai Syarqowi diberi kesempatan untuk berbicara, merasa mendapat momen baik, dengan penuh tawadlu dan percaya diri beliau menjelaskan dengan detail beserta rujukan kitabnya. Sejak saat itulah beliau dihormati dan disegani teman-temannya. Namun itu tak membuat Kyai Syarqowi menjadi bangga dan sombong. Sebaliknya, beliau semakin tawadlu. Padahal sebelum itu, beliau sering sekali mendapat ejekan bahwa beliau adalah anak yang tolol dan bodoh. Namun, beliau tidak dendam, bahkan memaafkannya.

Untuk biaya selama di pondok, Kyai Syarqowi memberi makna kitab kuning kosong dengan tulisannya yang indah dan jelas. Sehingga banyak santri yang tertarik dengan kreasinya. Dari situlah Kyai Syarqowi mendapat upah, sebagai bekal hidupnya di Pesantren.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Sholeh Darat Semarang
  2. KH. Idris Jamsaren Solo,
  3. Syekh Sulaiman Zuhdi.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Kyai Syarqowi menghabiskan masa kecilnya di Tlogogedong, Karangawen, Demak. Se-desa dengan ulama di zamannya, KH. Abdurrohman, menantu dari Raden Sanusi Karanggondang. Orangtua Kyai Sayrqowi pisah karena sebuah alasan. Hal ini justru menjadikan Kyai Sayrqowi terlihat tampil sebagai pengayom bagi adik-adiknya. Kyai Sayrqowi muda sudah menjadi contoh melalui keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.

Dikutip dari Manaqib KH. Syarqowi yang ditulis oleh buyut beliau yaitu M Habibillah bin H Hasan Anwar Zen bin Abdurrohman dijelaskan, Kyai Syarqowi giat membantu aktivitas Sang Bunda. Di usia 10 tahun, setiap hari mengantarkan barang dagangan ke pasar dan menggembala kambing di saat anak seusianya masih asik bermain dan tertawa ria.

3.1 Dakwah Beliau
Setelah Kyai Manhaj pulang dari Jamsaren Solo, dan berganti nama menjadi Kyai Syarqowi, sebuah nama yang beliau peroleh ketika mondok kepada KH. Idris Jamsaren Solo, beliau bermukim dan berdakwah di Desa Tanggungharjo, Grobogan atas isyarat dari mertuanya, KH Abdurrahman. Pada periode awal berdakwahnya, beliau hanya mengajarkan baca tulis Al-Qur’an.

Seiring perkembangan anak-anak yang beranjak dewasa, beliau mengembangkan pada kajian kitab-kitab kuning salaf. Metode bandongan dan soroganpun beliau terapkan dengan telaten. Dibimbingnya para murid dengan penuh telaten dan kesabaran, beliau bacakan makna di hadapan para murid, beliau perintahkan mengulang makna yang telah beliau bacakan satu per satu.

Di antara kitab-kitab yang beliau kaji adalah: Al-Imrithi, Al-Fiyyah, Fathul Qarib, Al-Hikam, Hasyiyah Ad-Dasuqi, Ihya Ulumuddin, dan lain sebagainya. Ada satu kitab yang menjadi wiridan rutinnya, yaitu Al-Kafrawi. Ya, kitab yang membahas tentang tarkib (gramatika arab) tersebut, ketika telah khatam, beliau ulangi lagi. Begitu berputar terus. Tak heran jika dahulu, pondok Tanggung (sebutan bagi pesantren KH. Syarqowi) terkenal sebagai spesialis ahli tarkib. Bahkan, sampai-sampai banyak dari santri pondok lain ingin tabarrukan di Pondok Tanggung.

3,2 Menjadi Mursyid Tariqah
Kyai Syarqowi oleh pemerintah Hindia Belanda juga pernah ditunjuk sebagai pembimbing haji dan amirul haji untuk wilayah Semarang. Sehingga semasa hidupnya KH. Syarqowi mampu berhaji sebanyak tujuh kali. Tak hanya itu, putra-putranya pun juga beliau hajikan. Di antaranya KH. Usman, KH. Abdul Fatah, KH. Siroj, dan KH. Mahfudz.

Saat itu haji membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tujuh bulan. Oleh karena itu, sambil menunggu kapal pemberangkatan pulang ke tanah air, atas petunjuk KH. Muhammad Hadi Girikusumo Mranggen (kakek KH. Munif Zuhri Girikusumo). Beliau diantarkan kepada salah seorang ulama Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah di Jabal Qubais Makkah Al-Mukarromah yang bernama Syekh Sulaiman Zuhdi.

Kepada Syekh Sulaiman Zuhdi, KH Syarqowi dan KH Muhammad Hadi Girikusumo dibaiat dan mendalami ilmu thariqah dan tasawuf. Setelah sekian lama belajar dan menjalani suluk di bawah pengawasan Syekh Sulaiman Zuhdi dan dirasa telah cukup mumpuni, akhirnya, mereka berdua diperkenankan pulang ke tanah air dan dibekali kitab sanad thariqah berjudul 'Majmuah Arrasail ala Ushulil Khalidiyah Al-Majdiyah Annaqsabandiyah'. Mereka juga diberi izin untuk mengajarkan ilmu tersebut, ketika telah sampai di daerahnya masing-masing. Dan benar, KH. Syarqowi di daerah Tanggungharjo, Grobogan, sedangkan KH. Muhammad Hadi di daerah Girikusumo, Mranggen, Demak.

4. Teladan Beliau

4.1 Sifat Wirai
Dalam hal makanan, Kyai Syarqowi sangat wirai (hati-hati level tinggi). Dalam satu kisah, ada sahabatnya sekamar, Sarbini namanya. beliau memberi intip (kerak nasi) pada Kyai Syarqowi, namun beliau tidak mudah menerima begitu saja. “Soko ngendi intep iki kang?” (dari mana kerak nasi ini kang?) Kyai Syarqowi bertanya. “soko gone konco-konco sing wingi rak digunakake terus tak kumpulke, tak kumbah resik tak wenehi parutan klopo” (dari teman-teman yang sudah tidak dimakam, kemudian saya cuci bersih dan saya beri parutan kelapa) jawab Sarbini.

“wis ijin opo durung wau kang?” (sudah meminta izin kang?) tanya Kyai Syarqowi lagi dan dijawab Sarbini. “durung Kang Kyai.” (belum kang Kyai). “yowes matur nuwun kang aku isih warek” (ya sudah kang, terima kasih saya masih kenyang) tolak Kyai Syarqowi dengan hati-hati, tanpa menyinggung perasaan Sarbini.

Walaupun sebenarnya beliau belum makan dan benar-benar lapar. Namun beliau tetap menahannya, demi berhati-hati (Wirai) agar tidak memakan barang syubhat, apalagi haram. Karena beliau tahu, hal itu dapat menjadikan hati keras dan ilmunya tidak barokah

4.2 Sosok Penyabar dan Pemaaf
Setelah menjadi mursyid, beliau tetap menjadi orang yang rendah hati, ramah, dan pemaaf. Hal itu terbukti dengan kisah ditantangnya KH. Syarqowi oleh yang menganut ajaran Syekh Siti Jenar manunggaling kawulo marang gusti. Orang itu menantang adu kekuatan, namun tidak diladeni sama sekali.

Berbagai cara telah dilakukan demi menyulut emosi KH. Syarqowi, namun lagi-lagi usahanya gagal. Suatu ketika, orang tersebut mengirim kuda ghaib antik dan ajaib untuk menggangu santri-santri KH. Syarqowi tidak sedikitpun beliau gubris. Beliau berkata “Kita punya ilmu itu tidak untuk dibuat bermusuh-musuhan, tapi tujuannya untuk meluhurkan agama Allah”. Akhirnya perusuh itu Lelah dengan sendirinya setelah tidak mendapat tanggapan apapun dari KH. Syarqowi. Setelah itu ia merasa bersalah dan meminta maaf kepadanya.

5. Referensi
sirojuth-tholibin.net

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya